Isi 11

4.9K 194 2
                                    

•Memaafkan•

Memaafkan masa lalu adalah keharusan.

Allyza sedikit berlari menelusuri lorong rumah sakit. Dia tidak sadar bahwa ada yang mengikutinya. Fahmi, sosok lelaki aneh yang sebentar lagi akan menjadi suaminya.

"Sus, kamar 229 berada di mana?" tanya Allyza terengah-engah.

"Lantai dua paling ujung dekat tangga darurat, Kak." Allyza menaiki lift, menuju lantai dua. Fahmi mengikutinya lagi, namun memilih menggunakan tangga darurat agar tidak bertemu dengan Allyza. Sesampai di depan kamar 229, Allyza mengatur napasnya, mencoba menenangkan hati yang masih gugup.

Pintu terbuka. Bukan Allyza yang membukanya, namun ada seseorang yang membukanya dari dalam. Matanya terbelalak saat tau siapa yang membuka. "Sania?"

Sania mendongak. Mereka sama-sama terkejut. "Arga ada di dalam, saya permisi." Tanpa Allyza bertanya pada Sania, ia pergi meninggalkan Allyza.

"Allyza?" Allyza menoleh, menuju brankar Arga. "Aku tau kamu pasti datang. Duduk, Za."

Allyza mengangguk lalu duduk. "Kenapa kamu bisa begini?"

"Aku tau maksud kedatangan kamu," jawab Arga mengalihkan pembicaraan.

"Jangan ngalihin pembicaraan, Ga," ujar Allyza dengan bibir gemetar. Entah mengapa ia merasa gugup.

"Aku ditabrak mobil,"

"Ga ... apa ini semua karena aku?" Pertanyaan bodoh muncul dari benak Allyza.

Arga menggeleng. "Bukan, Allyza. Aku kurang fokus mengendarai motor."

Allyza meneliti keadaan Arga. Mulai dari kepala yang diperban melilit bagian pelipis. Mungkin bocor, pikir Allyza. Lalu, tangan sebelah kiri Arga diperban. Beralih ke kaki, Allyza merasa ganjal, seperti ada sesuatu di kaki Arga. "Kakimu?" Allyza hendak membuka selimut yang menutupinya, namun dicegah oleh Arga.

"Jangan, Za," jawabnya.

"Kenapa?"

"Kakiku patah."

Allyza tersentak, tanpa sadar air matanya menetes.

"Jangan nangis, aku nggak apa-apa ...."

"Ga ...."

"Iya?"

"Maaf ...." lirih Allyza, menunduk memilin ujung jilbabnya.

"Buat apa?"

"Semuanya ...."

Arga tersenyum, mencoba untuk memahami. Sejujurnya, Arga sudah tau tujuan Allyza mendatanginya. Arga tau kalau Allyza mau menikah. Dan ia tau kalau Allyza ingin menuntaskan semua masalah yang ada di masa lalu. Arga tau itu semua, dari Aliya. Sebelum kecelakaan, Aliya mendatangi Arga yang ingin mengajar, ia menjelaskan semua tentang Allyza padanya, dan Aliya minta tolong pada Arga untuk meyakinkan hati Allyza supaya menerima pilihan kedua orang tuanya.

Aliya sudah tau kalau Arga mengajar di kampusnya. Saat Arga melintas di depan gerbang FK, tak sengaja Arga menabrak Aliya yang sedang menunduk. Aliya tau Arga dari kejadian itu, tapi ia lebih pilih menyembunyikan hal itu dari Allyza.

"Aku yang seharusnya minta maaf, Za. Karena ... kamu masih terbayang-bayang oleh masa lalu." Arga menggenggam tangan Allyza, menatap kedua bola matanya. "Jaga diri kamu baik-baik. Aku percaya kalau dia memang yang terbaik untuk kamu," ujarnya, menahan sesak di dada.

"Kamu tau?" Arga mengangguk. "Maafkanlah masa lalu, Za ...."

Allyza menunduk. Ia tak tau harus berkata apa lagi. Sosok laki-laki yang dulu pernah bersamanya, kini benar-benar harus ia lepaskan. Tidak ada yang mudah melepaskan seseorang, apa lagi masih sayang. Tapi, ketika kita sudah bisa mengikhlaskan, hati akan tenang dan damai. "Makasih, Ga."

"Aku yang harusnya terima kasih sama kamu. Terima kasih sudah pernah hadir dalam hidupku." Arga tersenyum manis, tapi arti senyumannya mengartikan kesedihan. "Jangan nengok ke belakang lagi saat kamu sudah bersama pilihanmu. Yakinkan hatimu, Allyza. Buka hati kamu untuk dia."

