Isi 39

4K 181 30
                                    

•Musibah•

"Jadi, acara Mas sampai sore?"

Beberapa hari Fahmi di Balikpapan, mereka menghabiskan waktu berdua, saling bercerita keadaan saat berhubungan jarak jauh. Ternyata banyak memberi pengalaman dan pelajaran. Dengan hubungan jarak jauh mereka jadi saling memahami dari berbagai sudut pandang.

"Iya, Mas minta izin sama kamu, boleh?"

Ternyata tujuan Fahmi pulang bukan hanya untuk menemui istrinya, namun ada undangan dari kepala rumah sakit tempat ia bekerja dulu.

"Allyza pengin ikut, lagian boleh bawa pasangan, kan?" Fahmi mengangguk. "Tapi Allyza mengajar, Mas," ucapnya cemberut.

Fahmi mengusap kepala Allyza lembut. "Setelah acara, kita makan malam di luar. Gimana?"

Allyza mengangguk antusias.

"Ayo berangkat!"

Fahmi mengantar Allyza mengajar kemudian pergi ke rumah sakit untuk meghadiri undangan.

Setelah magrib Allyza bersiap. Memakai gamis  berwarna merah marun dan jilbab pasmina warna moka. Ia berdiri di depan cermin, memastikan tampilannya lagi sebelum keluar kamar. Senyumnya terukir saat melihat perut buncit yang terus berkembang.

Allyza meraih tas selempang di gantungan, lalu keluar kamar dan menunggu Fahmi di ruang tamu.

Mas Fahmi :
20 menit lagi Mas sampai, jalanan sedikit macet.

Setelah membaca sebuah pesan singkat dari sang suami, Allyza membaca alquran di ponselnya untuk mengisi waktu luang.

"Shadaqallahul-'adzim." Allyza menyudahi bacaan qurannya saat mendengar suara ketukan pintu di luar.

"Iya, sebentar, Mas."

Allyza melangkahkan kakinya menuju pintu, memutar kunci rumah, lalu membukanya. "Kok ce---"

"Pak Bian?!"

«»

Rasa pusing melanda kepala Allyza, seperti ada yang memukulnya dengan batu. Matanya terbuka perlahan, pandangannya masih samar-samar seolah cahaya lampu sukar untuk menembus.

"Eungg---" racaunya.

Mata yang telah sempurna terbuka seketika terbelalak. Ia berada di dalam kamarnya dengan kondisi tangan dan kaki terikat.

Allyza berusaha mengingat kejadian apa yang menimpanya. Tapi tak mampu mengingat apa pun, hanya rasa nyeri yang melanda.

Terdengar suara air dari dalam kamar mandi. Ia menoleh. "Siapa di dalam?!"

Laki-laki dengan jaket hijau yang dikenakannya keluar dari dalam kamar mandi. Tersenyum licik ke arah Allyza. "Hai, manis."

"Pak Bian? Kenapa Bapak bisa ada di sini?!" teriak Allyza.

Pak Bian menuju meja rias, meraih segelas air mineral, lalu menuangkan sesuatu di dalamnya. Ia menuju Allyza, menyodorkan segelas air itu. "Minum," ucapnya.

"Nggak."

"Tadi kamu pusing, lebih baik minum air dulu!"

"Saya nggak mau. Tolong lepaskan saya!" Allyza memberontak. Air matanya mulai bercucuran.

Until the dustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang