BAB 7 - Surprise untuk Bunda (Part 2)

5.7K 755 35
                                    

Raka membuang asal handuk kecil yang tadi digunakan untuk mengeringkan rambut, ia kemudian melangkah menuju lemari, membukanya dan menatap sejenak ke dalam sana.

"Lo dieliminasi, Ka."

Raka menghela napas, ia memindahkan posisi ponsel ke telinga kiri. "Nggak apa-apa, ntar ikut lagi," ujarnya. Ponsel diapitnya dengan bahu dan telinga saat ia memperbaiki handuk yang melilit perutnya. Tangannya lantas menyambar asal baju dari dalam lemari.

"Adik lo nggak apa-apa?" tanya sosok di seberang.

"Hm," tanggapnya tanpa minat. "Gue mandi dulu, lain kali kalo ada event kabarin lagi." Setelah itu panggilan terputus. Jelas apa yang dikatakan Raka adalah sebuah upaya untuk melarikan diri, ia tak suka jika ada orang lain ingin membahas Aska dengan dirinya, mendengar nama anak itu disebut saja ia sudah sangat jengkel, apalagi menjadi topik pembicaraannya, Raka mana sudi.
Lelaki itu melempar ponselnya ke atas kasur lalu memakai pakaian yang sudah di tangan. Ia juga mengambil celana untuk dikenakan. Sejujurnya Raka sedikit kecewa dengan kabar yang disampaikan Tobi. Padahal event Creative Culinary Cakes yang diadakan setahun sekali ini sudah ia nanti-nanti, tapi justru tereliminasi sebelum sempat menunjukkan kemampuannya.

Raka perlu air untuk mendinginkan kepalanya yang terasa berasap. Ia lantas membawa langkahnya menuju nakas, mencari botol air minumnya di sana. Namun pandangan lelaki itu justru tertuju pada jaket cokelatnya yang tergeletak di atas kasur.

Raka mengambilnya, sejenak menatap bercak darah di sana sebelum melangkah menuju tong sampah di dekat pintu kamar mandi dan melemparnya. Tak ada alasan yang membuatnya harus menyimpan benda yang sudah berhubungan dengan Aska, sekalipun itu adalah benda kesayangannya.

Raka kemudian keluar menuju dapur, berniat mengambil air minum dingin, tetapi hal itu justru membuatnya harus berhadapan lagi dengan Aska. Anak itu tengah sibuk dengan wadah di pelukannya, mengaduk adonan kue. Wajahnya telah berbedak tepung, hoodie abu-abunya pun sudah ternodai oleh cokelat dan kawan-kawannya.

Raka terkesiap saat pandangan anak itu tiba-tiba tertuju kepadanya. Senyum semringah yang langsung disuguhkan Aska membuat Raka buru-buru melangkah lagi menuju kulkas di belakang adiknya itu.

"Kak, lo pernah buat kue?" tanya Aska basa-basi, ia tahu, Raka tidak mungkin berbicara dengannya. Kalaupun lelaki itu mau bercengkerama sudah pasti itu akan menyayat hatinya, karena kalimat Raka seharga dengan tangis anak itu. "Kira-kira Bunda suka yang manis banget atau yang manisnya sedang, ya?" ujar Aska lagi, sesekali mata anak itu tertuju pada ponsel yang menyajikan video tutorial membuat kue. Aska sengaja ingin melakukannya sendiri, bahkan Bi Hanum tak diizinkannya untuk ikut campur.

Raka meneguk botol minumnya, sekali lagi memilih untuk tidak menghiraukan tanya yang dilontarkan Aska. Melihat sikap Aska sekarang, Raka jadi sadar, ternyata besok adalah hari ulang tahun bundanya. Sialnya, Raka melupakan itu.

"Yah, tumpah."

Suara kesal sekaligus kaget itu tak serta merta membuat Raka menoleh, ia justru meletakkan kembali botol minumnya sebelum menutup pintu kulkas. Saat ia berbalik hendak kembali ke kamar, lelaki itu dikejutkan oleh penampakan di hadapannya.

Aska baru saja selesai menanggalkan hoodie-nya, dan ruam serta lebam-lebam di sekujur tubuhnya membuat Raka bergidik ngeri.

"Kak, bisa minta tolong ambilin celemek masak di samping kulkas?" ujarnya sembari membersihkan celananya yang terkena tumpahan adonan. "Ish, kenapa tadi nggak kepikiran pake celemek dulu, sih?"
Kekesalannya bertambah lagi karena benda yang ia pinta tak kunjung ia dapatkan. "Ka–k ...," Aska sudah menoleh saat celemek mendarat mulus di wajahnya. Walaupun jengkel karena diperlakukan seperti itu, ia tidak menyangka Raka sudi mengambilkan celemek untuknya.

25 Wishes Before Die [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang