08. Sebuah Pertemuan

22.1K 1.3K 2
                                    

“Kenangan akan selalu pulang dengan hal-hal yang kamu buang”

Setelah selesai mengganti pakaian, Kristal berjalan menuju dapur untuk mengisi perutnya. Sebuah kertas robekan dimeja membuat Kristal menghentikan langkahnya menuju kulkas. Ia memundurkan langkahnya dan mengambil kertas itu.

Kue cake coklat diantar ke alamat ini.

Mama pulang malam. Hati-hati di jalan, jngan lupa makan.

“Oke.” Gumam Kristal menjawab pesan yang barusan di bacanya.

Setelah membaca surat tersebut, Kristal langsung bergegas memakai sweater santainya. Serta topi hitam yang sering ia pakai kemana-mana.

Kristal memasukan satu box kue cake ke rajang sepedanya. Sebelum ia berangkat, ia memasangkan earphone dan memutar lagu-lagu kesukaan nya.

Angin yang berhembus di sore hari menciptakan suasan tenang dan menyenangkan bagi Kristal. Begitu lembut saat menyapu wajah cantiknya, membuat helaian rambutnya yang diikat berterbangan. Ujung bibir Kristalmembentuk lengkungan ke atas, menciptakan sebuah senyuman manis.

Kristal mencoba menghilangkan rasa lelah dan semua masalahnya hari ini, sambil terus mengayuh sepeda nya.

Setelah lebih dari 20 menit mencari alamat, Kristal berhenti di sebuah tempat. Ia mengerutkan keningnya ketika melihat gedung megah di hadapannya.

Kristal mendongak. Ia sempat berfikir, apakah dia salah alamat? Kristal mengambil kertas alamat di saku jaketnya untuk memastikan.

Kristal melihat alamat yang ditulis mamanya berulang kali. Lalu mengecek gprs di ponselnya. Namun ini benar alamatnya, Ini adalah tempat dimana seseorang memesan cakenya.

“Wah keren banget, cake buatan mama di kenal sampe disini.”

Bagaimana mungkin, perusahaan sebesar ini ada yang memesan satu box kue cake murahan? Sudah dipastikan didalamnya orang-orang kaya dan elit saja bukan? Pikir Kristal.

Kristal mencopot earphonenya. Ia merapihkan rambut serta pakaiannya sebelum masuk. Terdapat satpam yang menjaga di depan pintu kaca perusahaan tersebut. Ia menatap Kristal heran.

“Ada urusan apa neng?”

“Nganter pesanan cake pak.”

“Oh, pesananya mbak Tasya ya?”

Kristal terdiam sejenak, mengingat nama sang pemesan. Namun, sepertinya mamanya tidak mencantumkan nama pemesannya.

“Eungg.. Iya mungkin pak, mungkin.”

“Kok mungkin neng?”

“Saya Cuma di kasih alamat nya disini, tapi gak tau namanya siapa yang mesen.”

“Oh gitu, kaya nya sih, iya neng. Tadi soalnya mbak Tasya bilang sama saya, kalo pesenan cakenya sampai, neng suruh ke atas aja ke ruangan dia.”

“Loh? Kok gak di dampingi bapak? Emang bisa, asal masuk aja pak? Saya malu juga masuk sendiri.  Maksudnya, saya kan orang asing.”

“Gak papa neng, teman dia ada yang ulang tahun. Jadi kalau neng Tasya ke sini pasti rencananya gagal.”

“Kenapa gak bapak yang nganter?”

“Gak di boleh dong neng. Tugas saya kan disini.”

Kristal menghembuskan nafas pasrah.

“Neng masuk aja, nanti tanya sama mbak itu.” Si satpam menunjuk ke wanita muda berambut pendek yang sedang menerima telepon.

“Yaudah pak, makasih.”

“Sama-sama neng.”

Entah mengapa Kristal merasa sangat gugup ketika mendorong pintu kaca selebar ini. Ia melangkahkan kakinya ke dalam.

Kristal mencoba menetralisir jantungnya. Tatapan penuh arti pria yang berlalu lalang membuatnya begitu risih. Kristal berjalan menundukan kepalanya.

Ia mempercepat jalannya ketika ada seorang pria yang tengah duduk dan menatapnya dengan intens. Kristal sama sekali tidak memperhatikan jalan. Hingga tubuhnya terjatuh karena menabrak seseorang pria berbadan tegap dan tinggi.

Bugh!!

Kristal merutuki dirinya sendiri, yang begitu ceroboh ketika berjalan. Ia mendongak, mendapati pria  berumur sekitar empat puluh tahunan atau mungkin lebih, Kristal hanya menebak. Namun wajahnya entah mengapa cukup familiar.

"Om Fran?!" Pekik Kristal dengan mata yang terbelalak.

Kristal kenal pria ini.

❄COLD❄

COLD [OPEN PRE-ORDER] ✔️Where stories live. Discover now