1

17.6K 700 50
                                    

Shani Pov

Namaku, Shani Indira Natio. Biasanya dipanggil Shani. Kadang galak, bisa baik juga. Tapi lebih sering galak. Dan aku— tidak punya teman, punya sih. Tapi teman bohongan.

Tahun ini usiaku menginjak 16 tahun. Baru saja aku berulang tahun kemarin. Tapi, yang membuatku kesal adalah hadiah dari orang tuaku.

"Shani, kamu harus bisa mandiri. Sekolah di Malang, yah?" ujar Mami padaku.

Aku anak satu-satunya keluarga Natio. Dan pewaris perusahaan Natio tentunya.

"Bener kata Mami, kamu harus bisa mandiri. Papi udah daftarin kamu di salah satu sekolah di Malang. Papi juga udah nyariin kamu kost-an disana. Besok kamu pindah pas tahun ajaran baru ya."

"Haaaah? Kok tiba-tiba banget sih, Pi?"

"Kalau direncanain pasti kamu nolak. Ini juga demi kebaikan kamu. Lagipula, saat kamu di Malang nanti, Mami sama Papi bakalan pindah sementara ke Amerika."

"Ya udah kalau udah begitu, emang aku bisa apalagi?"

Pasrah, iya aku pasrah. Lagipula, sejak aku dilahirkan, seluruh kehidupanku sudah diatur oleh mereka sedemikian rupa. Aku itu hanya robot yang bergerak sesuai kemauan mereka.

Temanku tidak banyak, jadi aku tidak begitu bersedih karena akan pindah sekolah. Sebenarnya bukan tidak banyak. Tapi aku tidak punya teman. Karena mereka mendekatiku karena tau kalau aku anak orang kaya. Dan itu membuatku sedikit— tidak nyaman.

***

Malang.

Disinilah aku, di sebuah tempat di Indonesia, yang baru pertama kali aku datangi.

Mungkin disini aku bisa mendapatkan teman, teman sesungguhnya. Sebenarnya ide untuk pindah sekolah tidak buruk juga sih.

"Perlengkapan kamu udah ada disini semua ya, Shan. Kalau ada apa-apa, kabarin Mami aja ya." ujar Mami.

"Hmm, iyaaa."

"Kost-annya segini kecil, gapapa kan? Nanti juga kamu betah."

"Iyaaa Pi, betah kok. Lagian aku cuman tinggal sendirian."

"Ya udah, kamu baik-baik disini ya. Papi sama Mami pergi dulu."

Aku mengantar mereka kebawah. Dibawah ada seorang ibu paruh baya.

"Ini namanya Bik Ijah. Teman Papi dulu waktu di kampung. Kamu juga bisa minta tolong sama Bik Ijah." kata Papi.

"Iyaaa Bik, makasih ya. Daaah, hati-hati di jalan." kataku.

Papi dan Mamiku akhirnya pergi.

Huft, jadi ini namanya anak rantau? Anak kost?

"Jangan sedih ya Non Shani, ada Bibik pasti semuanya baik-baik aja." kata Bik Ijah.

"Iyaaa Bik, aku naik ke atas dulu ya. Masih banyak yang harus aku beresin." jawabku.

"Iya Non."

Kost-an ini terdiri dari tiga lantai. Kamarku ada dilantai dua. Sedangkan lantai satu hanya ada 3 kamar. Lantai dua ada 2 kamar. Dan lantai tiga ada 1 kamar.

Dan jika aku ingin menjemur pakaian, aku harus naik ke lantai tiga dulu. Ya ampun itu pasti akan melelahkan.

Saat kembali ke kamar, tiba-tiba aku merindukan kamarku yang dulu.

Kamar ini sebenarnya nyaman. Dan ada kamar mandi di dalam.

Tidak terasa butuh waktu 3 jam bagiku untuk merapihkan barang-barangku.

After MoonDonde viven las historias. Descúbrelo ahora