Chapter 20

9.5K 684 2
                                    

Bunyi alarm yang cukup nyaring mengusik tidurku. Perlahan aku membuka mata, melirik gawaiku yang terletak di atas nakas dan meraihnya.

Aku mematikan alarm dan bergegas bangun. Rencanaku pagi ini, adalah menemui Pak Danu dan kemudian jam 11 nanti, aku akan bertemu dengan Lucia.

Aku melangkah keluar dari kamar, tercium harum masakan makin menggelitik perut kosongku.
Rupanya Naya sedang sibuk di dapur.Harus kuakui masakan Naya itu top banget. Enak dan bikin ketagihan. Dan yang paling mengasyikkan lagi adalah karena Naya doyan masak. Eh, tapi kalo dia lagi gak repot di kantor sih.

Aku berjalan pelan menuju meja makan dan kemudian menarik kursi serta duduk dengan malas-malasan. Perutku udah lapar banget.

"Eh, tuan putri udah bangun!" goda Naya sembari menengok ke arahku.

"Dan kelaperan!" kataku.

Naya tertawa.
"Iya ini lagi dimasakin," sahutnya.

Tak lama kemudian, Naya membawa dua piring nasi goreng yang dihiasi dengan telur ceplok kesukaanku.
Satu piring diberikan kepadaku.
Naya kemudian duduk di hadapanku.

"So, tell me about Mikhail!" pintanya.

"Laper, mau makan dulu!" jawabku asal.

"Masih panas itu, Neng! Udah buruan ceritain, dong!" desak Naya tidak sabaran. Ia kemudian menopangkan dagunya, siap mendengarkan.

"Ya gitu, masih ganteng dan tetap gentleman banget," kataku pelan.

"Terus?" tanyanya lagi.

"Ya udah, dia udah dua kali ngajakin makan siang bareng, trus kemaren malah aku nangis depan dia!" ceritaku datar.
"Mungkin pada akhirnya dia bakal ilfeel dan abis itu juga males deketin aku lagi!" aku mengangkat bahu.

"Dasaar, kamu tuh pesimis banget kalo soal cinta! Mikhail itu udah paham banget betapa nyebelinnya kamu!" seru Naya.
Aku terdiam.
"Jadi bener dong aku nyebelin?" tanyaku.
Naya menggeleng-gelengkan kepalanya," Bukan itu fokusnya, Neng!"

"Maksudku, semua orang pasti ada nyebelinnya, tapi nantinya akan ada orang yang mengagumi dan tahan dengan bagian nyebelinnya kita itu," tutur Naya bijak.

"Jadi maksud kamu apa sih, Naya? Gak mungkin juga Mikhail akan selamanya suka sama aku. Apalagi begitu dia tahu kalo aku gak sempurna," kataku sambil menatap Naya.

"Eh, gak ada yang sempurna, Neng! Lagian Mikhail itu udah tahu kamu, Sa. Dia itu bukan orang bodoh yang menganggap kamu wanita yang sempurna," terang Naya.

"Dan, dia gak pergi kan? Justru kamu yang dulu lari dari dia!" lanjutnya.
"Awas aja kalau sekarang coba lari lagi!" ancam Naya.

Aku terdiam. Pikiranku mencerna kebenaran kata-kata Naya.
"Dia dengan sabar tetap berusaha ngertiin kamu, bahkan waktu kamu lebih memilih mencintai lelaki brengsek itu," kata Naya berapi-api.

"Ya udah sih, gak usah juga nyolot kek api kompor yang abis kamu pake masak," kataku.

"So, kamu ngakuin apa yang aku omongin benar kan?" desak Naya.
Aku mengangkat bahu.

"Aku kenal kamu, Sasa. Jadi aku paham kalo kamu mengakui apa yang aku omongin itu benar," lanjutnya lagi.

"Iya, iya...emang bener, aku aja yang pesimis," sahutku.

"Tapi Mikhail terlalu sempurna untuk bisa mencintai seorang Rasabrina, dia hanya salah mengenali perasaannya!" sambungku lagi.

"Kenapa sih kamu gak mau membiarkan diri kamu bahagia, Sa?" tanya Naya.

"Bahagia?" tanyaku.

"Kamu lupa, Nay? I need to work hard to be happy. I need to work hard to be loved!" kataku, kali ini dengan emosi.

Naya diam dan menghela napas.

"Berapa kali aku harus bilang sama kamu, jangan menetapkan syarat yang sulit untuk kebahagiaan kamu sendiri!" lanjut Naya pelan.

"Let him love you!" gumam Naya.

Rancangan Rasa Where stories live. Discover now