Bab 7

2K 242 10
                                    

Upload 2 bab. Jangan lewatkan part sebelumnya ^^
-------

Teman sekelasku bertengkar saat jam istirahat, dan aku yang menjadi korban.

Anya tidak suka difoto. Dia tipe cewek yang jarang sekali melakukan selka kemudian memajangnya sebagai foto profil. Aku sudah hafal kebiasaannya, namun temanku sekelas yang tak tahu apa-apa tiba-tiba menggoda Anya dengan memotretnya dengan paksa. Martha namanya.

Kami sedang berkumpul membentuk kelompok kecil bersama cewek-cewek di kelas saat jam istirahat. Anya menyalin tugas seperti biasanya, dan aku menemaninya sambil mengoreksi hasil jawabanku sendiri dengan milik temanku yang. Aku duduk di samping Anya. Di hadapanku ada Martha dan dua cewek lainnya yang juga sedang menyalin tugas. Martha menulis sambil menginterogasi Anya tentang cowok yang dia taksir, kebetulan Anya mengenalnya karena cowok itu adalah atlet voli tapi berbeda klub dengannya.

Aku tak terlalu mengikuti percakapan mereka berdua secara detil. Percakapan yang kutangkap hanyalah, siapa pacarnya, kapan dia latihan lagi, dia kenal kamu nggak dan entahlah, sehingga aku tak mengerti apa alasan tepatnya yang membuat Martha tiba-tiba ingin memotret Anya.

“Aku nggak bilang nggak mau,” seru Anya sambil menutupi wajahnya dengan tangan.

“Kan cuma foto aja sih, Nya. Pengin tanya dia kenal kamu atau nggak.” Martha sibuk memotret sambil tergelak.

“Aku bilang aku nggak suka difoto, minggirin deh!” Nada suaranya Anya terdengar serius, sehingga aku berhenti mengoreksi tugasku untuk mengamati mereka berdua bergelut. Anya sibuk menutupi wajahnya, sementara Martha menyerang Anya keasyikan.

“Ayolah, Nya, kenapa sih.”

"Aku nggak suka, Tha!"

"Halah, gitu aja kenapa sih."

“Aku bilang berhenti! Kalau aku nggak suka ya nggak suka!” sergah Anya keras. Suaranya menyiratkan kemarahan. Sayangnya Martha tak menangkap kemarahan Anya, sehingga dia terus saja memotret Anya dengan paksa, dan parahnya Martha melakukan hal itu dengan tertawa-tawa keasyikan.

Mendengar keributan cewek-cewek itu, temanku yang ada kelas jadi memerhatikan mereka berdua. Termasuk temanku yang baru kembali dari kantin.

“Ayolah Nya, ayolah Nya,” rengek Martha tak menyadari kemarahan Anya yang siap meledak.

“Martha!!” Anya membentak seraya menampik ponsel Martha dengan tangannya yang terbiasa melakukan smash bola voli itu ke arahku. Ponsel itu meluncur mulus menabrak bibirku dengan keras.

Dalam sedetik rasanya dunia mendadak gelap, detik berikutnya aku merasa sakit yang luar biasa tepat di bibirku bagian atas. Sakitnya begitu mendadak dan menyebar ke kepalaku sehingga rasanya mau meledak.

Aku membekap mulutku dengan bingung. Aku tak mengerti apa yang baru saja terjadi. Terakhir yang kuingat adalah ketika ujung ponsel Martha meluncur ke arahku.

Aku merasakan darah dalam mulutku, menetes ke telapak tanganku. Mendadak aku merasa sangat kesal dengan Anya sekaligus Martha. Namun saat aku menengok ke arah mereka, bukannya menolongku, mereka malah saling tuding menyalahkan karena layar ponsel Martha pecah. Setelah menghantam bibirku, ponsel itu rupanya mencelat menabrak meja kemudian jatuh ke lantai dengan keras.

Anya menatapku dengan pandangan khawatirn, namun kemudian kembali menuding dan mengamuk kepada Martha yang membalasnya dengan amukan. Situasi mendadak berubah kacau dan tanpa kusadari semua temanku berkumpul menyaksikan pertengkaran itu.

Merasakan darah semakin amis di mulutku dan sakit yang luar biasa sampai air mataku mengalir, aku segera beranjak dari bangku, membelah kerumunan, mataku menangkap kehadiran Kallem di antara kerumunan itu, tapi tak penting saat ini. Aku segera berlari taman kaca sekolah yang sepi dan meludah di petak bidang tanah di sana. Letak toilet terlalu jauh untukku. Air toilet juga sangat jorok, aku tak suka.

Kallem : Diam-Diam BucinNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