3 hmm revisi

21K 1.5K 20
                                    


Syukron guys :) boleh minta komennya tentang cerita ini?

Buat semangat, siapa tau ada yang kurang bagus gitu?

Happy reading guys...

****

Setelah selesai dari tugasnya, Dirga membersihkan tubuhnya yang lengket karena keringat. Menghangatkan kembali otaknya karena berpikir keras seharian. Tugasnya mengabdi pada negara, seluruh jiwa raganya ia korbankan untuk melindungi negaranya. Sudah menjadi tanggung jawabnya. Dirga menyalakan shower, lalu air membasahi mulai kepala mengalir kebawah. Segar, itu lah yang Dirga rasakan. Tiba-tiba, ia teringat pada kertas putih yang tergoreskan tinta hitam membentuk rangkaian huruf arab. Jika di baca huruf arab itu, Angkasa Dirgantara. Ia masih penasaran, siapakah yang menaruh kertas bertuliskan namanya dengan menggunakan huruf arab, itu? Mending kalau cuma satu ia menemukannya, ia masih memakhlumi. Tapi, di setiap harinya ia selalu menemukan kertas itu, tak lupa dengan embel-embel 'jangan lupa salat, iya akhy :). Kata-katanya tak pernah berubah, hanya itu saja dan nama Dirga. Tak lupa dengan inisial S.

Dirga keluar dari kamar mandi dengan pakaian lengkap, ia kembali membuka loker nakas yang berada di samping ranjangnya. Ia mengambil kotak biru muda dan membuka isinya. Isinya hanya kertas putih yang ia dapatkan tujuh tahun yang lalu ketika ia masih sekolah di SMA. Ia masih menyimpannya rapi, sampai sekarang, ia belum menemukan siapa pemilik kertas itu. Penasaran? Banget! Dirga sudah berusaha mencari tahu, tapi selalu gagal. Mungkin orang itu terlalu lihai. Pernah sekali Dirga membuat kesepatan sendiri, jika ia berhasil menemukan gadis penulis itu, ia akan menjadikannya permaisuri. Tapi, ia tak pernah mendapatkannya, sampai ia gila sendiri karena kertas putih itu.

Dirga terus memandangi tulisan indah arab itu yang merangkai namanya.

"Coba, aku menemukanmu, akan ku jadikan pacar halalku. Aku yakin, jika kamu wanita baik-baik," katanya lirih sembari memegang satu lembar kerta putih itu, "Tapi itu sebelum aku jatuh hati pada Ara," lanjutnya kemudian.

Jika ia bisa menemukan gadis itu, Dirga akan menikahinya. Terlalu konyol, tapi ia yakin jika itu gadis baik-baik. Semuanya terjadi begitu saja sampai ia menemukan Ara dan mulai jatuh hati pada Ara. Tentu saja ide konyol yang akan menikahi gadis misterius pasti sudah gagal secara otomatis. 

Dirga memasukkan kembali kotak itu ke dalam lokernya. Ia segera mengambil air wudhu dan melaksanakan salat Isya' berjamaah di masjid dekat rumahnya. Ia selalu menyisihkan waktu untuk curhat kepada Allah Swt. Waktunya mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya karena sudah di beri napas hingga saat ini.

"Ma, Dirga ke masjid. Papa, mana?" tanyanya pada ibunda tercinta.

"Papa udah duluan tadi. Di kira kamu nggak ikut,"

"Ya udah, Dirga duluan ya, Ma. Assalamualaykum," pamit Dirga sembari mengecup punggung tangan Mamanya.

"Waalaykumsalam,"

***

Berbeda dengan Salsa, gadis itu masih berada di rumah sakit, tepatnya di ruang operasi. Malam ini adalah jadwal operasinya. Ia harus bersikap profesional, tidak boleh mencampur adukkan masalahnya ke dalam pekerjaan yang mainstream ini. Semua yang ada di dalam ruang operasi sudah siap dengan masker, sarung tangan dan jubah berwarna hijau. Mereka melakukan doa bersama sebentar, meminta Tuhan agar mengizinkan dan merestui jalannya operasi sampai selesai.

Suasana berubah menjadi tegang ketika tangan-tangan mereka mulai melakukan kegiatan operasi. Mereka menatap intens tubuh yang di operasi itu. Sembari di dalam hati terus berdoa agar operasi berjalan lancar atas izin-Nya.

