Nina 💔💔

2.7K 145 3
                                    

"Kok kita malah balik ke kantin lagi, Mar?" Gerutu Nina.
Sekembalinya Nina dan Maria dari kantin, keduanya mendapati Zahira tengah asik mengobrol dengan Gilbar. Nina hendak menyusul, tiba-tiba ditarik menjauh oleh Maria.

"Ya tidak apa-apa, kita makan
di kantin saja." Jawab Maria.

"Tapi kita udah ditungguin Zahira." Dalam hati Nina sama sekali tidak rela melihat Zahira berduaan dengan Gilbar.

"Kaka Zaa  sudah ditemani Pak Dosen ganteng, kita jangan perlu ganggu."

"Mar, kamu mau comblangin pak Gilbar sama Zahira ya?"

"Saya tidak tahu soal itu. Tapi saya suka saja lihat Kaka Zaa sama Pak Dosen ganteng,"

Sayangnya Nina sebaliknya, dia tidak suka melihat Zahira dengan Gilbar. Gilbar menanyakan Zahira di depan masjid waktu itu, Gilbar memuji Zahira yang pintar, walaupun benar, apalagi melihat Maria yang menjodohkan mereka.

"Lagi pula kalau menurut saya, kaka Zaa sama Pak Dosen ganteng itu cocok sekali. Iya to?"

"Ngga!" jawab Nina ketus.
Nina sebenarnya hanya spontan menjawab, namun hal itu kemudian menimbulkan kecurigaan Maria.

"Udah! Aku mau sususlin Zahira dulu!" Nina berdiri dengan kesal, mulai berjalan, secepat mungkin Maria mengejarnya sampai dapat.

"Kamu apa-apaan sih, Maria!" Nina menepis tangan Maria.

"Ka Nina yang kenapa? Kenapa mau ganggu itu Ka Zaa sama pak dosen. Kaka Nina cemburu kah?" Todong Maria.
Nina menelan ludahnya. Sekarang ia bingung harus jawab apa.

"Kamu tahu ngga, Mar. Kalau laki-laki sama perempuan yang bukan mahram berduaan, itu yang ketiga setan,"

"Nah! Makanya Ka Nina jangan ke sana, nanti jadi setan toh,"

"Bukan begitu, Mar,"

"Lalu?"

"Setan beneran,"

"Siang begini mana ada setan Kaka?"

Ah sumpah! Nina mengutuk Maria. Apa dia korban film horor yang cuma memperlihatkan setan pada malah hari?
"Itu kalau di film-film. Aslinya setan itu ngga siang ngga malem ada," jelas Nina dengan emosi tertahan.

Maria mendadak menggelayut di pundak Nina dengan wajah takut. "He, Kaka Nina jangan menakut-nakuti saya ah."

"Nakutin gimana?" Nina mengernyit.

"Itu tadi, katanya setan itu siang malam ada."

Nina mendorong paksa Maria darinya. Dia benar-benar korban film horor karangan orang yang kurang tahu agama.

"Maria setan itu tugasnya menggoda manusia, bukan nakutin. Kamu terlalu percaya sama film horor, sih."

"Siapa yang memberi setan tugas itu, Ka Nina? Apa tuhan?"

"Ngga ada. Itu keinginan setan sendiri."

"Tunggu! Saya tidak tahu maksudnya. Masa setan mau menggoda manusia? Tidak takutkah sama Allah."

"Itu sejarah awal manusia, Maria. Jadi gini.." Nina menceritakan awal mula Allah menciptakan Adam, semua makhluknya Allah diperintahkan untuk sujud padanya, para malaikat sujud, kecuali iblis, karena mereka merasa lebih baik dari Adam yang hanya diciptakan dari tanah sedang iblis diciptakan dari api. Akhirnya karena iblis ingkar itulah mereka diusir dari surga, dan semenjak itu pula mereka suka menggoda manusia agar kelak menjadi teman mereka di neraka.

"Jadi iblis itu dulu namanya Azazil, ada yang menyebut mereka bagian dari malaikat. Mereka juga pernah menjadi ciptaan Allah yang taat. Tapi setelah mereka ingkar, mereka disebut syaitan yang berarti jauh, " terang Nina.

