Isi 33

4.4K 179 28
                                    

•Teror•
Rasa ketakutan semakin menambah jika tidak bisa mengendalikan pikiran sendiri. Karena otak dapat merespon tubuh.

Satu minggu ke depan Aliya dan Raina akan tinggal di rumah Allyza. Atas permintaan Arif agar menemani sang kakak di rumah. Ayah dari ketiga anak perempuan itu juga khawatir jika anak sulungnya kenapa-kenapa selama hamil.

Saat ini mereka lagi belanja di supermarket, membeli berbagai sayuran dan kebutuhan dapur lainnya.

Allyza membagi tugas, ia mencari sayuran, Aliya mencari buah, dan Raina mencari kebutuhan tambahan, seperti camilan pastinya.

Allyza mendorong trolinya ke lorong sayuran, mengambil sayur kangkung, labu siam, kol, wortel dan lainnya lalu dimasukkan ke dalam troli. Salah satu alasan ia membeli bahan dapur di supermarket, yaitu selalu segar.

Setelah memilah sayuran, ia membalikkan badan. Namun, Allyza menabrak seseorang hingga belanjaannya jatuh.

"Maaf, saya tidak lihat jika ada orang," ujar Allyza menunduk. Ia merutuki kesalahannya saat ini. 

"Tidak apa-apa. Mari saya bantu."

Seseorang itu membantu Allyza menaruh belanjaannya di troli. Sepatu hitam yang melekat pada kaki orang itu terasa tidak asing. Allyza mendongak, matanya terbelalak saat mengetahui seseorang yang ia tabrak.

"Pak Bian?"

Laki-laki sang pemilik sepatu itu tersenyum. "Lain kali hati-hati. Saya duluan, permisi."

Belum sempat Allyza mengucapkan terima kasih, Pak Bian sudah pergi menjauh. Saat ingin mengejar, Raina memanggil.

"Kak!"

Allyza menoleh, mendorong troli dengan langkah ragu menuju adiknya.

"Sudah selesai. Ayo ke kasir, Raina lapar."

Rasa penasaran mengapa bisa bertemu dosennya ia kubur dalam-dalam. Mungkin hanya kebetulan saja bertemu dengan Pak Bian.

Tapi, tidak ada yang namanya kebetulan, kan?

«»

Sore hari Allyza membersihkan taman, menyiram tanaman yang sudah lama tak ia perhatikan. Masa kehamilan pertamanya tak boleh ia bawa malas, jika malas berkelanjutan bisa bahaya, bisa menurun ke anaknya.

Ia menggunting ujung tanaman yang sudah mulai rusak, lalu dibuangnya ke tempat sampah. Taman yang waktu itu sempat ia rapikan kembali liar, tanaman mengering dan dedaunan layu.

Aliya sedang duduk di gazebo sambil membaca buku kedokterannya. Sedangkan, Raina sedang sibuk hapalan alquran di ayunan dekat gazebo.

Allyza tersenyum melihat kedua adiknya yang sedang sibuk mengejar cita-citanya agar terwujud. Ia jadi rindu kenangan waktu kecil mereka yang sering berkumpul sore hari di gazebo rumahnya bersama Dena.

Setelah selesai mengurus tanaman, ia pergi ke gazebo, namun langkahnya terhenti karena ada sesuatu gumpalan di bawah kakinya yang tak sengaja ia injak.

Allyza membungkuk, mengambil gumpalan itu, seketika tangannya gemeteran, takut akan hal yang pernah ia dapati.

Congrats!

Lagi, untuk kesekuan kalinya ia mendapati surat dengan tulisan yang sama. Raut wajahnya berubah menjadi ketakutan. Ia mengamati keadaan sekitar, hanya ada dia dan kedua adiknya, tidak ada orang lain.

Tiba-tiba terdengar suara pecahan piring dari dapur. PRAAANGG!

Mereka sontak menengok ke arah sumber suara, saling melirik satu sama lain lalu menuju dapur.

Until the dustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang