BAB 22

48 16 0
                                    

Dinding batu di depan sosok bayangan--yang disebut Toto sebagai Dhanyang--membuka sebesar dua lengan dan lelaki itu menyelinap masuk ke dalamnya. Tidak akan ada kesempatan lagi untuk masuk ke dalam batu itu jika tidak sekarang, pikir Ravindra. Ia melesat, Toto membuntuti.

Di dalam, Ravindra mencari Dhanyang tadi namun ia tidak melihatnya dimana-mana ketika masuk. Ravindra dan Toto merapatkan diri ke dinding batu di belakangnya. Diiringin getar halus diatas tanah,  lubang pada batu itu menutup kembali dan kegelapan sempurna menyelimuti mereka. Ravindra menunggu sebentar, indra pendengarannya meraba-raba keberadaan sekitar dan lebih jauh. Setelah yakin mereka hanya sendiri, Ravindra mengeluarkan bulu apinya, "Śikhā."

Api segera menyala, namun tidak seperti biasanya dimana api itu menyala sedang untuk menerangi goa. Ukuran bulu api itu menjadi sangat panjang membentuk cambuk dengan ujung kait. Lidah api berkobar-kobar tiga warna dari pangkal sampai ujungnya. Ada apa ini?!

"Ahool!!!" Jeritan itu menggema berkali-kali, memantul pada dinding goa. Bayangan besar, seperti orang dewasa, berjatuhan dari langit-langit dan terbang ke arahnya. Ravindra tidak dapat melihat jelas makhluk apa itu dan berapa jumlahnya. Binatang apa itu?! Jantung Ravindra berdentum-dentum di cangkangnya, kakinya gemetar. Toto berteriak ketakutan sambil tengkurap di tanah.

Bunyi 'Ahool' menggema tanpa henti disertai suara seperti kepakan sayap, bunga api tercipta sesekali pada dinding dan langit goa. Ia masih berdiri dan memegang erat cambuk apinya, menoleh ke kiri dan ke kanan dengan waspada. Sapuan angin terasa di atas kepalanya, Ravindra menengok keatas dan melihat gigi-gigi runcing sepanjang kelingking membuka dan menerjang cepat ke arahnya dari langit-langit. Dengan tangan gemetar, Ravindra mengangkat cambuk itu dan dengan sekuat tenaga memecutnya keatas.

Ketika cambuk api itu melayang di atas, Ravindra dapat melihat lebih jelas makhluk yang menyerangnya--orang? kelelawar? Cambuk itu membelit pinggang penyerangnya. Dengan satu tarikan kuat, makhluk itu menjerit keras dan terhempas ke lantai. Tubuhnya terbelah dua dengan isinya menghambur ke lantai goa.

Melihat ia dapat melumpuhkan satu makhluk, keberanian Ravindra meningkat yang memberi efek luar biasa pada bulu api di tangannya. Tersalur energi positif, bulu yang berbentuk cambuk api di tangannya membakar lebih terang, Ravindra sekarang mengerti bahwa kekuatan bulu api itu tergantung pada kepercayaan dirinya.

Tiga ekor makhluk maju dari kegelapan untuk menyerang, Ravindra segera berlari ke kiri sambil tangannya memecut makhluk yang paling kiri dan menariknya. Sekali lagi lengkingan jeritan mengudara seiring robohnya makhluk berbulu hitam itu.

Dua makhluk lain yang ikut mengejarnya berhenti, kemudian mereka berubah haluan dan menghilang di langit-langit. Ravindra mengatur nafasnya dan menunggu ....

Suara itu bergema lagi, lebih ramai kali ini. Empat makhluk susul menyusul memburunya. Seketika, Ravindra berlari cepat ke belakang, ke arah dimana ia masuk tadi. Dinding di depannya solid tanpa jalan keluar. Salah satu binatang itu melesat rendah dengan gigi runcingnya menyasar ke kaki Ravindra. Sebentar lagi!  Ravindra berlari lebih cepat, kakinya menapak di dinding cekung itu, ia terus berlari kemudian bersalto di udara. Suara retakan tulang terdengar di belakangnya ketika makhluk tadi menabrak keras dinding goa dan tersungkur tak bergerak.

Sementara tubuhnya melayang di udara, diputar cambuknya dan dipecutkan kearah makhluk yang  melayang dibawahnya. Ujung berbentuk kait menancap ke mata makhluk itu dan merobeknya hingga kulit kepalanya terangkat dan terbakar di udara. Dua lagi!

Ravindra mendarat dengan mulus di belakang mereka. Makhluk ketiga dan keempat segera berputar arah menuju posisi Ravindra sekarang. Manik mata merah diatas bola mata kuning menyorot penuh kemarahan.

Ravindra memecut lantai di depannya untuk menciptakan pagar api melindunginya. Salah satu makhluk berbulu hitam itu menerobos masuk walaupun dengan bulu terbakar. Ravindra membidik, dipecutkan cambuk api itu dan kepala makhluk terbelah menjadi dua. Tubuhnya yang roboh diatas api segera terbakar dengan mengeluarkan asap kehijauan. Satu lagi! 

Namun diluar perkiraan, melihat empat rekannya mati mengenaskan, pekik jerit 'ahool' melengking tinggi dan pantulanya menduplikasi suara hingga memekakkan telinga. Makhluk itu beramai-ramai melesat ke arahnya. Gigi-gigi runcing berliur itu membuka, manik merah berbentuk almond menyala dalam gelap.

A Strand of Phoenix FeatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang