🐥Fase.18🐥

103 7 4
                                    


     Vano mulai berenang dari ujung hingga keujung tanpa berhenti, padahal waktu sudah menunjukan pukul delapan malam. Tanpa di sadari Tion dan Glen, kakanya sedang menatap Vano dari balkon kamar Glen.

     Tion menghela nafas berat, ketika melihat kondisi anak ke duanya yang berantakan. "Glen, tenangin adikmu. Ayah masih ada urusan sebentar" Ucap Tion sebelum akhirnya pergi meninggalkan Glen.

     Glen dengan cepat melangkah menuju kolam renang, di sana sudah ada Vano yang duduk terdiam dengan pandangan kosong.

     "Van" Panggil Glen sambil melemparkan handuk pada Vano. Spontan Vano menerimanya,

     Glen duduk di sebelah Vano tepatnya di tepi kolam renang, "ikut gue keluar"

     "Ngapain?" Tanya Vano,

     Glen hanya mengendikan bahunya untuk menjawab pertanyaan Vano. Alhasil Vano menurut saja mengikuti Glen dari belakang.

     Disisi lain Alana tengah membalut tangannya menggunakan perban, tentu saja tidak sendiri tapi bersama Natha. Yap, karena saat ini Alana berada di rumah Natha, jika ia pulang kerumah pasti ia akan di banjiri pertanyaan oleh kaka dan ibunya.

     Natha menaruh segelas cokelat panas di hadapan Alana, terlalu aneh melihat Alana yang begitu berantakan kondisinya. Seolah Alana habis bertarung dengan puluhan mafia.

     "Jadi, lo dah bilang sama Vano kalo lo suka sama dia?" Tanya Natha, Alana hanya membalas dengan anggukan singkat.

     Detik berikutnya Davy datang membawa beberapa cemilan untuk Natha dan Alana. Kedua bola mata Davy membulat sempurna saat melihat tangan Alana yang sudah terbalut perban.

     "Ya ampun, tangan lo kenapa? Kita bawa kedokter ya, gue takut tangan lo infeksi atau kenapa" ucap Davy,

     Alana menggeleng pelan, sementara Natha malah mendorong Davy hingga jatuh ke atas sofa, menurut Natha, Davy terlalu berlebihan menanggapi Alana.

     "Lebay, giliran gue aja yang kemarin terkilir dia biasa aja" gumam Natha sambil memasukan kacang ke mulutnya.

     Alana masih diam menatap kosong ke depan, apa ia terlalu bodoh hingga mengaku itu semua pada Vano.

     "Ogeb, itu coklat gue. Ngapain di minum?" Tanya Alana saat matanya menangkap Davy meminum cokelat panas yang Natha buat.

     "Lagian dari tadi di anggurin, ya gue minum lah. Oh ya tangan lo kenapa sampe bisa kaya gitu?"

     "Ngga papa, jatuh tadi waktu mau masuk mobil" Jawab Alana, Davy hanya ber oh ria menanggapi jawaban Alana yang 100% Davy tau Alana berbohong.

     Natha makin jengah dengan suasana yang terjadi, ia memutuskan untuk masuk ke dalam kamarnya.

     Baru beberapa langkah dari sofa tempat Alana duduk, pintu rumah sudah kembali terketuk. Natha mengurungkan niatnya untuk berjalan ke kamarnya.

     Ditariknya pegangan pintu hingga akhirnya terbuka, di sana tengah berdiri seorang laki laki yang seluruh pakaiannya basah.

     "Irza? Ya ampun, sini masuk" Ucap Natha dengan bangganya. Bagaimana tidak bangga jika yang datang adalah Irza. Beruntungnya Alana dan Davy sedang ada di ruang keluarga jadi mereka tidak akan bisa melihat dengan jelas siapa yang datang.

     Irza melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah Natha, baru selangkah masuk ia sudah kembali ketempatnya.

     Dahi Natha berkerut, "kenapa?"

     "Gue basah kuyup, nanti rumah lo becek"

     "Ya ampun Za, masuk aja. Toh becek karena air bukan darah"

     Irza mengangguk, ia kembali masuk ke dalam rumah Natha. Sejenak matanya terpesona oleh semua dekorasi di rumah Natha. Benar saja Natha pintar menggambar ternyata itu menurun dari Ayahnya.

     "Ayah lo suka gambar?" Tanya Irza,

     "Iya" jawab Natha singkat.

     "Lo tunggu sini bentar, gue mau kebelakang" ucap Natha

     Natha berjalan menuju dapur untuk membuatkan cokelat panas, itung itung agar tubuh Irza hangat.

     Setelah membuat Cokelat panas untuk Irza, Natha berjalan ke kamar tamu. Di sana ada beberapa baju laki laki yang sengaja di simpan untuk menghadapi kondisi seperti ini. Natha membereskan sebentar kamar itu lalu kembali berjalan ke ruang tamu bersama cokelat panas yang ia bawa.

     Irza menatap Natha saat Natha menaruh cokelat panas di hadapannya.

     "Za, ganti baju gih. Dari pada masuk angin" ucap Natha,

     "Tapi gue ngga bawa baju Tha"

     "Tenang kali Za, gue juga ngerti. Ayo gue anter ke kamar tamu" Natha berdiri, berjalan lebih dulu, sementara Irza mengikutinya dari belakang.

     Alana dan Davy langsung saling memandang saat melihat Natha mengantar Irza ke kamar tamu. Karena kebetulan Kamar tamu dekat dengan ruang keluarga.

     "Lo tinggal pilih aja bajunya yang muat sama lo"

     "Oh, oke" Ucap Irza sebelum akhirnya menutup pintu kamar itu. Ketika Natha berbalik badan ia langsung mendapat tatapan tajam dari Alana dan Davy.

     "Sejak kapan Irza jadi suka ke rumah lo?" Tanya Alana dengan nada menggebu,

     Natha memutar bola matanya jengah, "ini aja baru pertama kalinya dia mampir. Itupun karena hujan, coba kalo ngga hujan pasti dia ngga mau ke sini"

     Alana dan Davy mengangguk mengerti, tapi yang mereka tidak mengerti adalah kenapa sekarang malah Natha yang berada di posisi Alana saat Alana bersama Vano.

____________________
to be continued

METAMORFOSAWhere stories live. Discover now