***

Setelah tiga jam berkutik dalam suasana yang tegang karena operasi, akhirnya Salsa bisa bernapas lega. Ia melepaskan jas putihnya dan duduk di bangku kebesarannya.

Ia mengela keringat yang muncul di dahinya. Operasi berjalan dengan lancar. Tentu saja Salsa senang bukan main. Semua atas izin-Nya. Ia melirik jam cantik di pergelangan tangannya, menunjukkan pukul 11 malam. Merapikan mejanya sebentar kemudian bangkit lagi. Mengambil jaket levis dan memakainya. Salsa keluar dari ruangannya sembari membawa tas ransel di punggung kecilnya. Waktunya istirahat karena jadwalnya untuk hari ini sudah selesai.

Sembari berjalan, ia melantunkan surah Al-Kahfi karena ini malam jum'at sangatlah bagus untuk membaca surah itu.  Setiap hari jum'at, ia selalu membaca satu surah Al-Kahfi.

Salsa sengaja membawa mobil pribadi karena ia tahu, selesai operasi pasti larut malam. Akan bahaya jika dirinya menaiki motor matic seperti biasa. Toh, jalanan di malam hari juga terlalu senggang dan tidak macet.

Salsa memasuki mobil honda jazz mininya. Menaruh tas ranselnya di samping kemudi. Lalu menyalakan mesin mobilnya dan bergegas keluar dari area rumah sakit pusat Al-Akbar. Tak lupa ia mendengarkan sebuah nyanyian rindu akan Baginda Nabi Muhammad yang di nyanyikan salah satu penyanyi terkenal dari Turkey.

Di tengah jalan, perut Salsa merasakan lapar. Ia hampir melupakan cacing di dalam perutnya sudah berkoar-koar minta di isi. Alhasil, ia harus mampir ke salah satu restoran yang buka 24 jam.

Setelah memarkirkan mobilnya, ia segera memasuki restoran itu. Mengambil tempat duduk dan memesan. Sembari menunggu pesanannya datang, ia mengabari bundanya agar tidak cemas menunggu kedatangannya.

"Sendiri?" tiba-tiba suara bariton telah mengagetkan dirinya ketika menyudahi teleponnya dengan sang bunda.

Salsa mendongak menatap lebar siapa pria itu.

"Ka-Kak Dirga? Ko-k d-disini?" entahlah karena apa, setiap kali melihat pria itu, Salsa selalu gugup dalam bicara. Kata istighfar keluar dari mulutnya beberapa kali.

Tenang Sal. Dia udah punya tunangan. Jangan mikirin dia lagi....batinnya bersorak sedih.

"Ini tempat umum." katanya begitu dingin dan ketegasan yang begitu kental.

"Oh, iya kak," kata Salsa mengacuhkan. Mulutnya mengacuhkan, tapi hatinya berdetak kencang.

"Habis ada, operasi?" tanya pria itu lagi. Kini, Dirga malah duduk di hadapan Salsa. Salsa semakin menggeram karena setan telah berkoar-koar di dalam otaknya.

"Iya," jawabnya singkat. Tentu saja Salsa tidak mau bermain kontak mata dengan lelaki yang belum mahramnya. Salsa juga bisa melihat jika Dirga adalah pria yang menghargai wanita.

"Ya sudah, saya tinggal dulu. Assalamualaykum," pamit Dirga lalu bamgkit dari duduknya dan berjalan keluar.

"Waalaykumsalam," kata Salsa. Salsa tahu betul, mengapa Dirga menyapanya. Karena Dirga tahu, jika Salsa adalah adik sepupu dari calon istrinya. Ya, ia menyapa karena itu, bukan lebih. Hanya sekedar adek sepupu tunangannya.

Air mata Salsa hampir saja keluar ketika serorang pelayan mengantar pesanannya. Ia ingin menangis saat ini. Menangis karena dirinya terlalu bodoh. Menangis karena dirinya menyukai calon suami sepupunya sendiri. Salsa seperti wanita tak ada harganya.

Alih-alih memperhatikan masalah tadi, Salsa berusaha mengingat rasa laparnya saja. Bukankah tujuannya kesini untuk mengisi perutnya yang, lapar?

Jika tidak di makan, Salsa pasti mubazir telah membuang makanan ini. Alhasil, ia harus menghabiskan makannya. Makanan rezeki dari Allah SWT.

Imamku, Tentaraku Where stories live. Discover now