"Oh..macam itu ternyata." Ujar Maria.
Bukan Maria tidak paham mengenai tugas setan mengganggu manusia. Dalam kitabnya juga ada penjelasan mengenai makhluk kafir itu. Alasan mengapa dia terkesan bodoh sampai harus mendengarkan keterangan Nina hanya untuk mengulur waktu agar Nina tidak menghampiri Zahira dan Gilbar.

🚲🚲🚲


Esok harinya, saat ketiga cewek itu berkumpul di perpustakaan untuk diskusi, Zahira merasa hanya berdua dengan Maria, padahal ada Nina juga di antara mereka. Bagaimana tidak? Nina sejak tadi seperti orang sakit gigi, penonton dalam lapangan yang diam saja, hanya bicara kalau ditanya. Itu pun sangat hemat, hanya kata-kata seperti ouh, terserah, bagus, boleh, dan dehaman pendek  yang keluar dari bibirnya. Itu  membuat Zahira merasa aneh dengannya.

"Kamu kenapa, sih, Nin? Dari tadi kok diajak diskusi ham hem ham hem tok, kaya Nissa Sabyan." Keluh Zahira setengah berbisik.

"Bukan, Kak, tapi seperti Michael Buble menyanyi lagu Home." Sahut Maria hampir-hampir tertawa keras kalau bukan karena Zahira memperingatkannya. Ini masih di perpustakaan.

Zahira kembali fokus pada Nina. "Kamu kenapa, Nin. Sakit? Bosen? Atau lagi marah?"

Nina hanya menggeleng tak bersemangat menjawab setiap  pertanyaan yang Zahira, karena memang tidak, kecuali pada pertanyaan terakhir. Tapi pada siapa dia tidak paham, entah Zahira entah Maria. Mungkin ini lebih tepatnya disebut perasaan cemburu.

"Aku ke kelas aja," Nina beranjak pergi.
Zahira hendak mengejar, namun Maria menghalanginya dan langsung menceritakan apa yang menurutnya menyebabkan Nina seperti ini. Mereka pun keluar dari perpustakaan.

"Kamu juga, sih, Mar. Masa kaya gitu." Keluh Zahira.

"Apa salahnya kalau saya bilang Bapak Dosen ganteng itu cocok dengan Ka Zaa?" balas Maria. Zahira membulatkan mata. "Pak dosen ganteng sepertinya suka ke Ka Zaa, memang Ka Zaa tidak mau punya suami macam Pak Gilbar?"

Siapa yang tidak mau kalau itu. Cuma perempuan tidak normal yang akan menolaknya, tapi tunggu! Kenapa Zahira jadi mulai memikirkannya?

"Ah Maria apaan, sih kamu, kejauhan deh mikirnya. Lain kali kalau ngga sengaja liat aku ngobrol sama Pak Gilbar apalagi di area kampus, gabung aja biar Nina ngga marah." Peringat Zahira.

"Tapi saya merasa aneh, Kaka. Kenapa juga Ka Nina mesti semarah itu. Harusnya, kan Ka Zaa yang marah karena menunggu kita, saya dan Ka Nina waktu itu tidak datang-datang."

"Ya mungkin karena itu Pak Gilbar kan pintar, jadi dia pengin ikut diskusi."

"Diskusi apa?"

"Ya, jadi waktu itu aku sama pak Gilbar lagi diskusi soal Candi Borobudur."

"Saya rasa bukan karena itu. Kemarin pernah, Ka Zaa diajak ibu Pratiwi diskusi juga, Ka Nina tidak masalah, tidak kepingin ikut juga toh? Kenapa sama pak Gilbar dia kesal?"
Zahira mencoba mencerna maksud perkataan Maria. Tapi gagal. Zahira memang tipe perempuan yang tidak peka bahkan terhadap perasaan sahabatnya sendiri.

"Hubungannya?"

"Kalau saya bilang, Ka Nina cemburu."
Cemburu. Itu yang sejak tadi Zahira tidak tahu namanya apa.

mencarimu lewat ISTIKHARAH menemukanmu dalam DHUHA (SEASON1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang