Chapter 9 - Mimpi Misterius

561 83 0
                                    

Barbie and The Legend of Erythrina

C H A P T E R  9

***

Myristi terbangun dan menemukan dirinya sedang berada di sebuah tempat yang sangat gelap. Tidak ada siapa-siapa di tempat itu kecuali dirinya sendiri. Pohon-pohon besar dan lebat yang ada di sekeliling gadis berambut pirang itu seperti ingin memenjarakan Myristi. Lolongan serigala, kukuk burung hantu, dan juga suara-suara hewan malam lainnya yang saling bersahutan terdengar oleh telinga Myristi.

"Aku berada di mana?" tanya Myristi kepada dirinya sendiri.

Myristi mencoba berjalan dengan perlahan. Berusaha meraba-raba semua hal yang ada di depannya. Kedua tangan Myristi menjulur, kakinya mencoba menjejak-jejak tanah di depan. Karena memang, tempat itu sungguh sangat gelap. Myristi yang mendengar suara air mengalir di kejauhan, hanya berusaha untul mendekati sumber suara itu.

Myristi terus seperti itu entah untuk berapa lama. Semakin jelas suara air mengalir yang didengar oleh gadis itu, maka semakin dekat pulalah ia dengan tujuannya. Cukup lama Myristi berada dalam keadaan seperti itu. Hingga Myristi melihat sebuah cahaya yang sangat terang sedang berada di tepi sebuah sungai yang mengalir deras.

Cahaya itu begitu menyilaukan di tempat yang gelap seperti ini. Myristi menyipitkan matanya saat menemukan cahaya itu. Myristi berusaha menyesuaikan penglihatannya dengan cahaya terang itu. Begitu mata Myristi telah berhasil terbuka sedikit demi sedikit, barulah ia tahu di mana dirinya berada saat itu.

Sebuah hutan yang gelap, dalam, dan sangat lebat berada di sekelilingnya. Benar-benar tidak ada siapa pun di tempat itu sekarang kecuali Myristi. Di depan Myristi sekarang, terhampar sebuah sungai kecil yang aliran airnya sangat deras. Dan di tepi sungai kecil itu, ada sebuah bola cahaya yang sangat terang sedang mengambang di tengah udara. Yang menjadi sumber penerangan bagi Myristi.

Myristi mendekati cahaya itu dengan perlahan sambil mengamati benda itu. Gadis bernetra kuning kehijauan itu menyipit melawan silaunya sinar yang dipancarkan oleh bola cahaya yang ada di hadapannya.

Saat Myristi sedang menatap bola cahaya itu dengan lekat, samar-samar muncul sebuah wajah dari dalam bola cahaya itu. Sebuah wajah yang belum pernah Myristi lihat. Sebuah wajah yang belum pernah Myristi temui. Sebuah wajah yang memancarkan kelembutan, kedamaian, dan juga kekuatan dengan pekat. Wajah seorang perempuan yang entah bagaimana seperti berhasil menyihir Myristi untuk terus melihat ke arah wajah itu.

Kini, wajah pada bola cahaya itu membuka matanya dengan perlahan, membuat Myristi terperanjat dan terpekik kecil. Di balik kelopak yang baru saja terbuka, wajah dalam bola cahaya itu telah menunjukkan pada Myristi dua buah netra paling jernih yang pernah gadis itu lihat. Menunjukkan padanya dua buah netra paling menyihir yang pernah Myristi temui.

Tanpa sadar, kaki gadis muda itu mundur beberapa langkah saat mengetahui bahwa mata paling jernih yang ada pada wajah itu kini sedang menatap ke arahnya dengan sangat lekat. Namun, mengalihkan pandangan ke arah lain untuk menghindari tatapan lekat dari sang wajah, sangat sulit bagi Myristi.

Tiba-tiba saja, wajah pada bola cahaya yang mengambang di udara itu mengeluarkan suara. Suara yang terdengar menggaung dan jauh. Suara yang terdengar seperti saat itu sang wajah sedang berada di dalam gua, bukan hanya terpaut beberapa langkah saja.

"Kau harus pergi ke Anaphalis," kata wajah itu yang membuat Myristi semakin terkejut dan tidak bisa berbicara apa pun. "Kau tidak bisa menyerah secepat ini," lanjut suara itu.

Myristi berusaha untuk pulih dari keterkejutannya dan segera membalas suara itu. "Kau siapa?" tanya Myristi. Gadis itu jelas telah memiliki rasa penasaran yang tinggi terhadap wajah pada bola cahaya.

"Belum saatnya bagimu untuk mengetahui tentang siapa diriku. Yang terpenting adalah, kau harus pergi ke Anaphalis," balas suara itu.

