Chapter 22- Sena cemburu?

1.3K 75 0
                                    

"Lo udah tau?" Sena menundukkan kepalanya. Alsha sudah tahu tentangnya dan Fika. Tentang betapa pengecutnya sikap Sena. 

Alsha menghembuskan nafasnya pelan, "Kenapa lo ngelakuin itu ke Fika? Apa alasannya sampe lo ninggalin Fika waktu orang orang udah tahu hubungan lo sama dia?"

"Nothing." Sena menggelengkan kepalanya. "Gue emang pengecut."

Pikiran Alsha kalang kabut, tak mengerti dengan sikap Sena yang tak dimengerti olehnya. Begitu juga dengan pikirannya tentang Sena yang hanya mempermainkannya. Apa Sena benar melakukan itu?

"Apa lo mau kita lanjut?" Tanya Alsha. Ia menggigit bibirnya kuat-kuat, Alsha berharap Sena mengucap kata 'iya'.

Sena mengangguk. "Gue gak mau jadi pengecut untuk kesekian kali dengan lari dari masalah."

Alsha tersenyum, ia menggenggam tangan Sena yang terasa dingin. Tak peduli dengan orang orang dari sekolah mereka yang juga sedang menunggu hujan berhenti. Genggamannya semakin dingin, Sena beberapa kali menelan ludah, tatapannya mengerjap ngerjap melihat sekeliling dengan tatapan ... entahlah.

"Kita pulang aja."

Sena menggenggam tangan Alsha pergi, menabrak hujan yang tak kunjung henti. Tak peduli derasnya hujan yang mengguyur keduanya. Alsha tersenyum, dirinya bahagia.


-ooo-


Alsha mencelupkan kantung teh chammomile ke tiga cangkir yang sudah terisi air hangat. Wangi bunga chammomile menguar dari teh kesukaan Ibunya itu. Dengan ragu, Alsha membawa tiga cangkir menuju ruang tamu. Disana, Sena sedang mengeringkan rambutnya dengan baju yang sudah berganti dengan baju milik Leo, kakak Alsha.

Dengan hati hati, Alsha menaruh tiga cangkir di hadapan Sena.

"Bunda mana?" Tanya Alsha.

"Ke toilet dulu, tadi."

Alsha mengangguk paham. Ia menyesap teh dengan gemetar salah tingkah. Matanya berusaha memaling dari Sena yang terus memperhatikannya.

"Apa sih?!" Decak Alsha yang merasa risi.

"Apa?" Balas Sena, santai.

"Liat liat mulu," Wajah Alsha bersemu malu ketika barusaja mengatakan itu.

"Kepedean."

"Isshh!" Alsha mendorong bahu Sena yang bergetar karena tawa.

"Iya.. Kamu udah urus semuanya kan? Perizinan belum selesai?" Sarah datang lalu duduk dihadapan Alsha dan Sena, dengan mengusap wajahnya yang letih, Sarah menutup telepon. "Oke, makasih udah urus semuanya."

"Minum dulu, Bund." Alsha menyodorkan teh untuk Sarah.

Sarah mengangguk tersenyum lalu menyesap teh buatan Alsha.

"Pasti Alsha minta di anter kamu ya, Sen?" Canda Sarah.

"Enak aja! Aku nggak manja!" Sangkal Alsha.

Sarah tertawa, begitu juga dengan Sena. Mereka sama sama memalingkan wajah kearah tubuh tegap Leo yang barusaja datang.

"Eh.. kayak kenal?" Leo menunjuk kearah Sena. "Bajunya." Leo menyeringai, lalu duduk di samping Alsha.

Alsha memutar mata kesal, ia bergeser menjauhi Leo.

"Lo sinian dong!" Leo menarik bahu Alsha yang semakin mendekat dengan Sena. "Gak baik nih mereka, Bund. Udah mepet mepet aja!"

Alsha mendengus kesal, ia beranjak dan pindah posisi ke samping Ibunya.

"Lebih parah mana sama lo yang udah pake beberapa cewek?" Balas Alsha.

Insensate Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang