04. Lukisan Serta Kiasan

17 4 1
                                    

Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT) siang itu ramai oleh orang-orang yang mengikuti pameran lukis bertema Mimpi Kecil, ketika maulana mengedarkan pandangan mencari seseorang yang memintanya datang ke sana.

Tempat yang juga disebut Taman Budaya Surakarta (TBS) itu telah berubah menjadi penuh teka-teki bagi siapa saja jika melihat berpuluh, atau beratus lukisan telah terpampang berjejer dengan rapi dengan makna-makna yang hanya diketahui pelukisnya.

Tidak hanya sering digunakan untuk tempat pameran seni rupa, gedung TBS juga acap kali menjadi tempat diselenggarkannya pameran fotografi, pemutatan film, dan berbagai forum diskusi seni budaya, dll.

Mata beralis tipis lelaki berkumis tipis itu melihat sebuah gerak tangan melambai dari kejauhan, saat dia menoleh ke arah suara yang memanggil, "Maula!" dari sebelah kanannya.

Maulana telah menemukan orang yang dicarinya, kemudian dengan langkah santai mendekati kedua gadis yang berdiri cukup jauh darinya tersebut.

"Ini sahabatku, namanya Naura Ahsanulhusna," tutur Anjani mengenalkan gadis berjilbab putih yang berdiri di sampingnya kepada Maulana saat telah berada di hadapannya.

Naura tersenyum sedikit mengangguk, sedangkan Maulana membisu. Nama itu mengingatkan kepada seseorang yang dikenalnya dahulu, saat usianya baru berkisar belasan tahun. "Husna?" bisik hati kecil Maulana bertanya satu hal yang baru saja melintas di benaknya.

Tubuh Maualan tidak sedikit pun bergerak, bibitnya tak bergeming sama sekali untuk menanggapi pembicaraan Anjani. "Maula?" panggil gadis yang gemar memakai jaket levis tersebut.

"Iya …," gumam Maulana saat menghentikan otaknya mengingat masalalu, kemudian menatap Anjani.
Anjani yang sedikit mengkerutkan keningnya lalu bertanya, "kenapa diem?"

"Enggak apa-apa," ujar Maulana yang kemudian melihat lukisan yang baru saja dipasang Naura dan Anjani.

Kedua matanya memperhatikan setiap lekuk dan garis goresan bolpoin yang entah bagaimana disusun pelukisnya menjadi gambar hitam putih yang cukup detail dan mengagumkan bagi siapa saja yang memperhatikan.

Sebuah potret kehidupan seorang wanita yang tergambar cukup berkesan muda menggendong seorang bayi beranting dengan rambut dikuncir dua, kanan dan kiri. Dengan sebuah ekspresi tawa balita yang dari penilaian Maulana mungkin pelukisnya ingin mengungkapnya sosok tersebut baru berusia dua tahunan.

Kemudian Maulana melirik ke arah lukisan di sebelah kanannya, sebuah potret ramainya kota Makkah, hanya saja dia sedikit berpikir mengapa tidak ada satupun sketsa orang dalam lukisan tersebut.
Pertanyaan lain muncul, tentang seberapa lama gadis pembuat lukisan Ka'bah dan bangunan sekitarnya itu menyelesaikan karya indahnya. Tapi konsentrasinya buyar saat Anjani berdiri di belakangnya, "dari semalam sikapmu aneh," ujar gadis tersebut.
Maulana membalikkan badan menghadap Anjani, "aku baik-baik saja, An," katanya, "apa ada yang sedang mengganggu pikiranmu?" tukas Anjani.
Lelaki berkemeja hitam panjang dengan jahitan berwarna putih itu menggeleng kemudian tersenyum. Seolah-olah dia bukanlah seorang yang dingin, dia tahu senyuman adalah hal yang diharapkan Anjani.

Memang benar sebuah pertanyaan tidak berhenti hilir-mudik dalam benaknya, mengusik ketenangan jiwanya, dan membuatnya sedikit murung. Tapi, rasanya Anjani tidak perlu mengetahuinya.

Sebisa mungkin Maulana bersikap seramah mungkin kepada gadis yang baru saja dikenalnya, jika dia terlalu banyak diam tak enak rasanya seolah mengacuhkan sahabat Anjani itu.

"Sudah berapa lama punya hobi melukis?" tanya Maulana membuka pembicaraan.
Naura yang baru saja duduk di samping Anjani lembut menjawab, "sejak kecil."

"Pantas, sangat bagus lukisannya," ujar Maulana yang memang baru pertama kali melihat lukisan yang dibuat hanya dengan bolpoin satu warna tapi hasilnya sangat mempesona.

My Little Dreams [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang