"Kehancuran,Kekelaman"

9 2 0
                                    

Walaupun begitu Keluarga tidak akan bertahan selamanya. Kebahagiaan, Kerinduan akan lenyap oleh waktu dan itulah kutukan yang tidak pernah disadari oleh manusia selama berabad-abad. Sesaat sebelum bertemu ayahnya Zen harus mengucapkan salam perpisahan untuk orang tuanya yang selama ini  dia kagumi.

Sesaat dia mengatakan itu. Dia mendengar suara ledakan keras berasal dari gerbang kerajaan. Suara itu tidak memberikannya waktu untuk berpikir dan tubuhnya berlari secepat yang dia bisa. Tubuh mungilnya tidak bisa menghentikan itu semua, bahkan dia sendiri tidak mengetahui apakah ayahnya terlibat dengan itu semua. Air mata menetes padahal dia tidak merasa sedih sama sekali, mulutnya ingin berteriak padahal dia tidak mengerti apa-apa. Namun yang dia rasakan hanyalah firasat buruk akan terjadi pada keluarganya.

Langkah awalnya dia pergi dahulu ke rumahnya dan ingin menemui ibunya dahulu.

Sesaat dia membuka pintu menuju koridor rumah. Yang dia temui hanyalah rumah sunyi seperti rumah tidak berpenghuni. Padahal biasanya anjing kesayangannya pasti akan menggonggong untuk indikator Carley sedang lapar.
Dia pun berteriak

"Ibu, Ibu."

"Ibu tolong jawab aku!"

Awalnya dia ingin berpikir dewasa dan yakin Ibunya pasti sedang pergi untuk mencari hadiah lain untuk ayahnya ataupun pergi ke tempat kantornya dilantai tiga yang memang didesain khusus untuk meredam suara berisik untuknya fokus bekerja. Namun firasat itu tidak memberikan kesempatan untuk memikirkan itu semua.

Dia mengecek dapur,ruang keluarga, koridor depan,koridor samping, dan lantai dua. Karena besarnya rumah ini dia tidak mampu mengecek semua ruangan dengan tubuh mungilnya.

Wajah anak laki-laki yang penuh air mata dan keringat berteriak terus-menerus.

"Ibu mengapa kau tidak menjawabku."

Lalu dia memutuskan untuk pergi ke kantor ibunya yang menjadi pilihan terakhirnya.

Firasat itu menguat dan semakin membuatnya takut saat menginjak anak tangga pertama.

"Tidak ada waktu untuk menahan rasa takut ini. Aku harus melawannya." ucapnya dengan desahan lelah dan tangannya yang memegang kedua lututnya.

Sesaat berada di depan pintu dari kayu jati, dipolesi oleh cat putih yang menjadi warna ciri khas bangsawan terhormat. Zen dengan tinggi tubuh yang rendah harus menjinjit untuk menggapai genggaman pintu.

Disaat itulah dia sadar Eternal pernah berkata Ibunya sedang khawatir dan membutuhkan dirinya.

"Bagaimana perasaan buruk ini bisa berkaitan dengan gadis itu?" Pikiran itu mulai merayapinya dan membuatnya semakin bingung.

Suara genggaman pintu yang dibuka dan jeritan pintu yang terbuka adalah kenangan terburuk dalam hidupnya. Pemandangan gelap itu membuatnya ingin lebih menangis dan membuatnya mual.

Lantai dengan darah merah segar yang menyebar, meja yang sebelumnya tersusun rapi berubah menjadi meja yang terbelah dua dengan anjingnya, Carley yang menggantung pada sebuah tombak yang ditancapkan pada dinding. Darahnya masih menetes ke lantai dengan beberapa organ tak diketahui muncul juga.

Mungkin darah itu hanyalah darah anjing kesayangan Alice dan Zen? Tidak sama sekali! dua tangan yang sudah tersabit ditancapkan pada masing-masing belahan meja dibawahnya tertulis sebuah catatan kecil yang tentunya ada noda darah.

Catatan di meja kiri.
"Lihat cincin di kelingkingnya. Kau menyadarinya bukan? Ini hanyalah sebagian bukti untukmu."

Lalu catatan satunya lagi di meja kanan.
"Aku telah membawanya sesaat kau sedang di taman dan mengobrol sendirian. Aku tidak tahu kau mengobrol dengan siapa tapi aku yakin itu sangat menyenangkan. Kami tidak mempunyai dendam dengan keluargamu namun yang pasti Ayah menyebalkanmulah yang menyebabkan ini semua terjadi. Saat kau mendengar ada suara dentuman itu bearti semuanya telah dimulai."

Eternal:ReminiscenceWhere stories live. Discover now