VII

247 49 4
                                    


"Woah, woah tunggu! Tunggu!" Teriak seseorang dengan cepat dan membuat Yon menengok kearah belakang dan mencari sumber suara.

"apa yang kau lakukan?" Ucapnya hati-hati takut membuat kesalahan.

"Menurut mu?" Yon berbalik bertanya, matanya begitu satu saat melihat Ricard, "lebih baik kau pulang, ini bukan urusan mu" Ancam Yon.

"Tentu saja ini urusan ku, ini sekolahku, dan kau hanya orang pendatang yang bakal merusak reputasi sekolah, apa yang kau pikirkan, apa yang membuatmu melakukan ini" Kekeh Ricard, pria itu jujur takut karena apa ia bisa dijadikan tersangka apabila Yon mati.

"Apa pedulimu, apa kau anak dari pemilik sekolah ini?" Yon lagi-lagi bertanya, dan Ricard membisu, seharusnya ini menjadi rahasia dirinya sendiri.

"Benarkah? Pasti berat ya harus menjaga nama baik sekolah orang tua mu ni ya? Bebannya seperti apa? Apakah sama denganku?" Yon masih menatap Ricard dengan kekosongan di bola matanya.

"Apa kau ingin bunuh diri cuma hanya beban seperti itu?" Ricard kini yang bertanya.

"Tidak, disini bukan duniaku, kau akan baik-baik saja, tidak ada reputasi buruk tentang sekolah ini, hanya saja ini bukan tempatku, cara bagaimana aku kembali hanya satu, yaitu mengakhirinya. Entah ini disebut apa yang pasti duniaku lebih kejam dari duniamu, pergilah apa kau mau melihat diriku untuk terakhir di dunia ini?"

Ricard kini menatap Yon penuh kasihani, rupanya ia tidak sendirian. Dengan langkah pasti ia berdiri di samping Yon.

"Apa yang kau lakukan?"

"Menurutmu?" Kini Ricard membolak-balikan pertanyaan.

"Kau tidak perlu melakukan itu kau—“

" Kau tahu aku terbebani dengan semua kegilaan ini, maksudku, hidup ini begitu kejam dengan cara mereka sendiri, dulu aku juga ingin melakukan ini tapi aku hanya seorang pecundang yang takut dengan kematian" Jelas Ricard menatap awan "setidaknya kau tidak akan mati sendirian, apa kau mau bersamaku, setidaknya sebelum kau mati kau harus bisa percaya dengan satu orang apa kau tidak bisa sedikitpun percaya?" Kini ia menatap Yon.

"Manusia tidak bisa kau percaya, lalu apa yang selama ini kau bertahan dengan kegilaan ini?"

"Ibuku" Jawab Ricard sambil menatap Yon "kau tidak akan percaya dengan hidupku, ayahku salah satu mentri pendidikan, namun semakin lama ia semakin serakah, ia melupakan ibuku dan diriku, aku terus belajar agar bisa mendapatkan perhatiannya, hingga keserakahannya membuat ibuku gila. Ibuku mengalami gangguan kejiwaan, dan terpaksa di rawat rumah sakit Jiwa" Jelasnya

Yon yang dengar tersentak kaget, hampir mirip dengan kehidupannya tertekan akan perbuatan ayahnya, tapi yang masih membuatnya berbeda ia masih memiliki ibunya.

"Aku sadar buat apa lagi diriku bertahan untuk ayahku, membuat ia takjub dengan perbuatanku" Ricard berdecih  "yang membuat ku masih ada di dunia ini hanyalah diriku takut akan kematian, dan Ibuku masih membutuhkanku, ya walaupun dia tidak pernah berbicara denganku lagi, tapi matanya mengatakan ia membutuhkanku" Ucapnya menghela napas lalu matanya kini melihat kearah bawah.

"Mungkin ini terakhir kalinya aku berbicara, sebelum kematian menjemput. Alice kau wanita tangguh sama seperti ibuku, mungkin deritamu lebih sama denganku atau mungkin lebih dariku, hingga kau tidak bisa mendapatkan kepercayaan dengan manusia, namun aku hanya ingin bilang buat apa selama ini kau hidup? Apa mereka yang menekankan mu apa bertahan untuk kebahagiaan yang akan datang dengan tuntutan mereka?"

Tanya Ricard kini atensinya melihat Yon penuh makna. Yon gadis itu terdiam, ia sudah lupa untuk apa ia bertahan selama ini, yang selama ini ia menunggu lama untuk keluarganya, yang kangen dengan suasana dulu yang penuh kasih, terutama ibunya, ia kengen dengan kasih sayang ibunya yang kini tidak menunjukan kasih sayangnya.