Allyza menangis. Ada sesuatu yang lega dalam hatinya, namun ada perasaan lain juga.

"Aku ... masih mencintaimu," tutur Arga. "Tapi aku tau, memilikimu adalah mustahil," imbuhnya.

"Ga ...."

"Iya?"

"Aku nggak tau mesti bilang apa. Tapi, aku pengin jujur,"

"Apa?"

"Namamu masih ada di hatiku." Allyza tidak bohong, masih ada nama Arga di hatinya. Entah sampai kapan.

"Sekarang, hapus rasa itu di hatimu. Gantilah dengan rasa yang baru, I believe you can." Arga meyakinkan Allyza bahwa ia bisa melupakan Arga. Walaupun menyakitkan, tapi ini yang harus Arga lakukan. Mungkin menurut kalian cerita Allyza−Arga begitu dramatis, namun itu benar nyatanya.

Allyza menangis, memandang Arga dengan rasa bersalah. "Maaf, Ga, kalau aku nggak bisa menepati janji-janji kita."

"Nggak apa-apa, memang sudah seharusnya." Arga mengelus pucuk kepala Allyza.

Allyza menegakkan kepalanya, lalu mengambil sesuatu di tasnya. "Ini buat kamu, aku harap kamu datang, bersama Sania juga boleh." Allyza tersenyum sembari memberi undangan pernikahannya.

Arga mengambilnya dengan tangan gemetar. Siapa yang akan baik-baik saja saat tau orang yang kamu sayang akan menikah? Tidak ada. "Allyza dan Fahmi," gumamnya.

"Aku pergi dulu ya, Ga. Aku minta maaf sekali lagi sama kamu. Terima kasih sudah hadir dalam hidupku. Aku mengerti ini takdir Allah yang diberikan pada kita. Kita memang ditakdirkan bersama, namun tidak untuk bersatu," ujar Allyza di tengah isakannya. "Aku sudah maafkan masa lalu, Ga. Semoga langkah ini merupakan awal kebahagiaan aku ke depannya," imbuhnya, menenangkan hati yang semakin sesak.

Arga tersenyum, senyum yang dipaksakan. Walaupun dia tidak ingin tersenyum paksa, namun hatinya tidak bisa diajak kerjasama untuk tersenyum. Terlalu sakit hatinya saat ini. Arga akan mencoba melepaskan Allyza, untuk selamanya. Memang begitu seharusnya. Dia dan Allyza ditakdirkan hanya untuk bersama, bukan bersatu. Ditakdirkan bersama untuk membuat cerita yang akan dikenang.

"Allyza," panggil Arga saat Allyza ingin pergi. "Boleh aku peluk kamu untuk yang terakhir kalinya?"

Pertanyaan Arga membuat Allyza mematung di tempatnya. Ada hati yang ragu untuk menerimanya, namun ada keinginan juga.

"Allyza?" Untuk yang terakhir kalinya, Allyza maju satu langkah, memeluk Arga dengan menangis. Arga tersenyum, membalas pelukan Allyza dengan hangat, menangis di balik punggung perempuan yang sangat ia sayangi.

"Aku dan Sania hanya sebatas teman, tidak lebih," ujar Arga setengah berbisik.

Allyza melepas pelukannya, menghapus air matanya yang tersisa. Ia tidak boleh terlalu lama memeluk Arga. "Aku harus pergi, Ga. Permisi."

Seseorang yang sedang berdiri menghadap kaca menuju arah kamar pun berbalik. Ia menyaksikan semua yang terjadi di dalam sana. Menyaksikan suatu hal yang buat hatinya sakit. Entah apakah ia akan siap bertemu calon istrinya atau tidak, ia tidak tau. Tapi, Fahmi berharap bisa bersikap biasa saja saat bersama Allyza, seolah semua baik-baik saja.

«»

Assalamu'alaikum, hai!
Malam minggu lagi pada ngapain nih? Hayoo ngaku wkwkwk gak usah keluyuran ☺

Jujul update lagi setelah menghilang hampir dua minggu? Iya tau salah :(
Sebenarnya kesibukan di rl gak harus jadi alasan untuk gak update, Jujul aja yang kurang bisa atur waktu 😭 *mengakui kesalahan

Dan akhirnya Jujul meluangkan waktu untuk pindahin versi revisi dari word ke wattpad :). Setelah lakuin itu lega banget euy berasa gada beban ckckckck.

Semoga part ini bisa menghibur kalian yaa ❤

Vote, comment, and share!
Oh iya, follow ig Jujul yaa @zulfasafina
Yang mau difollback dm aja, always open 😚

Sekian, see you love ❤

27 Februari 2021

Until the dustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang