45

66.5K 5.9K 214
                                    

Reno menatap pasien yang ada di hadapannya. Seorang wanita muda dengan mata terpejam yang berair. Ruam-ruam di kulit. Bibirnya bengkak dan terlihat seperti menyatu.

"Ibu, nama Ibu siapa?" tanya Reno. Wanita itu tidak menyahut. Reno menepuk tangan wanita itu perlahan.

"Ibu, apa yang dirasakan, Bu?" tegurannya lagi.

Mata wanita itu spontan terbuka. Dia bersuara tapi tidak jelas. Tangannya mengepal ke sisi tubuh. Ketika Reno menepuk kakinya, wanita itu mengangkatnya.

"GCS 4-6, Stupor," ucap Reno pada para koas yang sibuk mencatat.

"Kak Catur, NRBM!" seru Reno.

"Baik, Dok!" Catur segera mengambil masker yang memiliki kantong, menyambungkannya pada tabung oksigen dan memasangkanya pasien yang baru saja datang itu.

"Infus RL, terapi dexamethason," seru Reno pada staf IGD yang lain. Para perawat segera menjalankan titah Reno. Sementara itu Reno menghampiri keluarga pasien.

Agmi dan Nindy mengintip ke ruang triase dari balik tirai dengan kepo. Karena mereka bukan koas EM jadi mereka tidak ikut menangani pasien itu. Sudah terlalu banyak orang di sana bisa membuat pasien tidak nyaman. Mereka sebenarnya ditugaskan observasi pasien lainnya. Pasien dengan cedera kepala ringan akibat jatuh dari motor semalam.

Agmi tidak begitu simpatik sih dengan bocah ini karena dia jatuh akibat balapan motor liar. Tidak hanya satu dua anak yang pernah masuk ke IGD dalam kondisi seperti ini. Ajaibnya tidak pernah ada yang kapok. Kejadian seperti ini selalu terulang. Karena kondisi pasien sudah cukup stabil, sambil observasi, Agmi dan Nindy kepo dengan pasien yang baru masuk ke IGD itu.

Otak Agmi memproses informasi yang dia dengar dari ucapan Reno. Kalau kesadarannya sampai stupor dan sampai perlu NRBM (Non Rebreathing Mask) jelas kondisi pasien sangat buruk.

"Bagaimana kronologi kejadian? Kenapa Bu Mirna bisa begini, Pak?" tanya Reno pada lelaki muda yang membawa pasien ke IGD. Orang itu mengaku sebagai suami dari Bu Mirna.

"Saya tidak tahu, Dok. Tadi istri saya badannya demam, lalu saya beri minum paracetamol saja seperti biasa. Tahu-tahu dia sudah begini," jelas pria berkepala plontos itu gugup.

Wajah Reno tampak menegang. "SJS," desisnya.

"SJS? Steven Johnson Syndrom?" bisik Agmi yang mendengarkan ucapan Reno barusan. SJS adalah kegawatdaruratan yang menyerang kulit, selaput lendir, dan mata. Penyebabnya adalah akibat reaksi hipersensitif atau alergi yang dipicu oleh obat-obatan dan bakteri. Ini adalah penyakit akut yang berbahaya bahkan bisa mengakibatkan kematian.

"Apakah bahaya, Dok?" tanya suami pasien yang memucat wajahnya.

"Kami akan memberikan perawatan terbaik. Bapak bisa duduk dulu saja," senyum Reno. Residen itu kemudian berlari menuju konter dan mengambil gagang telepon.

"Halo, Ini Dokter Reno, IGD. Tolong sambungkan aku ke Dokter Andrea," ucap Reno.

Agmi mengingat nama Dokter Andrea. Itu adalah nama salah satu sepupu Reno yang kemarin juga hadir di acara arisan keluarga kemarin. Kalau nggak salah dokter itu adalah residen spesialis mata.

Setelah sibuk menelepon Dokter Andrea, tampaknya Reno juga menelepon sepupunya yang lain, Dokter Beni dokter spesialis THT, lalu juga sepupu-sepupu lainnya dokter spesialis kulit dan saraf. Emang luar biasa ya Keluarga Prawirohardjo segala jenis bidang kedokteran mereka kuasai. SJS memang penyakit berbahaya yang perlu Konsultasi dengan banyak dokter spesialis lainnya untuk memberikan terapi yang tepat.

Terakhir, Agmi langsung memasang kuping saat Reno minta disambungkan pada Dokter Arlin. Uh, iya ini emang alasan pekerjaan, tapi kenapa harus Dokter Arlin coba? Kan masih ada Dokter Nurani yang sesama penyakit dalam? Bukannya Reno mau menghindari Dokter Arlin? Agmi jadi suudzon.

Terpaksa Menikahi Dokter (Republish) Where stories live. Discover now