Chapter 30

7.5K 547 1
                                    


Aku segera menoleh ke arah suara tersebut, melihat sosok Mikhail bergerak sigap masuk ke ruanganku dan menepuk pundak Aldo. Mikhail kemudian mencengkramnya. Cukup keras hingga membuat Aldo menarik diri.

Aku bisa menangkap pancaran sinar kemarahan di mata Mikhail dan juga Aldo. Saat ini, mereka saling mengintimidasi lewat tatap mata. Aku sangat paham kenapa Mikhail seperti itu. Yang tidak aku pahami adalah reaksi berlebihan dari Aldo. Baik kemarahannya saat ini ataupun ucapannya tadi mengenai masa depan.

"Anda tidak punya hak untuk melarang saya mendekati Sasa!" kata Aldo dengan nada marah.

Mikhail pun melihat ke arahku yang memberi syarat agar tenang. Gelagat Aldo sepertinya memang tidak normal. Dia cenderung memaksa.

"Mohon maaf, Aldo dan Lucia. Tapi saya harus segera pergi karena ada urusan dengan Mikhail," kataku pelan tetapi tidak mengurangi ketegasan.

Instingku mengambil alih, kalau aku yang harus menghadapi Aldo.

Aku kemudian menatap pada Aldo yang masih menahan kemarahannya. Tatapan mataku menyiratkan penegasan bahwa aku menginginkannya pergi. Aku menoleh pada Lucia yang masih duduk diam memainkan jemarinya.

"Tolong Lucia," kataku pada Lucia. Lucia mendongakkan kepalanya dan membalas tatapanku.

Tatapan yang dulu sering ia tujukan untukku. Aku sadar, bahwa Lucia tidak pernah menganggap urusan kami selesai. Walaupun jika dirunut dari awal, aku kurang ingat apa yang menyebabkan ia begitu marah dan benci padaku saat kami sama-sama masih SMA. Seingatku, Aldo pun tidak pernah memberikan tanda-tanda menyukaiku. Jadi kejadian pagi ini sungguh diluar akalku.

Lucia kemudian berdiri.

"Ayo, kita pulang, Do!" ajak Lucia pada Aldo.

Aldo memberikan tatapan menolak.

"Aku belum selesai dengan Sasa!" katanya cenderung ngotot.

"Gak ada yang perlu dibicarakan lagi!" sahutku ketus.

Mikhail berdehem," Bung, kamu jangan memaksa Sasa!"

Tatapan Mikhail yang tajam seakan menyayat Aldo. Bola mata Aldo bergerak liar. Benar-benar tampak tidak wajar.

Aku menoleh pada Lucia dan menatapnya tajam.

"Aku tidak paham apa yang terjadi dengan Aldo, tapi sebaiknya apapun itu, cepat kamu bawa Abang kamu ini pulang!" kataku pada Lucia dengan nada memerintah.

Luci membalas tatapanku dengan kemarahan yang sama.

"Kita akan selesaikan lagi, Sasa! Jika tidak ada lelaki ini!" ujar Aldo sambil melirik pada Mikhail.

Mikhail tersulut emosi," Apapun yang kamu bicarakan dengan Sasa adalah urusan saya!"

"Seperti yang saya bilang tadi, tidak ada yang perlu kita bicarakan lagi. Saya tidak punya urusan apapun dengan kamu, Aldo!" kataku.

"Tolong kalian tinggalkan tempat ini sebelum saya memanggil security!" kataku mengancam.

Lucia kemudian mendorong pelan Aldo untuk berjalan keluar. Begitu mereka berdua keluar dari ruangan, aku terduduk kembali di sofa.

Mikhail masih menatap keluar, memastikan mereka sudah benar-benar berjalan pulang.

Aku kemudian memijat kepalaku yang mendadak berdenyut.

"Kamu gak pa pa, Sa?" tanya Mikhail lembut.

"Ada perlu apa Aldo sama kamu?" lanjutnya lagi.

Aku menggelengkan kepala.

"Entahlah, aneh aja si Aldo! Kayak orang halusinasi!" sahutku malas-malasan.

"Aku malas bahas, ah!" kataku lagi.

"Oke, yang penting kalau dia sampai ganggu dan kurang ajar sama kamu, kamu harus kasih tau aku, oke!" tegas Mikhail.

Aku mengangguk pasti, " Oke!"

"Btw, kamu pagi banget udah kesininya," lanjutku.

"Iya, tadi aku ke restoran dan nemuin kesalahan pemasangan dekorasi lampu gantungnya," kata Mikhail.

"Aku gak mau ngelangkahin kamu dan langsung complain ke bagian instalasinya. Makanya aku ke sini ngasih tahu kamu," jelasnya lagi.

"Kamu kan bisa nelepon aku aja, Mikhail!" kataku sambil senyum.

Mikhail terkekeh.

"I miss you, Sa....Sorry tadi aku gak bisa jemput kamu, tapi ternyata aku malah kangen sendiri.

Kamunya malah santai aja!"

Aku tertawa.

Rancangan Rasa Where stories live. Discover now