BAB 24

48 16 3
                                    

"Baiklah kalau begitu! Ingat baik-baik, apa yang kamu janjikan tidak bisa diingkari. Sekalipun kamu memiliki bulu api, benda itu tidak akan bisa melindungimu dari kuasa Batara Narada." Ravindra mengangguk pasti. Dhanyang memekik 'ahool', kemudian salah satu makhluk jadi-jadian yang bertubuh paling tinggi berjalan maju.

"Naiklah ke punggungnya dan berpegangan, ahool ini akan membawamu ke tempat Batara Narada bersemedi."

Kelelawar hitam--yang tingginya dua kali tinggi tubuh Ravindra--merendahkan punggungnya, "Terima kasih," ucap Ravindra pada dhanyang itu sebelum dia dan Toto menaikinya.

Dhanyang kemudian memberi aba-aba dan seluruh Ahool berteriak bersamaan dalam nada yang aneh. Seketika itu gerbang batu terbuka. Ahool yang dinaikinya segera melesat keatas--jauh keatas--dimana cahaya matahari sore mewarnai langit sewarna kunyit.

Seperti langit di ujung bumi satu lagi, pikir Ravindra sambil menikmati gumpalan awan yang terhampar dibawahnya, menutupi pemandangan bumi. Mereka terbang, mengejar ke arah dimana matahari bergerak turun.

Selimut malam mulai tampak di belakang mereka sementara Ahool masih melayang-layang di udara. Belum ada tanda-tanda hewan ini akan mendarat. Ravindra merasa curiga. "Ahool!" binatang itu memekik, Ravindra melihat telinganya bergerak-gerak, kemudian hewan itu berputar di udara sebanyak tiga kali dan menukik turun dengan tajam, menembus gumpalan awan menuju air.

Kita akan menabrak air! Pikir Ravindra panik, jemarinya mencengkram kulit ahool hingga buku-bukunya memutih. Matanya yang perih tertusuk kecepatan angin menangkap titik hijau yang terlihat samar muncul dari kedalaman air. Titik itu semakin lama semakin besar, membentuk sebuah pulau. Dengan mulus, Ahool mendarat dan mereka melompat turun. Berdiri di sisi Ahool membuat Ravindra dan Toto tampak seperti kurcaci.

Pulau itu kecil dan ditutupi rimbunnya hutan. Bulan purnama belum sempurna duduk di singgasananya nun jauh di atas, di alas langit berwarna ungu kehitaman. Sesekali awan tipis melewati bayangan purnama, menyertainya naik sambil menyeret gaun peraknya yang perlahan memberi warna pada kegelapan. Ravindra mencoba menerobos kedalaman hutan dengan pandangannya--mencari sosok Batara Narada--namun hari terlalu gelap untuk melakukannya.

"Batara Narada!" Ravindra meneriakkan nama itu, segera Toto meloncat ke punggung Ravindra dan jemari dinginnya membungkam Ravindra. "Lepaskan, To! Bagaimana kita akan menemukannya dalam kegelapan, jika kita tidak memanggilnya?"

"Aku takut ada raksasa," ujar Toto.

"Pulau ini muncul dari dalam air, To. Tidak mungkin ada yang akan memangsa kita, kecuali Batara Narada tidak mau menemui kita, maka ...," Ravindra tidak melanjutkan kalimatnya, ia dan Toto menatap Ahool yang balik menatap seakan mengerti pembicaraan mereka. Mereka menelan ludah bersamaan.

Dengan tubuh dan tenaga begitu besar, Ravindra dan Toto hanya akan seperti cemilan dalam mulutnya. Tangan Ravindra otomatis meraba ke dalam pakaiannya dan menyalakan bulu apinya, "Śikhā." Ravindra merasa kelegaan mengetahui bulu itu menyala dengan cahaya laksana obor, tidak ada ancaman.

Toto mencoleknya, "Tuan, lihat di sana ...." Jari kurusnya menunjuk ke tengah samudra.

Ravindra memutar tubuh menghadap ke arah yang ditunjuk Toto. Manik matanya menangkap sosok tegap yang duduk bersamadi di atas air. Tubuh sempurna itu terbalut aura sewarna cahaya yang dikeluarkan bulu apinya. Sejak kapan dia di sana? Pikir Ravindra heran.

Ravindra penasaran, ia maju hingga kakinya tersapu buih air laut. Walaupun dipicingkan matanya, Ravindra tidak dapat melihat jelas sosok di atas air. Cahaya keperakan yang jatuh menimpa sebagian tubuh itu, sama sekali tidak membantu, namun ada sesuatu yang berkilat keemasan dari pusat tubuhnya.

"Batara Narada, kau kah itu? Saya Ravindra--penunggang Amara, datang mencarimu." Ravindra menunggu, namun sosok itu tidak bergeming. Ravindra memanggil sekali lagi, kemudian ditatapnya Toto sambil berbisik, "Apa yang harus kita lakukan, To?"

"Pergilah, aku tidak mengundangmu." Suara halus seperti hembusan angin laut melewatinya. Suara yang begitu berwibawa bak nyanyian agung, jantung Ravindra berdegup kencang. Ketika suara itu melewatinya, Ravindra menyadari Ahool yang sejak tadi berdiri diam di belakang mereka mulai membuat gerakan.

"O ... Batara Narada Yang Agung, saya kemari meminta petunjukmu menyelamatkan bumi dari kuasa raksasa."

"Tidak ada yang bisa dilakukan. Aku melihat kehancuran dahsyat bumi. Yang harus terjadi, terjadilah."

"Ahool! Ahool!" Ahool dibelakangnya seperti memekik kesenangan, sebentar lagi ia akan mendapatkan cemilan berupa daging segar Ravindra.

Ravindra memutar otaknya, berusaha mengulur waktu untuk meyakinkan Batara Narada agar mau menemuinya, "Batara Narada, kumohon. Sebelum ajal menjemput, beritahu aku, adakah cara menyelamatkan bumi walaupun kesempatan itu sangat kecil laksana titik bintang di hamparan langit."

"Ada."

A Strand of Phoenix FeatherWhere stories live. Discover now