Tiga Satu

64.3K 3.2K 64
                                    

"Hati-hati Rai entar lo jatoh." Ucap Ben karna Raina selalu berlari diatas jalanan yang dihiasi dengan luasnya sawah, ya mereka sedang menikmati pemandangan senja di tengah sawah milik nenek Rao. dan angin nya juga sangat kencang sehingga rambut mereka bergerak kekanan dan kekiri.

"Kalo gini terus gue jadi nggak mau pulang ke jakarta." Wajah Raina sedikit sedih karna besok mereka akan pulang kejakarta dan belajar seperti hari biasa. Fano hanya melihatnya dari jarak jauh, terkadang Fano tersenyum melihat gadis itu.

"Pengen tinggal disini?" Raina mengangguk, Marcel tersenyum sebelum dia melangkah lebih jauh, begitu juga Ben dan verant. itu karna Fano yang menyuruh mereka untuk meninggalkan nya bersama Raina di belakang.

"Kalo lo disini, siapa yang nemenin gue disana?" Langkah Raina mati saat mendengar suara datar itu, kenapa suara Marcel seperti itu? dan dia merasa tangan nya seperti digenggam oleh telapak tangan yang sangat besar, dia menoleh

"Fano." Raina sebal karna dua alasan, satu karna mereka ditinggalin, dua karna Fano menggenggam tangan nya, meskipun itu nyaman.

"Kenapa?" Ekspresinya tetap datar membuat Raina berdecit

"Bisa nggak sih kamu tu senyum, ketawa kek apa kek? nggak bosen apa kek gitu mulu? datar..." Fano mengangkat sebelah alisnya

"Aku-kamu nih?" Raina salting dengan pertanyaan Fano. kok bisa salah ngomong ya?

"Nggak mak-maksud gue anu, itu senyum dikit kek. kam- eh lo itu kek om-om tau kalo muka lo kayak gini terus." Raina membuat gaya seperti yang selalu di lakukan oleh Fano. Kedua tangan yang di masukkan kedalam kantong celana dan ekspresi mendatar.

"Kayak gini." Tanpa disangka hanya sekadar tiruan yang entah benar atau salah, sontak Fano terkekeh melihat keimutan Raina.

"Iya oke. gue senyum" Fano mengacak rambut Raina dengan tangan kirinya sedangkan tangan kanan nya masih menggenggam erat tangan Raina. gadis itu sudah menarik senyum melihat wajah Fano yang dihiasi dengan senyuman yang ikhlas.

Aduh ganteng banget.

"Makasih." Kedua alis Raina bertautan sebentar, jangan bilang kalo Fano denger apa yang dia bilang sebentar tadi.
"Untuk apa?"

"Karna lo bilang gue ganteng." Fano terkekeh lagi, wajah Raina sudah kemerahan seperti cabe kering.

"Ih Fano !" Raina memukul pundak Fano, laki-laki itu menatap Raina lekat-lekat.

"Apa?" Fano mengalihkan rambut Raina lalu diselipkan kebelakang telinga.

"Nggak bisa ngejaga perasaan orang." Kedua alis tebal Fano bertautan.

"Hah gimana?"

"Kalo lo bisa denger ya nggak usah diomongin lagi, kan gue jadi malu." Raina menutupi wajahnya yang sudah kemerahan dengan kedua telapak tangan.

"Bisa malu juga ternyata." Sontak Raina mencubit pinggang Fano. Membuat laki-laki itu meringis kesakitan.

"Oke. oke gue minta maaf." Fano tertawa sambil merangkul bahu mungil itu, Nyaman anjerr!

"Raina." Ini pertama kali Fano memanggil namanya dengan nada lembut. Raina menoleh

"Iya?" Jawabnya lembut.

Special Woman [✔️]Where stories live. Discover now