Chapter 9: Can you hear my heartbeat?

25.5K 3.9K 244
                                    

Calon bininya bang Fazza bawa Babang Zayed kambeeeeeeeekkk🤸‍♀️🤸‍♀️🤸‍♀️ *plak 😂😂

Yeeeey.. Udah tak sabar mau baca? Hmmm... Hmm.... 💃💃

Jangan lupa vote dan komennya yes😘

Ini udah diedit kayanya banyak yg kelewat deh. Wkwk



❤️❤️❤️❤️❤️


Kuda mereka memasuki gerbang dari kayu yang berukiran dengan tembok yang menjulang tinggi seperti benteng

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kuda mereka memasuki gerbang dari kayu yang berukiran dengan tembok yang menjulang tinggi seperti benteng. Ketika tiba, Zayed menarik tali kekangnya kuat-kuat hingga kudanya mengikik pelan dan berhenti melangkah sepenuhnya. Pria itu melompat turun dan mengulurkan tangannya pada Keana.

"Wah, indahnya!" Keana berteriak dengan berbinar kagum melihat sebuah bangunan indah berwarna putih, dengan atap berbentuk kubah. Ada tangga pendek menuju bangunannya, juga taman yang indah dengan rumput hijau dan bebungaan. Ada kolam kecil di tengah tamannya.

Bangunan itu tepat berada di balik bukit sebelah utara ibu kota, menyembunyikan keberadaannya dari aktifitas ibu kota. Bangunan yang indah, yang merupakan sebuah paviliun milik Zayed. Seorang wanita dengan abaya hitam sederhana dan mengenakan cadar mendatangi Zayed dan Keana, wanita itu membungkuk dengan sebelah tangan di dada.

"Salam, Emir," sapanya.

Zayed mengangguk singkat tanpa mengatakan apa pun. Kemudian mereka dibimbing masuk, melewati taman di bagian depan, menaiki undakan tangga dan melintasi koridor dengan pilar-pilar besar dan bulat berwarna emas. Atapnya sangat indah, berbentuk melengkung dengan hiasan kristal dan lentera-lentera di setiap dindingnya.

"Ini sangat indah, Zayed. Apa ini kediamanmu?" tanya Keana sambil melirik atap koridor yang memiliki lukisan dan kaligrafi dengan aksara Arab.

"Ya, ini paviliun milikku. Berada di balik bukit dan terlindungi dari ibu kota."

"Ini hanya paviliun?" gumam Keana dengan rahang hampir terjatuh ke lantai rasanya. Jika sebuah paviliun saja seindah ini, bagaimana dengan kediaman utamanya? Pikir Keana takjub. "Jadi kau bangsawan ya?"

Zayed bergeming dan tidak menjawabnya sama sekali, sampai mereka berbelok dan berhenti di depan sebuah pintu besar berwarna emas dengan ukiran yang rumit. Semuanya indah, dan Keana seakan merasa hidup di dalam sebuah dongeng dengan istana-istana yang indah.

Wanita yang membimbing mereka membuka pintu untuk Keana dan mempersilakannya dalam bahasa Arab. "Silakan, Nona. Ini kamar untuk Anda," katanya.

Keana mengernyit dan melirik Zayed dengan senyum kaku. "Dia bilang apa?"

Zayed hampir saja tersenyum, dengan kedua sudut bibir yang berkedut geli melihat semua tingkah Keana. Ia berusaha tidak terusik dengan semua tingkah Keana yang begitu lugu dan menggemaskan, dan selalu ceplas ceplos.

The Sheikh's Scandal [END] (TERSEDIA DI GOOGLE PLAY & KUBACA)Where stories live. Discover now