Tanpa sadar air mata Yon mengalir begitu saja dari matanya, apa yang ia tangisin? Buat apa ia menangis? Apa ia takut akan kematian? Apa ia masih menginginkan keluarganya yg utuh?.

Buru-buru ia menghapus air matanya, namun tetap saja mengalir begitu saja.

"Apa yang kau tangisin Alice?" Tanya Ricard, pria itu juga mulai matanya berkaca-kaca, karena yang ia ucapkan begitu saja memiliki sakit yang amat luar biasa bagi hatinya. Fakta yang harus ia ungkapkan yang begitu sakitnya.

"Aku- aku tidak tahu" Jawab Yon yang makin lama tangisnya semakin deras, dia begitu sakit sekali mengetahui fakta yang ada, bahwa ia bertahan untuk keluarganya yang dulu.

"Cepat hapus air mata kamu, ayok kita bareng-bareng jatuh aku juga sudah muak dengan dunia ini!" Teriak Ricard sembari menarik lengan Yon, dan membuat gadis itu tersentak kaget.

Wanita itu gemeteran, walaupun ini berada dunia mimpi dan kemungkinan juga ia akan masih hidup, buat apa ia takut? Tapi faktanya tubuhnya ketakutan hebat.

"Ayok! Kita mati bareng-bareng, setidaknya kau dan aku tidak akan mati sendirian Alice!" Teriak Ricard penuh amarah, ia juga sama sakitnya.
Gadis itu menggeleng keras, matanya terus mengeluarkan air mata, membuat ia semakin terlihat rapuh.

"Aku... Hiks aku tidak bisa... Aku-" Ucap Yon terpotong karena tangisnya pecah, bahkan yang tadinya ia ingin menghapus airnya kini dibiarkan mengalir begitu saja. Rupanya hatinya masih menyimpan sakit yang amat luar biasa baginya.

"Hiks... Aku takut... Aku masih mau melihat keluarga ku, aku masih menyangi ibuku hiks... " Ucapnya lagi terbata-bata, ucapannya begitu saja keluar dari mulutnya begitu saja, wanita ini jarang sekali menunjukkan rasa keinginan atau mengungkapkan isi di hatinya.

"Kalau begitu apa kau masih berniat bunuh diri" Tanya Ricard suaranya mulai merendah. Tanpa perlu waktu lama Yon menggeleng keras, ia menolak kematian.

Ricard yang melihat langsung memeluk gadis mungil tersebut "kau gadis kuat, kau harus kuat Alice, deritamu akan hilang jika kau terus berjuang, maka jangan berjuang sendiri disini ada aku, kau harus percaya padaku percaya akan harapanmu yang masih ada" Bisik Ricard penuh lembut, bahkan rambut Yon di elus penuh lembut.

"Masih ada aku yang selalu mendukungmu, ayo kita bareng-bareng melawan takdir yang sulit ini" Lanjutnya lagi.

Yon mendengar menangis kembali dan membalas memeluk Ricard penuh erat, untuk pertama kalinya ada yang bisa membuat Yon tidak merasa kesepian kembali, untuk pertama kalinya juga beban dihatinya berkurang, dan untuk pertama kalinya ia bisa percaya lagi dengan manusia yang status kodratnya masih berupa ular jadian yang penuh licik.

Namun sekian banyak yang ia rasakan saat ini adalah rasa untuk pertama kalinya ia merasakan ada orang yang berharga untuknya, teman pertamanya.

"Terimakasih Ricard kau membuatku percaya dengan adanya teman" Ucap Yon sekecil mungkin.

Dan sedetik kemudian matanya terbuka lebar, yang tadinya suasana berada di rooftop berubah menjadi kamar tidurnya. Ia bangun dari tempat tidurnya, menatap kosong kesegala penjuru hingga ia mengingat kembali mimpi yang baru saja ia rasakan beberpa detik sebelumnya.

Tanpa sadar air mata Yon yang sehabis bangun dari tidurnya mengalirkan air matanya.

"Waktunya habis ya? Padahal aku baru saja mendapat teman" Ucap Yon entah kepada siapa, dan berikutnya senyum kecil terpancar di wajahnya.

"Aku harap aku bisa selama-lamanya berada di dunia mimpiku"








Please vote and coment, cerita ini tidak akan berlanjut tanpa kamu yang tidak vote dan coment, please appreciate the author


Magic ShopWhere stories live. Discover now