Prolog

21.1K 1.1K 123
                                    


"Jangan ... jangan lakukan. Hiks, a-aku mohon, hiks ...." Gadis itu meronta-ronta ingin terlepas, tangan dan kakinya terikat erat. Namun lelaki di hadapannya itu hanya tersenyum sembari melepas resleting celananya dengan santai.

"Kamu gadis pertama. Teman-temanmu akan menyusul, bersenang-senanglah denganku. Aku ini baik, setelah ini kamu akan benar-benar ke surga," ucapnya dengan seringai mengerikan.

Gadis itu meraung ketakutan, ia semakin merapat ke dinding. Belum lagi tatapannya beralih ke sosok yang berada di kaca besar itu. Bulu kuduknya meremang, dipencahayaan yang minim ini ia bisa melihat sosok itu sedang memejamkan mata.

Ia tersentak akibat remasan kasar di pundaknya. "J-jangan mendekat. Hiks."

Lelaki itu menyeringai, kemudian melayangkan tamparan dengan keras, membuat sang gadis lunglai nyaris kehilangan kesadaran. Habislah sudah pertahanannya. Tubuhnya lemas seketika, penglihatannya buram akibat air mata yang terus menetes, tak ada lagi yang bisa ia lakukan. Dia hanya bisa pasrah dengan segala perbuatan bejat pada tubuhnya.

Lelaki itu tersenyum puas setelah menuntaskan nafsu bejatnya, ia kembali berdiri kemudian menyeringai. "Ternyata kau masih perawan yah. Haha, baiklah. Mari kita akhiri."

Ia mengambil sebilah pisau tajam. Gadis yang telah lunglai itu hanya menangis tanpa suara. Ia pasrah akan nasibnya saat ini. "Wajahmu cantik. Mari aku percantik lagi." Setelahnya pisau itu menyayat pipinya, cairan merah keluar dari sayatan itu. Sang gadis memekik tertahan akibat mulutnya yang ditutup si lelaki.

Pisau itu menuju leher, dengan santai lelaki itu menggoreskan pisau tajamnya membentuk garis horizontal yang tipis. Cukup mengeluarkan darah dan rasa pedih. "Mari kita beri sedikit ukiran di leher jenjangmu ini, sayang." Kemudian pisau itu menyayat pasti membentuk dua huruf tepat di leher sang gadis.

Perih, sungguh perih. Gadis itu memejamkan mata kuat-kuat, ia merasa kulitnya berdenyut-denyut, tubuhnya dingin dengan napas yang kian memburu.

"Nah, sekarang tinggal sentuhan terakhir!"

Lelaki itu mengambil ancang-ancang, mengangkat pisaunya tinggi-tinggi kemudian menurunkannya dengan cepat.

SLEPP

Tepat menancap pada jantung sang gadis.

Tak perlu berapa lama. Gadis itu ... meninggal.

"Kau senangkan, putri tidurku?" tanyanya pada sosok di balik kaca yang masih memejamkan mata itu. Lalu ia tertawa layaknya orang gila.

***

Seorang laki-laki terlihat berjalan keluar dari lift khusus staf sekolah. Kedua tangannya terselip di saku celana. Ia berjalan santai dan terlihat riang. Koridor yang dilintasinya cukup sepi. Proses pembelajaran sedang berlangsung, belum lagi koridor ini termasuk wilayah yang kebanyakan hanya dilintasi para guru. Tidak heran jika sepanjang lintasannya hening.

Laki-laki itu menghentikkan langkahnya. Tangannya mengeluarkan benda pipih dari saku celana, kemudian menempelkan benda itu ke telinga, hendak memulai percakapan dengan orang di seberang sana.

"Kau segera ke ruanganku. Bereskan semuanya, aku baru saja turun. Aku sudah selesai!" titahnya kepada orang di seberang telepon sana.

Entah apa yang dijawab oleh orang yang ditelepon itu, yang jelas senyum misterius tampak menghiasi bibirnya. Ia mematikan sambungan telepon lalu kembali melangkah sambil bersiul aneh, pelan dan sesekali menyeringai seram.

Langkahnya kembali turun, kali ini menggunakan tangga. Ah, iya ... lift hanya untuk lantai tiga ke lantai empat. Mengapa demikian? Entahlah ... sekali lagi, hanya untuk staf sekolah yang berkepentinganlah yang bisa menggunakan lift itu.

Si lelaki misterius sudah menghilang di belokan koridor menuju tangga. Namun sayang, ia tidak menyadari bahwa langkah dan kalimat perintahnya tadi sempat terekam jelas oleh seseorang.

Seorang siswi keluar dari persembunyiannya. Niatnya untuk memanggil salah seorang guru akhirnya terurung akibat melihat punggung tegap dengan baju formal hitam keluar dari lift khusus. Rasa penasarannya membawa ia untuk menyembunyikan diri di balik tembok pembatas lift. Suasana yang hening dan jarak yang tidak terlalu jauh memungkinkannya dapat mendengar ucapan si lelaki.

Satu hal terlintas di benaknya sekarang.

Lelaki tadi mempunyai hubungan dengan lantai empat.

Tiba-tiba saja perasaan aneh menyerbu dirinya. Dengan segera ia berbalik, ia mematung ketika tatapannya bertemu dengan seorang siswa laki-laki di belakangnya. Sepertinya posisi mereka sama.

Sama-sama sedang bersembunyi.

Tatapan mereka beradu, sebelum akhirnya siswi itu lebih dulu memutus tatapan mereka. Ia berjalan melewati siswa yang masih terdiam dengan kebingungan yang sama, akibat apa yang baru saja dilihatnya tadi.

***

Hai... hai... hai....

Maybe di sini kalian pernah membaca ceritaku ini? Hehe, dulu aku publish hanya dua part yah. Aku langsung unpublish, iya soalnya mau aku revisi. Hehehe...

Partnya juga nggak akan panjang-panjang banget. Maybe, hanya akan dua puluh part atau mungkin juga nggak sampai situ. Yang jelas, aku pengen membuat seriesnya nanti.

Ini cerita pertama aku sebagai pembaca misteri-thirller yang suka nulis teenlit. Nah, sekarang aku berani buat cerita yang sesuai sama bacaan aku. Hehe...

Semoga kalian suka yah. Jangan lupa vote dan komen!!!

Bubye!!

About Our School [✔] Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt