Bab Tigapuluh Sembilan

2.3K 272 1
                                    

Abu kembali duduk. Ia membawa paket itu ke tengah-tengah mereka. Sebelumnya, Abu telah membawa gunting dan sebuah cutter.

Dengan persetujuan teman-temannya, Abu membuka paket itu perlahan. Dalam hati berdoa semoga tak ada bangkai ataupun surat aneh lagi. Abu maupun teman-temannya cukup pusing menangani kasus yang bahkan sampai menimbulkan korban seperti ini.

Ya, meski tak banyak yang tahu masalah ini. Mereka tetap yakin para korban yang masih selamat atau pun tidak, merupakan bagian dari rencana ini.

Paket itu terbuka. Tapi mereka belum mau melihatnya. Sungguh trauma dengan apa yang belakangan ini menimpa mereka. Banyak bangkai, ataupun kejadian lainnya. Tapi demi kasus ini, mereka rela menghadapi berbagai kemungkinan buruk yang akan menimpa mereka.

Akhirnya, Titolah yang membuka paket itu. Melihat raut wajah Tito yang tenang-tenang saja, mereka berempat memberanikan diri, turut melihat. Helaan napas lega menyambut begitu mereka melihat isi di dalamnya. Sebuah kertas koran atau memang koran? Entahlah. Mereka belum mengetahuinya lebih lanjut.

Setelah Tito mengambil isinya, barulah mereka tahu bahwa isinya merupakan sebuah foto. Juga sebuah kertas. Foto yang sebenarnya sangat familiar di mata mereka. Namun mereka lupa, di mana pernah melihat foto itu.

Sebuah gambar wanita yang tersamarkan dengan leher dililit sebuah tali. Sungguh familiar namun lagi-lagi mereka masih tak bisa menebaknya.

Memilih untuk melupakannya, Tito membuka sebuah kertas yang juga terdapat di dalam paket. Melihat teman-temannya mendekat, Tito memilih untuk membacakannya.

"Cari aku jika kalian bisa."

Hanya satu kalimat. Namun artinya telah merebak di benak mereka masing-masing. Sebuah kalimat tantangan yang rasa-rasanya tak seru sama sekali untuk dicoba. Mereka tahu, si pelaku telah mengetahui jika mereka tengah mencaritahunya.

Sungguh demi apa pun, mereka rasa, si pelaku ini mempunyai banyak mata-mata selain hantu wanita itu. Menyebalkan.

"Tunggu-tunggu. Gue inget sesuatu, deh." Andre tiba-tiba berseru membuat yang lainnya terkejut.

"Apa? Lo inget apa?" Yang lain pun membalas tak kalah menggebu-gebu.

Andre terlihat memejamkan matanya sebelum kembali membuka. "Koran. Iya koran. Gambar ini tuh gambar yang ada di koran lama itu, lho. Kalian inget nggak?"

Seketika mata mereka melebar. Terkejut karena mengapa bisa mereka baru saja ingat dengan gambar ini. Pantas saja mereka merasa familiar dengan gambar itu.

"Koran lama itu ada nggak? Siapa yang pegang?"

Abu lantas bangkit tanpa merespon ucapan salah satu dari mereka. Mencari-cari di mana gerangan koran itu berada. Pasalnya, Abu lupa di mana terakhir kali ia menyimpan koran itu. Bisa gawat kalau sampai koran lama ini dibuang oleh ibunya. Alamat mereka tak akan mendapat pemcerahan dari masalah ini.

Abu mengacak rambutnya, sedikit frustasi. Sontak beranjak keluar bertanya kepada sang ibu yang tengah berada di dapur.

"Mah ... Mamah."

Ibu Abu datang dengan tergesa.

"Ada apa sih? Udah malem lho, ini. Kalian belum tidu?"

Abu menangguk. "Belum ngantuk, Mah. Oh, iya. Mamah liat koran lama nggak? Yang ada di kamar Abu."

Ibu Abu terlihat sedang berpikir keras. Beberapa saat kemudian, ia mengangguk. Disambut hembusan napas lega oleh Abu. "Di mana Mah?"

"Mamah simpen di gudang. Coba kamu cari di sana."

Abu mengangguk lantas melangkah tergesa ke gudang. Sampainya di sana, Abu segera mencari. Mengabaikan tubuhnya yang seketika merasa merinding. Abu bahkan sampai tidak menyadari sesosok makhluk berjalan di belakangnya.

Melangkah pelan dengan tatapan sendu. Jika boleh memilih, ia tak akan pernah melakukan hal itu dulu. Hal yang membuatnya tertahan dan akhirnya menjadi umpan untuk balas dendam.

Bunuh diri.

Bersambung...

300119

Midnight MessageWhere stories live. Discover now