Myristi menyipitkan mata curiga. Namun, gadis itu tetap menggeleng dan menjawab kata-kata yang diucapkan oleh sang wajah. "Tidak mungkin. Kepala Asrama Delonix yang mengatakan hal itu kepadaku langsung. Beliau mengatakan bahwa adalah hal yang mustahil untukku bisa pergi ke Anaphalis. Kepala Asrama Delonix tidak akan pernah mengirimkanku kembali ke Anaphalis. Lagipula, aku sudah memilih untuk tetap tinggal di Delonix," jelas Myristi. Nada keputusasaan terdengar jelas dari suara gadis itu.

Namun, wajah pada bola bercahaya itu malah tersenyum. "Apa kau melupakannya? Anaphalis adalah impian dan cita-citamu sejak dulu. Tidakkah kau ingin melihat Anaphalis? Tidakkah kau ingin merasakan semua hal yang ada di Anaphalis? Apa kau telah melupakan semua itu?" tanya sang wajah.

Myristi menundukkan kepala dan memutar semua ingatannya saat gadis itu masih kecil, di mana ia untuk pertama kalinya merasa sangat tertarik dengan Anaphalis. Ingatan Myristi berputar ke beberapa tahun selanjutnya, ketika ibunya menceritakan sedikit tentang asrama yang berada di sebelah timur Erythrina itu. Saat itu, untuk pertama kalinya Myristi memikirkan dirinya menjadi bagian dari Anaphalis, belajar di tempat itu, dan menjadi lulusan terbaik asrama itu.

Dan beberapa bulan yang lalu, ketika dirinya telah genap berusia lima belas tahun dan mengetahui semakin banyak tentang Anaphalis Javanica dari Wahine di desanya, keinginan dan cita-cita itu semakin tumbuh dengan subur dalam hatinya. Sulit untuk terlepas dari pikirannya.

Myristi mengangkat kepalanya saat ia mendengar wajah pada bola bercahaya itu kembali mengeluarkan suara. Ekspresi pada wajah Myristi sangat sulit untuk dilukiskan. Kebimbangan dan keteguhan berpadu menjadi satu di wajah gadis muda itu.

"Kau belum berusaha hingga batas kemampuanmu. Masih banyak jalan keluar lain yang dapat kau lakukan. Lalu, mengapa kau harus menyerah? Aku melihat karakter-karakter Anaphalis ada di dalam dirimu. Aku dapat melihatnya dengan jelas," ujar sang wajah.

Lalu apakah ia akan menyerah secepat ini?

"Pergilah. Bangunlah. Dan tunjukkan kepadaku perjuanganmu yang sesungguhnya."

Belum sempat Myristi bertanya apa maksud dari kata-kata wajah pada bola bercahaya itu, kegelapan telah lebih dulu menariknya. Memutar penglihatan, mengaduk mimpi dan akhirnya membuat Myristi larut dalam ketidaksadaran.

***

Myristi langsung membuka mata dan terduduk di ranjangnya. Myristi menarik udara dengan cepat sambil melihat ke sekelilingnya. Dan gadis itu mendapatkan ia telah berada di kamarnya di Asrama Delonix. Bukan lagi di hutan gelap atau tempat lain yang tidak diketahuinya.Mimpi gadis itu baru saja, terasa sangat nyata. Semua yang telah dikatakan oleh sang wajah pada bola cahaya itu bahkan masih bisa Myristi ingat dengan sangat baik.

"Myristi? Ada apa denganmu?" tanya Odette yang langsung mendekati Myristi begitu melihat bahwa gadis berambut pirang tersebut terbangun dengan peluh yang memenuhi wajahnya dan napas yang tidak teratur.

"Apa yang terjadi? Apa kau bermimpi buruk tadi malam?" tanya Odette lagi setelah ia sampai di depan Myristi dan belum mendapatkan jawaban.

Masih sambil mengatur napas, Myristi berkata kepada Odette dengan cepat. "Aku tidak akan menyerah. Aku harus ke Anaphalis. Itu impianku. Aku tidak ingin menyerah secepat ini."

Odette yang tidak mengerti apa yang baru saja dikatakan Myristi langsung membalas. "Apa maksudmu?" tanya gadis itu heran.

"Mimpiku tadi. Tadi aku bermimpi ada sebuah wajah bercahaya yang berbicara kepadaku, bahwa aku harus pergi ke Anaphalis. Apa pun caranya. Apa pun yang terjadi," jelas Myristi.

"Siapa dia?"

Myristi menggeleng. "Aku tidak mengenalnya. Aku belum pernah bertemu dengan perempuan itu sebelum ini. Tapi, dia benar, aku harus ke Anaphalis, Odette."

"Lalu apa yang ingin kau lakukan sekarang?" tanya Odette sambil menatap Myristi dengan lurus.

"Aku akan kembali menyusun rencana baru. Kau akan membantuku, bukan?" tanya Myristi.

Odette memandang Myristi dalam-dalam sebelum akhirnya menghela napas dan mengangguk.

***

29 Desember 2018,

D I L A T A S I

Barbie and The Legend of Erythrina [TAMAT]Where stories live. Discover now