The Dream

1K 71 17
                                    

Netra klorofilnya mengerjab sesaat, bibirnya terkantup saat sepoi angin dalam hutan nampak mengalir dengan mudah membelai rambutnya. Gemerisik dedaunan membuatnya bergeming, dan cicit burung kecil terdengar menggema dalam celah-celah cahaya yang menelusup. Jemarinya meremas dress tipis berwarna merah muda pudar selutut yang membungkus tubuhnya.

Rambutnya jatuh di sepanjang punggung hingga pinggangnya, ia mengerjab bingung. Hingga kemudian sosok pria dengan pakaian hitam yang nampak mewah nampak menarik ujung bibirnya.

"Selamat datang." Sapanya.

Mata sang gadis melebar bingung, menelisik sekitar yang nampak tenang dalam balut kabut di tengah cahaya mentari yang jatuh di sela-sela dedaunan pohon. Kaki telanjangnya nampak bersembunyi di sela-sela rumput segar yang terasa dingin. Ia masih dalam posisi yang sama, terduduk kaku dalam kebingungan.

Sosok pria tinggi itu membuka topi hitamnya, dan rambut kemerahan kelamnya tertimpa pendar cahaya sang surya. Pria itu membungkuk dan meraut lembut jemari mungilnya, menariknya lembut untuk segera bangkit.

Klorofilnya mengerjab bingung kala netra emas kelam pria itu menyorot tegas padanya dalam kerling jenaka, dan ia dapat menangkap gurat ketegasan dari garis wajahnya yang telah berumur. Rambut tipis di sekitar dangunya terlihat tak terawat, namun ia tahu bahwa hal itu bukan karena sang pria seorang yang tidak memperdulikan penampilan.

Justru sebaliknya, seolah tampilan rambut tipis di dangunya adalah sebagai ciri khas kharsimanya sesuai dengan kisaran usianya yang telah lebih dari matang.

"Siapa?"

Tanya gadis itu dalam kebimbangan, ia dengan gerak terhuyung mencoba untuk bangkit dan menarik tangannya cepat dari genggaman pria itu. Netra klorofilnya memicing waspada, tangannya terkepal didadanya.

Pria itu tertawa kecil dan berbalik memunggunginya, "kau akan mengetahuinya nanti. Tapi untuk sekarang, aku memiliki pertanyaan untukmu." Tukasnya.

Ia mengigit bibirnya kecil, menatap tak mengerti pria itu. Kenapa ia tiba-tiba ingin mengajukan pertanyaan, ia sendiri bahkan tak mengerti di mana dirinya sekarang dan apa yang terjadi, serta siapa gerangan pria di hadapannya. Berbagai pertanyaan berkecambuk dalam pikirannya, hingga akhirnya ia menghela nafas sekilas seraya menatap pria itu serius walau masih ada kebimbangan dalam hatinya.

"Apa... yang ingin kau tanyakan?"

Pria itu tersenyum lebar, jarinya terdengar menjentikkan suara sekilas dan ia nampak memandang lurus klorofil gadis itu.

"Apakah... kau mau mendapatkan kebahagiaan?" Tanyanya.

Alis merah mudanya mengerut, menatap heran pria itu. Apa maksudnya tadi? Kebahagiaan? Ia tak mengerti kenapa pria itu menanyakannya. Kebahagiaan seperti apa yang dimaksud oleh laki-laki itu?

"Kebahagiaan... mengenai apa?" Tanyanya menggantung. Ia masing menatap curiga pria dengan jas dan pakaian hitam itu.

Sang pria hanya terkekeh dan nampak merentangkan tangannya, "kebahagiaan dalam segala hal." Jawabnya.

Sang gadis menatapnya bingung, "kau tidak menyebutkannya secara jelas, aku... tak memahami apa maksudmu." Cetusnya.

"Ah, kau memang sangat waspada rupanya. Tapi baiklah, aku hanya akan menjaskan satu hal." Pria itu menyeringai, "aku hanya memberikanmu satu kesempatan untuk mengetahui kenyataan yang akan kau hadapi. Karena umtuk selanjutnya kau akan menghadapi takdirmu sendiri."

"Takdir?" Ulangnya tak mengerti, netra klorofilnya nampak melebar dalam kebingungan. "Apa maksudmu dengan takdirku?" Desaknya.

Pria itu hanya tersenyum dan nampak menepuk kepala merah mudanya lembut, sorot kebahagiaan nampak di netra emasnya. "Kau akan terbiasa, banyak hal yang berubah jadi wajar saja kau mengalami masalah dalam ingatanmu." Ujar pria itu. "Tapi aku bahagia, kau akhirnya kembali."

Solitude Were We AloneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang