Epilog

9.1K 807 45
                                    

Krist meraih benda persegi panjang yang terletak diatas meja. Benda itu bergetar cukup keras, membuat Krist terusik dari tidur lelapnya.

"Hmm?" Sapanya tanpa mau repot menggunakan kata 'halo'.

"Kau dimana? Kenapa tidak kemari?!"

"Astaga demi gigolo, ini masih pagi sekali! Biarkan aku tidur bocah sialan!" Krist memaki, paginya terasa indah dengan memulai sebuah pertikaian bukan? Seseorang diseberang sana berdecih.

"Aku tidak mau tahu, kau harus datang cepat!"

Baru saja Krist hendak mengumpat, sambungan telephone terputus. Krist menggeram kesal, ia mengutuk dan menyumpah Singto cepat mati saja.

Sudah enam bulan yang lalu Krist dan Singto bertarung. Enam bulan yang lalu mereka mengakui perasaan masing-masing. Krist memilih tetap tinggal di lingkungan kumuh dan menjadi petarung jalanan, sementara Singto tetap menjadi ketua organisasi. Walau Singto sudah jarang menyiksanya, pemuda itu benar-benar seenaknya dan suka memerintah Krist sesuka hati.

Oh ya, Krist juga kini sudah punya ponsel walau ia tidak bisa membaca. Liu dan Sakura dengan telaten mengajarinya cara memakai ponsel. Walau berakhir kedua gadis itu mengamuk dan mengajak Krist berkelahi, sebab Krist benar-benar bebal.

Ponselnya hanya berisi nomor Singto saja. Pemuda yang sangat posesif dan tidak mengizinkan Krist dekat dengan siapapun kecuali dari circle pertemanan mereka. Apakah Krist senang dikekang? Jawabannya tidak. Kadang ia berkelahi karena masalah ini. Tapi Krist sadar bahwa dirinyalah yang menginginkan kehidupan seperti ini.

Krist mengembuskan napasnya kasar. Ia meraih handuk dan masuk kedalam kamar mandi. Sebelum tuan muda Singto itu datang dan merusak engsel pintunya seperti satu minggu lalu. Lebih baik Krist mengalah kali ini.

.
.
"Konnichiwa Krist-kun!" Krist bergidik pada Sakura yang menyambutnya di pintu masuk. Gadis itu memasang senyum (sok) manis yang benar-benar mengesalkan. Krist sudah tidak cemburu pada Sakura, Singto sudah menjelaskan bahwa Sakura itu agak gila dan suka mencium orang seenaknya. Mereka murni hanya berteman. Krist percaya saja. Berbeda sekali dengan Singto yang masih cemburu pada Praepailin walau mulut Krist rasanya sampai berbusa menjelaskan bahwa Praepailin adalah sahabat baiknya.

"Kau... menjijikkan!" Senyum Sakura luntur. Ia langsung memukul kepala Krist kesal. Sejak kejadian itu, Sakura akhirnya bergabung menjadi mata-mata di organisasi membantu Singto.

"Haha dasar babi hutan!" Sumpah serapah Sakura terdengar manis pagi ini. Krist hanya menyeringai singkat.

"Dimana tuan muda itu?"

Sakura mengernyit dalam.

"Tuan muda?"

"Singto bajingan brengsek." Krist menjelaskan. Sakura tertawa kencang. Wah sepertinya mulai sekarang Sakura harus memanggil Singto dengan nama itu.

"Sedang di kamarnya."

"Oh oke, lalu yang lain?"

"Bright sedang liburan di Bali, Jan ada pekerjaan di Swiss, dan Liu sedang di rumah sakit." Krist mengangguk paham, ia melenggang begitu saja. Sakura menghembuskan napasnya kasar. Menyebalkan!

.
.
Jangan pikir hubungan Krist dan Singto itu manis seperti di drama-drama. Nyatanya setiap hari mereka selalu baku hantam, hanya karena masalah kecil pasti akan dibuat besar.

"Heh, sialan!" Krist menendang pantat Singto kasar.

"Bisakah salammu lebih manis, hah?! Oho, kau lupa little kitten yang selalu meringkuk ketakutan?!" Geram Singto. Krist memutar bola matanya jengah.

"Tidak akan begitu lagi. Aku kadang menyesal kenapa takut pada iblis setengah manusia sepertimu!" Krist mengacungkan jari tegahnya. Singto tidak perduli.

"Pesonaku terlalu kuat~"

"Oke jawab sekarang, semalam Jan mengatakan ada gadis yang mengajakmu tidur!"

"Euh, aku menolaknya sumpah demi bokongmu yang seksi!"

"Jangan bawa-bawa bokongku dasar penjahat kelamin!" Keduanya sama-sama kesal dengan perdebatan tak penting itu. Namun setelahnya mereka tertawa bersama. Menikmati pagi hari di balkon kamar Singto. Udara masih sedikit dingin, namun Krist tidak merasakannya selama Singto ada disampingnya.

"Kau ingat siapa yang memberimu kalung itu?" Krist melirik kalung persegi lima Singto, walau Singto jarang memakainya. Tapi  Singto sudah bercerita darimana ia mendapat kalung tersebut.

"Dokter kejiwaaan saat aku di rumah sakit jiwa. Rambutnya cokelat dan dia sangat cantik juga lembut. Aku tak ingat jelas namanya. Tapi setelah kuingat-ingat namanya adalah Yuan. Yuan Rojnapat." Singto mengenang Yuan. Krist memaksa Singto memandangnya. Ia memeperlihatkan kalung yang kini dikenakannya. Sama persis dengan apa yang Singto kenakan.

"Itu..."

"P'Yume memiliki kalung ini dan memberikannya padaku. Aku tahu masalalu Yuan dan P'Yume tapi aku tidak akan menceritakannya sekarang." Krist menyenderkan kepalanya di bahu Singto. Hanya sentuham sederhana yang mereka lakukan. Singto tidak memberikan respon berarti.

"P'Yume bilang, nanti aku akan menemukan takdirku. Dan aku sudah menemukannya." Singto mengusap rambut Krist.

Matahari mulai mucul. Menebarkan sinar lembutnya.

End

Ekekwkwkwk

Aku akan buat season 2 nya hehe. Jadi ditunggu aja yakkk.

Fighter [SingtoxKrist]Where stories live. Discover now