14. Tragedi Kondangan

680 44 6
                                    

Allahumma shalli 'ala sayyidinaa Muhammad wa 'ala alii sayyidinaa Muhammad.

Nasib bukan untuk diratapi, juga bukan disesali. Melainkan untuk diubah dengan kesadaran diri dan hati. Tuhan bilang, "Aku tidak akan mengubah nasib suatu kaum, sebelum mereka mau mengubahnya sendiri". Selama kesempatan itu ada, baiknya gunakan sepenuh jiwa, agar tak menyesal di akhir cerita.

~Takdirku~

***

Suasana damai di pagi hari begitu terasa, saat semilir angin menerpa kulit wajah Shila yang sedang berolahraga menyusuri jalanan kampung. Hawa yang masih begitu segar semakin menambah kecintaannya pada kampung halaman. Terlebih ketika ia mendapat sapaan dari orang-orang sekitar, membuatnya merasa dihargai walau ia tak berasal dari keluarga terpandang.

Keringat merembes membasahi jilbab instan yang Shila kenakan. Meski hanya satu putaran saja, tapi itu sudah cukup menguras energinya. Lebih lagi kegiatannya pagi ini hanya dilakukan seorang diri. Karena orang yang biasanya setia menemani sedang pergi ke luar kota.

Begitu sampai di halaman rumah, Shila langsung membaringkan tubuhnya di teras. Sekadar mengatur deru napas yang masih terengah. Sekaligus menghilangkan keringat yang sudah penuh membasahi seluruh tubuh.

"Sudah pulang, Shil?"

"Udah, Bu," jawab Shila tanpa membuka mata.

"Katanya hari ini kamu mau pergi ke acara pernikahan temanmu ya?"

Mendengar itu, sontak tubuh Shila terangkat. "Sekarang tanggal berapa, Bu?"

"Tanggal 16."

"Astagfirullah!" Shila memekik seraya menepuk keras dahinya. "Terus kado pesanan Shila gimana, udah datang?"

"Ibu simpan di atas meja."

Shila menghela napas, lega. Tak ingin membuang waktu lagi, segera saja ia bangkit. Berniat untuk mandi secepatnya.

"Mau berangkat sama siapa?" Tanya Bu Ema ketika Shila melenggang masuk kamar mandi.

"Mungkin sama Reva."

"Lah, Reva kan masih di Probolinggo."

Kembali, Shila menepuk dahi. "Astaghfirullahal'adzim, dasar pikun," umpatnya. "Gak papa deh, Shila berangkat sendiri aja."

"Yakin?" Bu Ema menatap penuh selidik. "Kenapa gak ajak A Ghani saja," usulnya setelah melihat ada keraguan di wajah Shila.

"Oh iya ya, A Ghani kan ada di sini. Ya Allah, kenapa hari ini Shila jadi banyak lupa sih?"

Bu Ema cukup mengulas senyum. "Makanya jangan Deri terus yang kamu pikirkan."

"Ih, Ibu apaan sih, mana ada Shila mikirin dia," sangkalnya dengan pipi merah.

Setelah mengatakan itu, Shila langsung menutup pintu kamar mandi. Membiarkan Bu Ema tersenyum puas karena telah berhasil menggoda anaknya.

###

Gamis dengan kombinasi abu-navy telah melekat di tubuh mungil Shila. Tinggal menggunakan hijab yang memang satu set dengan gaun, Shila siap menghadiri acara pernikahan teman SMA-nya.

Setelah benar-benar rapi, Shila keluar dari kamar. Tas soren berwarna silver turut serta ia bawa, sebagai tempat menyimpan barang-barang berharga yang selalu menemaninya ke mana-mana. Dilihatnya kamar sang kakak yang masih tertutup rapat.

A Ghani masih tidur? Dari tadi belum kelihatan keluar kamar. Apa dia lagi hibernasi ya. Atau mungkin sedang bertapa minta jodoh kali.

Sambil terkikik menertawakan celetukannya, Shila berjalan mendekati kamar. Begitu berada di depan pintu, gadis itu malah diam tanpa melakukan apa pun. Ia takut mengganggu aktivitas Ghani yang tidak diketahuinya. Putus asa, tangan Shila mulai terangkat. Siap mengetuk pintu di depannya.

Takdirku ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang