4. Teater Kata

3.5K 663 116
                                    


-

Oops! Această imagine nu respectă Ghidul de Conținut. Pentru a continua publicarea, te rugăm să înlături imaginea sau să încarci o altă imagine.

-

-

Kepala Bening melongok ke dalam ruang teater sore itu. Bila diperhatikan, aura serius ditambah suara menghentak seorang cowok dari dalam, dapat dipastikan latihan hari ini sudah dimulai sedari tadi. Kedua bola matanya lalu bergerak memilah-milah keberadaan Pak Gumilar di antara semua wajah di sana. Namun, nihil. Itu berarti ia aman kali ini.

Bening yang kehabisan nafas akibat berlari sepanjang lorong, lalu menegakkan tubuh dan merapikan rambut lurus sebahu miliknya yang sudah pasti berantakan tidak tentu arah. Hati-hati ia pun berjalan mengendap masuk ke dalam ruangan.

Di sana, semua anggota teater Kata terlihat khusyuk duduk pada lantai ruangan sambil melingkari cowok yang sibuk bermonolog di tengah mereka. Masih dengan posisi mengendap, Bening diam-diam mengamati sosok itu. Sesosok cowok dengan tinggi mungkin hanya beberapa senti melebihi dirinya, berkulit sedikit gelap, rambut pendek bergelombang, dan mata teduh yang menarik.

Tidak hanya matanya, gerakan cowok itu yang semula kelihatan lebay dan overacting saat membawakan sebuah lakon di mata Bening, lama kelamaan justru kelihatan luwes dan menjiwai. Tanpa sadar, Bening mematung dengan emosi yang mendadak meluap-luap dalam hatinya. Entah mengapa. Bisa jadi ini akibat pembawaan si cowok hitam manis di sana.

"Bukan aku. Tapi dia—" Tubuh cowok itu mendadak berbalik menghadap Bening. "dia sinting!"

Bening yang hendak berjinjit di belakang rambut Okan yang mirip pohon beringin langsung menyumbul terperanjat. Lebih kaget lagi, cowok itu sekarang malah menatapnya dengan ekspresi marah.

"Hai," kata Bening mengangkat tangan kanan dan tersenyum ke arah siswa-siswi lain yang mendadak menjadikannya tontonan.

"Duduk," kata cowok tadi menormalkan wajahnya. "Nah, itu tadi contoh olah vokal dan artikulasi yang baik."

Suara tepuk tangan menggema dibarengi gumaman dan anggukan anak-anak teater yang lain.

"Tumben lo telat, Be?" celetuk Okan dan menepuk tempak kosong disebelahnya.

"Tadi ada perlu sama Bu Nilam dulu," jawab Bening buru-buru duduk si samping Okan. "Dia—siapa?"

"Bang Naga. Tadi Pak Gumilar bilang sebelum pergi, kalau dia pengganti sementaranya Bang Gilang."

Kening Bening mengerut makin penasaran. "Lho kok bi--"

"Buat yang baru dateng dari pada sibuk sendiri, mending perhatiin ke depan. Lagian emang belum ada sesi perkenalan juga kok hari ini, segitu penasarannya sama gue?" Ucapan Naga kontan membuat obrolan Bening dan Okan terhenti. "Daripada bikin persepsi sendiri, mending kalian dengerin dari sumbernya langsung."

"Iya, Bang," jawab Okan sementara Bening merengut sambil mengamati sosok Naga yang baginya terlihat belagu tidak ada obat.

"Oke. Jadi, kenalin nama gue Naga. Buat yang tahu Teater Kelabu atau mungkin pernah lihat kita pentas, gue kerja di situ," terang Naga yang sudah kembali berdiri dan berkeliling memandangi siswa-siswi yang berjumlah tidak lebih dari lima belas orang itu. "Sampingan. Karena sekarang gue masih kuliah semester empat, juniornya Bang Gilang."

 [SUDAH TERBIT] Mimpi Sebesar GajahUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum