Track 11

802 34 0
                                    

Devina tersenyum lebar sambil memegang cryptex yang baru saja ditemukannya, sementara Andi terlihat menarik napas lega. Ekspresi Anwar pun seolah tidak percaya.

"Hahaha ... seperti yang kuduga," kata Anwar sambil bertepuk tangan.

Anwar berjalan menuju sebuah kursi di ujung ruangan. Saat dia duduk di kursi itu dan menghentikan tepuk tangannya, raut wajahnya seketika berubah. Matanya lurus memandang Devina tanpa ekspresi.

"Semua yang kau butuhkan ada di cryptex itu. Selain aku, hanya kau yang bisa membukanya. Kau mengetahui hal yang tidak diketahui orang lain," ujarnya kemudian.

Andi menoleh ke arah Devina yang terlihat sangat serius. Sementara, gadis dengan hoodie berwarna merah muda itu terlihat menggenggam cryptex yang baru saja ia temukan dengan lebih erat setelah mendengar kata-kata pemiliknya langsung.

"Akan kujelaskan sedikit. Aku tak tahu apa motivasimu mencari list ini, tapi kau harus sadar bahwa kau sedang terlibat dalam sesuatu yang sangat besar," kata Anwar.

"Akan kuterima risikonya," balas Devina.

"Baiklah. Setelah ini akan jadi jauh lebih berat dari biasanya, dan oh iya ... satu hal lagi."

Andi dan Devina dengan kompak menatap Anwar.

"Sampai jumpa!"

Anwar lantas memakai sebuah penutup wajah anti gas yang didapat dari bawah kursinya saat kepulan gas berwarna ungu mulai memenuhi ruangan. Devina sontak berusaha tetap sadar dan menutup hidung dengan jaketnya. Ruangan terlihat mulai berputar-putar dalam pandangannya. Ia berusaha menjaga keseimbangan dan tidak sengaja menoleh ke arah Andi yang sudah terbaring tidak bergerak.

Devina yang nampaknya sudah tidak kuat, mulai terduduk lemas. Dalam keadaan seperti itu, seseorang tampak mendekat. Dirinya melihat bayangan Anwar menghampiri dan mengusap kepalanya sebentar sebelum mengangkat pandangannya.

"Soal kesepakatan kita, aku akan menghubungimu. Ngomong-ngomong, maafkan aku soal ketidaknyamanan ini. Aku tidak bisa membiarkanmu menemukan tempat ini," kata Anwar diakhiri dengan seringai tipis di sudut bibirnya

Devina yang sedari tadi mencoba untuk tetap sadar, perlahan mulai kehilangan keseimbangan. Samar-samar dilihatnya si tuan rumah berjalan keluar meninggalkan ruangan. Hanya dengan satu kedipan mata, gadis itu melihat Anwar sudah berada di luar ruangan dan mulai melepaskan maskernya. Samar-samar terlihat senyum di wajah pria itu, sebelum akhirnya pintu tertutup dan Devina kehilangan kesadaran.

***

Seorang anak perempuan berkemeja putih terbangun di dalam sebuah kotak kaca satu arah. Dari luar kotak ini terlihat seperti sebuah kotak berwarna hitam. Sementara, di dalam kotak terlihat transparan sehingga semua yang terjadi di luar dapat terlihat dengan jelas.

Ia mulai memperhatikan sekitar. Banyaknya pepohonan tinggi berdaun lebat yang terlihat masih asri tampaknya menjadi pemandangan yang baru bagi anak perempuan berambut sebahu itu. Dia sempat memainkan jemari saat sinar matahari yang tersorot dari celah dedaunan membuat tangannya seolah-olah bersinar.

Tiba-tiba terdengar suara tembakan dari sisi lain hutan. Burung-burung beterbangan. Namun, anak di dalam kotak itu terlihat hanya menunjukkan ekspresi dingin sambil menatap langit, memperhatikan burung-burung tadi. Seorang pria sekejap terhempas ke arah kotak dalam keadaan berlumuran darah. Anak itu mendekatinya. Dia meletakkan tangannya tepat di posisi tangan pria itu.

"Argggghhhh ...."

Cairan merah dan anyir sontak keluar dari mulut dan perut pria itu seketika. Pemandangan yang sangat menakutkan—seharusnya—tapi bocah di dalam kotak itu terlihat sangat senang. Ia tertawa lepas melihat kejadian tersebut. Tawa itu semakin menjadi–jadi saat pria misterius di depannya tersungkur tidak sadarkan diri.

Tiba-tiba, ia mulai mundur berapa langkah saat menyadari bahwa ada orang lain di sana. Seorang pria misterius berjalan menghampiri bocah di dalam kotak itu. Cahaya matahari tampak menyilaukan pandangan sang anak sehingga tidak bisa melihat dengan jelas wajah pria tersebut.

Anehnya, pria itu hanya berdiri terpaku dengan samar terlihat senyuman di wajahnya. Ia tersenyum ke arah si anak seolah-olah bisa melihat ke dalamnya.

"Are you happy now, Devina ...?"

Mata anak itu terbelalak mendengar suaranya bak mendengar panggilan kematian. Ia mundur perlahan sampai punggungnya menyentuh sisi terjauh kotak itu.

***

Devina membuka kedua bola matanya perlahan saat dering jam weker memenuhi ruangan kamarnya. Gadis itu menurunkan selimutnya kemudian mencoba duduk untuk mengumpulkan kesadaran. Rambut panjangnya masih berantakan dan tatapan matanya masih terlihat sayu saat ia mencoba menggapai jam weker di mejanya

Apa yang terjadi?

Devina memelotot tampak menyadari sesuatu. Gadis bermata sipit itu mencoba merapikan rambutnya dengan tangan sejenak.

"Oucchh."

Devina merasakan perih dari luka di kepalanya, seperti sebuah bekas benturan. Tiba-tiba saja gadis itu teringat bahwa ia berada di sebuah ruangan penuh gas beracun dan terjatuh menghantam tanah.

Gadis berambut panjang itu berusaha meraba ingatan yang masih samar-samar. Sampai saat dia ingin turun dari kasur, tangannya tanpa sengaja memegang sesuatu di balik selimut. Ia berusaha meraih benda misterius tersebut, sampai akhirnya menemukan sebuah cryptex.

Devina menatap tabung itu dengan wajah kebingungan. Seketika, ia teringat kejadian-kejadian di rumah Anwar, mulai dari dirinya memegang cryptex itu serta senyuman Anwar yang menghantui.

Setelah tersadar, ia bergegas turun dari tempat tidur, lalu bersiap-siap. Devina mengambil jaket dan tas ransel yang selalu ia bawa. Tidak lupa, ia juga memasukkan cryptex tadi ke dalam tas punggungnya. Devina kemudian mengunci pintu unitnya dan berjalan menuju ke lift.

Seperti biasa, Devina masuk ke lift dengan wajah yang murung di tengah beberapa perempuan berusia empat puluhan yang sedang bergosip. Saat pintu terbuka di lantai paling bawah, gadis lima belas tahun itu segera keluar menuju pintu depan apartemen. Ia memesan taksi online dari aplikasi di ponsel. Tidak lama kemudian, taksi yang dipesannya datang dan gadis itu bergegas masuk. Devina lantas menghubungi seseorang.

"Halo?" jawab seseorang yang diteleponnya.

"Aku sedang menuju ke kantormu. Ada banyak hal yang ingin kubicarakan," kata Devina.

"Baiklah ...."

*** 

Devina(completed)Where stories live. Discover now