×

14 4 5
                                    

Sudah seminggu sejak Johnny akhirnya memiliki tetangga lagi, dan sejak kejadian ia melihat Calum di depan pintu apartemennya itu terakhir kalinya ia melihat Calum, kadang ia mendengar suara gitar listrik dari kamarnya namun langsung lenyap saat Johnny membuka pintu, Johnny pikir Calum tak mau mengganggu kenyamanannya.

Pagi ini Calum berlari menuju lift yang hampir tertutup dan berisi Johnny sendiri, pintu lift tertutup dan meninggalkan kecanggungan cukup kental di sana.

Johnny sedikit terkejut Calum melemparkan senyum padanya, mengingat beberapa hari lalu sangat berbanding terbalik, ia membalas senyumnya, kemudian kembali dikejutkan oleh Calum yang tiba-tiba meminta maaf,

"Uhm, aku minta maaf beberapa hari lalu aku bersikap tidak sopan. Hanya saja itu- mungkin- di kamarmu- ah tidak, teman-"

Johnny mengerenyit, menunggu Calum menyelesaikan perkataannya yang terputus-putus.

"Teman?"

Tanyanya, Calum mengusap tengkuknya canggung sambil tersenyum getir.

"Ah tidak ada."

"Tidak ada? Jelas kau akan mengatakan sesuatu tadi?" Tanya Johnny sambil melangkah keluar lift lalu berdiri di sana menunggu penjelasan Calum.

"Ti-tidak jadi. Kau mau pergi kerja?"

Calum bertanya walaupun hal itu sudah cukup jelas terlihat.

"Sepertinya tidak mungkin memakai jas untuk pergi ke pasar haha. Dan kau? Kuliah?"

"Uh tidak, aku bekerja juga."

Jawab Calum, Johnny mengangguk mengerti sebelum izin untuk pergi duluan.

...

Johnny melangkah sedikit terburu-buru menuju ruangannya, matanya melirik ke mana-mana tak fokus pada jalannya,

"Ayah,"

"Jangan berimajinasi terus,"

"Aku,"

"Ada di kamar apartemen sebelah."

Johnny menghentikan langkah kakinya secara mendadak saat ujung matanya menangkap bayangan seorang anak kecil, di tengoknya pada ujung ruangan yang ia rasa melihatnya di sana, tak ada apapun.

Napasnya memburu, ia kembali melanjutkan langkahnya dengan tergesa-gesa.

'Braakkk'

Johnny menahan umpatannya saat bagian dadanya terasa terbakar, dilihatnya kemeja putih yang ia kenakan sudah tercorak cairan cokelat tua.

"Ma-maaf!"

Pekik pria bertubuh sedikit lebih kecil darinya, tangan yang sebelumnya menggenggam gelas kertas berisi kopi panas itu seketika bergetar mendapati tatapan tajam Johnny.

Johnny tak mengatakan apapun pada mahasiswa magang itu karena ia merasa ini salahnya juga walaupun rasa kesal tetap ada.

Ia mendesah kesal, bingung karena tak mungkin ia pulang namun harus menahan malu dan rasa tak nyaman memakai baju basah juga lengket.

"Hei, Aly, apa anakmu tidak kau titipkan?"

Tanyanya mendadak teringat kejadian tadi, wanita itu mengerenyit sebelum menanggapi pertanyaan Johnny.

"Aku titipkan kok, dari sebelum aku pergi ke sini bahkan." Jawabnya sambil masih berkutat dengan komputer di hadapannya.

Johnny memijat pelipisnya pelan mendengar jawabannya, tubuhnya yang semula bersandar pada kursi dalam sekejap kembali tegap menatap layar laptopnya.

"Tunggu, ada apa ini?! Kenapa kosong?!"

Johnny berusaha tak berteriak histeris melihat folder berisi pekerjaannya yang sudah selesai ia kerjakan kosong melomping.

Tubuhnya berdiri dengan terburu-buru setelah mengecek berkali-kali apa filenya benar-benar terformat atau tidak, lalu berjalan lurus ke arah ruangan seseorang yang ia yakin seratus persen penyebab hancurnya pekerjaannya.

"Hei kau, Hendery!"

Masih wajah panik yang sama dengan yang tadi pagi ia lihat setelah menumpahkan kopi panas ke bajunya.

"Ada apa?"

Tanyanya pelan, walaupun matanya seperti menunjukkan ia sudah mengerti ada apa.

"Kau sudah tahukan? Satu-satunya yang meminjam laptopku itu kau! Bagaimana bisa pekerjaan yang sudah ku selesaikan lenyap begitu saja hah?!"

Rahangnya mengeras, rasa marah yang menumpuk pada orang yang sama dalam waktu berdekatan hanya membuat dirinya ingin menarik kerah laki-laki itu dan melampiaskan kekesalannya.

Hendery seketika berdiri, meminta maaf untuk puluhan kali dan menjelaskan kenapa hal itu bisa terjadi, yang hanya masuk telinga kanan lalu keluar telinga kiri Johnny.

Beberapa teman kerjanya menghampiri dan menenangkannya, Hendery menawarkan untuk menggantikannya namun ia tolak karena dirinya harus mengoreksi kembali dan jika tidak sesuai ia hanya akan dimarahi atasannya lagi, percuma.

Membayangkan dirinya tidak akan tidur semalaman sudah membuatnya lelah tapi mau bagaimana lagi.

•••

kalo hal kyak gitu biasa atau bisa terjadi di dunia perkantoran kan?? Maaf kalo engga karena w kurang ngerti 😂

imaginationWhere stories live. Discover now