4. Si Nyasar Pelangi

286 94 14
                                    

Seberapa pun riuh hiruk pikuk keramaian, seberapa pun padat penduduk bumi mengisi kesepian.
Aku selalu tahu.
Kamu selalu berhasil menemukanku, di mana pun itu, karena itu kamu.
☔☔☔

"Gelang sipaku gelang, gelang si rama-rama mari pulang, marilah pulang, marilah bersama-sama."

Dunia milik Pelangi itu sepi, terasa mengambang hampa antara batasan hidupnya yang tak punya arah tujuan. Kakinya melangkah ke mana pun yang dia inginkan asal tidak sunyi. Ke mana saja asal ia merasa dikerumunan ramai, tak jarang kebiasaannya mencari tempat ramai kerap kali membuatnya tersasar. Lalu ketika ia kelelahan mencari arah, Pelangi hanya menatap sekitarnya. Membuka payung merah hingga lebar, berlindung di baliknya sendirian. Tak ambil pusing dengan segala hal berlalu lalang, ia akan duduk di tepi trotoar, menikmati semilir angin, debu jalanan, atau kepulan asap knalpot. Tidak ada yang spesial, tapi Pelangi senang melakukannya.

Mama sudah beberapa kali memarahinya yang selalu tak apal jalan pulang, atau menceramahinya sampai berjam-jam lamanya.

Pelangi mendengar, tapi tetap nyasar. Makanya ia pernah membuat peta di notes seperti punya Dora, penunjuk jalan yang mudah untuk dipahami. Dan notes itu sekarang hilang, jadilah ia ikut hilang. Satu-satunya yang ingat hanya angkot berwarna kuning, selebihnya kabur.

Terik matahari di atas sana menyengat untung ia selalu siap sedia payung, hinggar binggar keramaian terlewatkan, suara-suara bising.

Ketika dikerumana rasa sendiri tetap mencengkam, tapi riuhnya cukup menghilang sunyi.
Bersenandung memeluk kedua lututnya. Pohon besar di belakang berdesir mengantar angin menyegarkan tubuh. Seberang sana ruko-ruko pakaian terpajang. Mama barangkali tidak akan marah padanya kalau Pelangi hanya sekadar tersasar, namun sialnya Pelangi selalu tersasar saat ponsel juga tidak memiliki daya.

Si ceroboh Pelangi, membuat Russel kadangkala mengumpat.

Langit biru bersama kepul-kepul awan putih berterbangan, Pelangi memejam mata, tidak berusaha mengingat jalan, tapi kejadian beberapa jam di sekolah tadi menarik memorinya keluar. Tentang Haysel. Cowok aneh penghuni bangku sebelah, yang akhir-akhir ini memberi tahu Pelangi bahwa dia bisa memainkan gitar, yang akhir-akhir ini Pelangi ketahui memiliki suara indah.

"Pelangi!" Wajah cowok tersebut nampak panik, memegang bahu si gadis.

"Kenapa?"

Kelas sedang dalam jam kosong, panggilan nyaris terdengar seperti teriakan itu tentu saja berhasil menarik banyak penghuni kelas melirik, Haysel dengan plastik es teh masih digigit, masuk tiba-tiba menghampiri Pelangi yang tengah duduk santai menikmati jam kosong melamun panjang, wajahnya jadi linglung ketika Haysel datang menghampiri.

"Hape gue ilang," bilangnya dengan serius, lalu menyeruput tehnya sampai ludes, membuang bungkusnya seberangang, alhasil mendapat plototan dari yang piket. Haysel cengegesan balik memunggut sampahnya, dimasuki kantung celana.

"Lo bawa hape gak? Gue pinjem dong."

Pelangi mengerjap-ngejap mata segera meraba laci meja mencari ponsel, menyerahkan pada Haysel.

"Makasih, gue pinjem bentar ya."

Tidak menaruh kecurigaan sama sekali, Pelangi mengangguk-angguk saja. Ponsel berwarna biru dan cassing transparan tertempel banyak stiker-stiker lucu.
Sibuk mengotak-atik benda pipih tersebut, seperkian detik kemudian suara dering berbunyi. Bukan.

Desir ArahWhere stories live. Discover now