1.3. Approach

992 157 42
                                    

TIDAK setiap penghujung hari adalah benar-benar akhir dari segala aktivitas. Bagi Cheonsa, contohnya. Ia masih terjaga hingga pukul sebelas demi gaji paruh waktu yang tidak seberapa besar per bulannya. Namun, dengan itu saja ia cukup bahagia karena tidak harus menyusahkan Paman dan Bibinya untuk membelikan barang-barang sekunder yang tidak ada dalam daftar prioritasnya. Bukannya menjaga kasir, gadis itu hanya duduk dan mencorat-coret notepad putih tak bergaris yang ia letakkan di atas paha. Kulit telapak tangan kanan bagian samping terasa lengket seolah kertas tersebut menyerap minyak dan keringat yang ada di kulitnya. Menit selanjutnya, ia melirik jam dinding yang ada di bagian atas tempatnya bersandar.

"Akhirnya shift-ku berakhir. Hoam...." Ia menguap, kemudian menutup notepad dan bangkit berdiri, merenggangkan otot-ototnya yang kaku. Ia segera mematikan aircon dan mengenakan mantelnya. Namun, sebelum Cheonsa sukses beranjak dari balik meja kasir, ada seseorang yang masuk dan membuat gadis itu terkesiap.

"Bu Ketua, apakah kau sudah ingin pulang?" Jungwon. Tetangga sekaligus teman masa kecil Cheonsa, menyapa dengan tangan yang melambai tinggi di atas kepalanya.

"Oh, Wonie. Aku baru saja mengakhiri shift-ku. Ingin sesuatu?"

"Kau tahu 'kan kau punya dua jatah barang yang bisa kaudapat? Bisakah aku meminjam jatah itu satu saja?" Bekerja di mini market memiliki plus dan minus. Plusnya, mendapatkan gratis dua barang seharga total seribu won. Minusnya, gaji tidak terlalu besar. Selama ini, penukaran  dua jatah tersebut hanya ditukar dengan dua kotak susu kedelai Yonsei. Akan tetapi, tampaknya kali ini, neneknya dapat menunggu untuk sekotak susu kedelai lainnya nanti.

"Mungkin aku akan menjadi Kakekmu." Cheonsa berpikir sejenak, dahinya mengernyit dan kedua netranya terfokus. "Tidak. Tidak jadi, aku tidak akan mengambil apa pun." Cheonsa tertawa kecil, mengulas senyuman tipis hampir seperti orang yang menempelkan kedua sisi bibirnya.

Mereka berdua berjalan keluar setelah Cheonsa mematikan lampu dalam toko dan membiarkan lampu cold display tetap menyala. Dari situ cahaya kecilnya akan cukup menyinari, setidaknya persenan kecil ruang di dalam toko tersebut. Gembok terpasang di pintu dan mereka berdua berjalan beriringan dengan Cheonsa yang membawa pulang dua kotak susu kedelai. Beberapa menit berlalu dengan cepatnya. Dalam sekian kilometer yang mereka tempuh dengan berjalan kaki, akhirnya mereka harus berpisah di sebuah perempatan besar yang sepi.

"Aku rasa aku akan melihatmu besok membawakan materi kepenulisan yang baru, Bu Ketua. Aku harus mengasah kompleksitas otakku di warung PC Bang sekarang."

Sebenarnya, Cheonsa ragu bahwa Jungwon akan menonton film porno ramai-ramai dengan kawan sepermainannya. Itulah yang dinamakan 'masa remaja yang bahagia' dan semua laki-laki seusianya juga melakukan itu. Kalian tentu tahu apa yang mereka lakukan dengan sabun di kamar mandi. Akan tetapi, Cheonsa memaklumi hal itu dan mendesah perlahan seraya bersedekap.

"Bapak Ryu, aku rasa kau akan dimarahi habis-habisan oleh Bibi Ryu jika kau pulang pagi."

"Sudah, sudah. Kau pulang saja."

"Jangan khawatirkan aku. Lee Cheonsa ini, dapat menjaga dirinya sendiri. Kau hati-hati, ya." Jungwon hanya mengangguk dan melambaikan tangan kembali, kemudian hilang di kegelapan malam di salah satu sisi jalan.

Cheonsa bertolak ke salah satu sisi jalan yang berlawanan dengan ke mana Jungwon pergi, melewati jembatan dengan sekelilingnya yang telah sepi. Jelas, pukul dua belas malam ... atau pagi, orang-orang memiliki kebutuhan biologis untuk beristirahat. Ia hendak melewati jembatan, tetapi ia melihat sosok hitam dari kejauhan.

Kind Of ✔️ [TELAH TERBIT]Where stories live. Discover now