Track 10

635 52 0
                                    

Devina menatap Anwar dengan sedikit bingung. Kemudian, ia menoleh ke arah Andi. Gadis itu sedikit tersenyum lalu mengalihkan pandangannya kembali ke semula.

"Baiklah. Aku akan memainkan permainanmu," katanya penuh percaya diri.

Gadis itu mulai menyalakan mp3 player yang selalu dia bawa ke mana saja. Namun, Anwar justru menghentikannya.

"Tunggu sebentar!"

"Ada apa?" tanya Devina kebingungan.

"Kau adalah tamu di sini, jadi biarkan aku melayani sebagai tuan rumah yang baik. Aku yang akan memainkan musik untukmu," kata pria itu.

Devina yang awalnya terlihat kebingungan seketika mulai tersenyum tipis.

"Baiklah."

Anwar mulai memutar badan ke arah pianonya. Dia menggulung lengan baju sebelum memainkan alat musik tersebut. Melodi awal yang dimainkan olehnya langsung terdengar memecah suasana. Pria itu bermain sangat serius. Samar-samar musik yang dia mainkan mulai dapat dikenali sebagai Symphony no 5 karya L.V Bethoven.

Devina yang tadinya menatap Anwar, kini mulai mencoba meresapi irama yang didengarnya. Dia memejamkan mata seolah dunia seketika terhenti dan jam tidak lagi berdetak. Sementara, Andi terlihat mematung melihat Devina yang sedang berpikir dan Anwar yang asyik bermain piano.

Gadis berambut panjang itu mulai membuka mata dan menyadari jika dia sedang berada di ruangan serba putih kini. Ia kemudian duduk di kursi tengah ruangan sambil berpikir.

Dinding putih tersebut mulai merefleksikan adegan-adegan yang terjadi mulai dari Devina didatangi oleh orang-orang Anwar. Sambil mengikuti irama, tangannya bergerak seolah-olah sedang menggeser dan mencari adegan penting pada dinding tersebut. Gerakan tangannya terhenti pada adegan di mana pelayan Anwar mengantarnya untuk menemui laki-laki yang sekarang sedang bermain piano itu pertama kali.

"Lukisan ini adalah lukisan dari pendahulunya," kata sang pelayan.

"Lalu yang manakah dirinya?" tanya Devina.

"Dia menyimpan lukisan itu di kamarnya sendiri. Dia bilang lukisan itu seperti menjaga hal baik untuknya."

Adegan itu pun berakhir, tetapi Devina masih berada di ruangan imajinasinya. Kembali lagi sebuah refleksi pada dinding yang memperlihatkan lukisan diri Anwar berada di belakang Devina.

Devina menoleh ke belakang dan menatap refleksi lukisan itu dengan tatapan kosong. Anwar yang masih memainkan piano mulai tersenyum kecil, sementara tamunya itu mulai mendekati refleksi lukisan. Bersamaan dengan semakin dekatnya Devina, ruangan Anwar terlihat perlahan-lahan muncul kembali dan lukisan yang tadinya hanyalah sebuah refleksi sekarang terlihat nyata.

Perlahan-lahan Devina mengangkat tangan dan mulai memegang lukisan itu. Ia mulai menurunkan lukisan itu dan benar saja di baliknya terdapat sebuah brangkas hitam yang terbenam di antara dinding ruangan Anwar.

Anwar terlihat puas sambil melirik Devina, sementara Andi terlihat hanya berdiri dengan serius menyaksikan sesuatu yang yang terjadi di hadapannya. Devina berpikir, meski sudah menemukan brangkasnya, tapi dia tetap tidak mengetahui password untuk membuka kotak hitam tersebut.

Ia mulai terlihat bingung. Dirinya terus mencoba menyusun pola dari apa yang ia lihat dan dapatkan selama berada di tempat ini. Namun, semakin keras Devina mencoba, dia tetap tidak bisa menemukan apa-apa.

Devina menoleh ke arah Andi dan tampaknya pria berkacamata itu juga terlihat kebingungan. Pandangannya beralih ke Anwar yang sedang serius memainkan piano dengan lebih semangat karena menyaksikan Devina yang mulai terlihat ragu.

Namun, tidak berselang lama, tiba-tiba ekspresi ragu Devina mulai menghilang. Ekspresinya menunjukkan bahwa dia telah menyadari sesuatu. Gadis dengan hoodie berwarna merah muda itu mulai mendekat ke arah brangkas lalu menekan beberapa tombol.

Terdengar suara brangkas berdenting tanda kuncinya berhasil dibuka. Devina memegangi pintu brangkas dengan sangat hati-hati. Andi yang penasaran dengan isi brangkas juga sudah mulai mendekat.

"Andi!" pekik Devina memanggil atasannya itu.

"Heh? Ada apa?" tanya Andi kebingungan.

"Bisakah kau menyingkir dari sana?" pinta Devina.

"Seperti ini?" tanya Andi sambil beringsut ke kanan dua langkah.

"Ya, betul seperti itu."

Devina langsung menarik pintu brangkas itu dengan cepat.

Sebuah tembakan keluar dari dalam brangkas. Pelurunya melesat di hadapan Andi dan berhasil membuatnya terkejut. Ternyata pintu brangkas telah diikat pada pemicu sebuah pistol sehingga ketika pintunya dibuka, pemicu tertarik dan akan menembakkan sebuah peluru yang bisa menewaskan siapa pun yang membuka brangkas tersebut.

"Ide yang bagus," puji Devina sambil tersenyum ke arah Anwar.

Anwar menghentikan permainan pianonya diiringi gelak tawa khasnya.

"Kau .... Benar-benar menarik!" puji pria itu.

Andi terlihat ketakutan sampai kakinya gemetar melihat dua orang di hadapannya yang masih bisa tertawa satu sama lain setelah apa yang terjadi barusan.

"Baiklah, menyingkirlah dari situ. Biar aku yang melanjutkan lagunya."

Devina mulai memainkan piano itu dengan serius melanjutkan irama musik yang dimainkan oleh Anwar. Namun, ada sesuatu yang membuat lagu yang dimainkannya terdengar berbeda. Gadis itu terus bermain sampai sekitar lima menit lalu mengakhiri melodinya.

Bertepatan dengan jari Devina menekan tuts untuk nada terakhir, piano terdengar mengeluarkan suara seperti alarm. Tiba-tiba, sebuah laci keluar secara otomatis dari piano tersebut. Devina merogoh laci itu dan mengambil sesuatu dari dalamnya.

"Sulit juga, tapi akhirnya aku berhasil mendapatkannya," kata Devina menunjukkan tangannya yang kini memegang sebuah cryptex sambil tersenyum kepada Anwar seolah dirinya memenangkan permainan kala itu.

*** 

Devina(completed)Où les histoires vivent. Découvrez maintenant