Isi 25

4.8K 174 13
                                    

Kejutan Kecil

Rasa marah dan canggung masih ada di hati Allyza, namun sang suami mencoba untuk membuat ia baik lagi. Tidak ada pembahasan semalam, mungkin Fahmi akan membahasnya nanti. Sekarang ia mau mengajak Allyza ke suatu tempat sebelum ke rumah orang tuanya.

Mereka mampir ke idm untuk membeli beberapa cemilan. Sepasang suami istri itu jalan beriringan namun ada jarak.

Saat Allyza mengambil beberapa cemilan, ada sebuah kertas kecil terlipat yang terjatuh. Ia berjongkok, mengedarkan pandangan di sekitarnya, tidak ada orang kecuali ia dan suaminya di lorong itu. Tertera nama Allyza di kertas itu, ia membukanya.

Congrats!

Allyza mengernyitkan dahinya, ia seperti pernah menemukan kertas ini sebelumnya.

Kedua kalinya aku mendapatkan surat yang isinya sama.

"Hei!" Fahmi menepuk bahu Allyza membuat ia terkejut. "Kamu kenapa?" tanyanya.

Allyza gelagapan, ia meremas kertas itu lalu dimasukkan ke dalam saku bajunya.

"Ada yang kamu sembunyikan, Za?"

Allyza menggeleng. "Sudah selesai, ayo ke kasir, Mas," dustanya. Fahmi sempat curiga namun ia menurut.

Mereka melanjutkan perjalanan, di dalam mobil tak ada percakapan, suara musik pun tidak ada, mereka sama-sama hanyut dalam pikiran masing-masing.

"Sudah sampai, ayo turun." Fahmi memakirkan mobilnya, membuka sabuk pengamannya dan juga Allyza.

"Eh?" Allyza mengedarkan pandangannya. "Ke pantai, Mas?"

"Iya. Ayo turun, Mas ambil cemilannya dulu, ya."

Fahmi menyodorkan topi pantai pada Allyza setelah mengambil cemilan. "Pakai topinya, Za."

"Makasih." Allyza memakai topi pantainya, cuaca pagi menjelang siang memang sedikit panas.

Angin berembus kencang menyambut kedatangan mereka. Butiran pasir berterbangan tak terarah. Fahmi menggandeng tangan Allyza. "Hati-hati jalannya soalnya berpasir."

Allyza mengangguk, ia mengikuti ke mana Fahmi membawanya.

"Kita bakal nginap di sini, Mas?" tanya Allyza, mereka sudah sampai di sebuah vila. Kalau biasanya vila di pegunungan, kini vila ada di pantai.

"Nggak, kita istirahat dulu di sini, nanti sore kita pergi ke rumah Mama." Allyza mengangguk paham.

"Punya kamu, Mas?"

"Bukan, punya almarhum nenek sama kakek." Allyza menaruh barang perlengkapan dan cemilan di atas meja.

"Masih jam setengah sepuluh, ayo duha, Mas," ajak Allyza lalu mereka salat berjemaah.

Air ombak yang berderu membasahi pasir sesanggupnya ia berombak. Warna air yang keruh tapi tidak seutuhnya masih menyisakan keindahan pantai. Dan terik panas matahari tak mematahkan semangat sepasang suami istri yang menelusuri tepi pantai. Sesekali mereka tersenyum walau hati masih sama-sama kacau.

"Berhenti dulu, Za,"

"Hm?"

Fahmi meraih pundak Allyza memutarkan tubuhnya menghadap pantai. "Coba rasakan ombak yang berderu, dengarkan suaranya dan resapin." Fahmi memeluk pinggang istrinya dari belakang, menghirup aroma tubuh dari sang istri.

"Mas minta maaf soal semalam, Za. Maaf karena sudah bilang kamu anak kecil. Mas sadar atas kesalahan Mas. I miss you so much, honey," bisik Fahmi membuat Allyza merasakan sesuatu di perutnya.

Until the dustOù les histoires vivent. Découvrez maintenant