52th Fl. (2)

10.8K 63 0
                                    

Kami bercinta sekali di lantai kantorku, lantai 51. Tanpa melihat kanan dan kiri, Chrisstoff menggendongku ala koala dengan kelamin kami yang masih menyatu. Tak kusangka dia mengajakku naik ke lantai 52 menggunakan lift VIP. What?? How did he know??

"Kita mau kemana? Turunkan aku." Teriakku.
"Jangan berteriak. Nantia kita ketahuan bercinta di kantor."
"Dasar kau maniak."
"Memang, dan Kuharap kau sudah menyelesaikan paper work."

"Darimana kau tahu pekerjaanku malam ini?"
"Haruskah aku memberitahu mu sedetail itu? Lihatlah kau sudah lebih tenang sekarang. Apakah kau nyaman dengan penis ada di dalammu?"
"Cepat turunkan aku!"
"Tidak sekarang. Aku merindukan kakimu yang yang terbuka lebar tapi mulut mu selalu mengumpat penuh amarah. Tidak bisakah kita bercinta layaknya pasangan normal?"

"Tidak. Karena kita bukan sepasang kekasih."
"Bukankah kita resmi berpacaran dari kemarin?"
"Kau sudah tidak waras... Yaa aahh..?" Tanyaku dengan emosi tapi aku mendesah.
"Aku akan jawab setelah aku membuatmu cum dan kau akan...hmm apa ya? Aku ingin kau yang datang sendiri padaku dan meminta dipuaskan."
"Kau mengerikan."
--

Percaya atau tidak, aku bangun di sebuah ranjang yang aku yakini di lantai 52

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Percaya atau tidak, aku bangun di sebuah ranjang yang aku yakini di lantai 52. Sh*t.
Aku memutarkan pandangan sejauh 180°, yang kutemukan hanya pakaian yang berserakan di sofa juga dua pasang sepatu pria dan wanita, tentunya itu milikku.
"Selamat pagi...ehm, ini bahkan masih belum pagi." Katanya sambil meletakkan tangannya diatas kepalaku dan mengecupnya.

Aku masih diam memperhatikan pria tersebut, dengan nanar dan kewaspadaan yang memuncak.
"Aku sudah mengerjakan pekerjaanmu, kau boleh mengeceknya jika mau." Katanya sambil menyodorkan notebook berwarna gun metalic, tak lebih tebal dari buku jurnalku.

Kuterima, kubuka, dan kucari aplikasi yang masih terbuka, dan kubaca dengan seksama. Kalimat-kalimat panjang dan ineffective banyak kutemukan, sehingga harus ku edit sedikit. Tanpa ku hiraukan dia yang sedang mencium bahu telanjangku dari samping. Kemudian ku simpan hasil ubahanku yang terakhir dan mengirimkannya ke akun surel pribadiku.

Done. Ku tutup notebook tersebu dan kuletakkan ke nakas yang ada di samping kananku. Ku ambil nafas dalam-dalam saat dia mengecup leherku dan nafas hangatnya menerpa ujung syaraf kulitku. Meremang? Pasti.
"Untuk apa?"
"Kau terlihat seksi saat dahimu berkerut dan bekerja di depan laptop."
"That's it?"
"Uhm... Aku ingin menunjukkan rasa terima kasihku, untuk malam yang hebat dan menakjubkan. Tentang pekerjaanmu, kau sangat hebat, really."
"Thanks. I am pretty sure, that our physical contact just for personal desire, in short time."
"What?"
"Yep. Aku hanya ingin menegaskan saja, no feel between us, just sex."
--

Well, i know. Kalimatku sangat jahat bahkan menyakitkan, sekalipun dia seorang pria. But, i know exactly what kind of these man. They just interest on my body, not my silly heart.

Well, i am not love any body, because i don't wanna lose them. That's all. So, if i don't love any body, so i am not lose them. Sekali lagi kulihat riasanku yang sudah rapi ku poleskan. Kuambil map yang sudah berisikan dokumen yang akan kubawa dan ku presentasikan.

Building One Shoot (Complete)Where stories live. Discover now