Isi 42

4K 175 16
                                    

•Menuju Akhir•

Setelah melewati pemulihan, dan memperbaiki keadaan, akhirnya Allyza diperbolehkan pulang.

Malam hari yang sunyi, Allyza terbangun pukul sebelas malam. Akibat musibah yang menimpanya, mengakibatkan ia susah tidur karena sering memikirkan kejadian buruk itu.

Angin berembus dari luar. Allyza memicingkan mata, pintu balkon terbuka dan ada sosok laki-laki di sana.

Ia mengerjapkan matanya, beranjak dari kasur menuju balkon. "Mas?"

Fahmi menoleh, menggenggam secangkir kopi hitam. "Belum tidur?"

Allyza mengangguk pelan. "Nggak bisa tidur. Mas ngapain malam-malam di balkon?"

"Cari udara segar," jawabnya singkat.

"Ada apa, Mas?"

Allyza berdiri di depan Fahmi, meraih kopi di genggamannya. "Ini kopi hitam, Mas. Bukannya kamu nggak suka?"

Fahmi mengangguk kecil, menuntun Allyza duduk di bangku kecil.

"Ada yang mau Mas bicarakan, Za," tuturnya.

"Bicarakan apa, Mas?"

Fahmi menghela napas panjang. "Besok Mas harus balik ke Nunukan."

Kalimat pernyataan Fahmi membuat Allyza terdiam di tempatnya. Dingin yang menusuk kulit seketika membawa kesesakan.

"Mas akan meninggalkan Allyza lagi?"

"Mas sudah janji nggak bakal ninggalin kamu, Za. Jadi, Mas mau kamu ikut ke sana."

Allyza melirik suaminya. "Maksudnya?"

"Mas mau Allyza ikut ke Nunukan. Menemani Mas di sana."

Mendengar pernyataan itu membuat mata Allyza berbinar. "Serius, Mas?"

"Iya. Mas belum bisa balik lagi ke sini, masa kerja di sana dua sampai tiga tahun. Maka dari itu, Mas mau kamu ikut ke sana."

Allyza tersenyum tipis.

"Berarti Allyza harus mengundurkan diri dari sekolah, Mas."

Fahmi mengangguk.

"Iya, Za. Di sana juga ada sekolah yang dibangun oleh para warga. Walaupun bangunannya kecil, namun tersedia fasilitas untuk tempat belajar."

"Jadi, Allyza bisa mengajar di sana?"

"Iya, sayang."

Allyza memeluk suaminya erat.

"Makasih sudah beri kesempatan Allyza untuk menemani Mas di sana. Aku janji akan belajar menjadi istri yang lebih baik lagi."

Fahmi tersenyum lebar mendengar respon dari sang istri. Langkahnya tidak salah dalam mengambil keputusan.

«»

Banyak pertimbangan yang harus dipikirkan. Laki-laki paruh baya yang sedang menatap kedua anaknya itu menyilangkan kakinya. Berkali-kali ia menghela napas kasar.

"Kalian yakin?"

Satu pertanyaan yang terlontar membuat sepasang suami istri mengangguk bersamaan.

"Apa kamu berjanji akan menjaga anak saya dan tidak akan mengulangi kesalahan kemarin?"

Fahmi mengangguk yakin. Ia sudah berjanji tidak akan mengulangi kesalahan yang sama.

"Saya berjanji akan menjaga anak Ayah sampai akhir hayat saya," jawabnya.

Until the dustМесто, где живут истории. Откройте их для себя