Fragment

399 45 7
                                    


.

Mobil mewah itu melaju di sepanjang garis jembatan yang membelah samudra, hingga kemudian sebuah benteng raksasa membentang dan diantaranya terdapat bangunan tinggi dengan desain klasik. Sakura membelalak takjub untuk kesekian kalinya, hingga kemudian saat gerbang terbuka, mobil milik 'Ayah'nya segera melesat menuju ke pusat benteng itu.

Benteng dengan bangunan tinggi itu merupakan sebuah kota, Sakura memandang mobil-mobil yang bersliweran di sekitar jalan raya. Sebagian kereta MRT juga nampak berjalan di rel di atas jalan raya. Sakura memandang takjub, tempat ini benar-benar luar biasa indah, ia menatap beberapa orang yang nampak berjalan di sekitar trotoar pertokoan. Namun tentu saja ia melihat banyak orang yang berpakaian mewah.

Kota ini mirip Paris. Benar-benar luar biasa, batin Sakura takjub, hingga pemandangan penduduk kota mulai nampak berkurang kala mobil yang ditumpanginya mulai melaju memasuki hutan, dan akhirnya sebuah bangunan besar berupa istana yang nampak megah menyambut pandangan. Sakura meneguk ludahnya gugup, ia melirik laki-laki paruh baya yang tengah menyetir itu.

"Kita... akan pergi kemana?" Tanyanya.

"Ada pertemuan dengan Yang Mulia, ah, kau pasti gugup karena ini pertama kalinya kau datang ke istana bukan?" Celetuknya.

Sakura mengangkat alisnya, istana? Dalam bayangannya atmosfir klasik seperti di film-film abad pertengahan langsung terbayang. Ia tak mengerti bagaimana dan kenapa mereka harus datang ke sebuah istana. Namun ia menyimpulkan bahwa tempat ini mungkin saja masih berupa kerajaan. Tapi kerajaan di tengah-temgah modernisasi seperti Inggris atau Belanda, atau kekasiaran Jepang sehingga membuatnya penasaran.

Jujur ia hanya tahu kehidupan istana dari film fiksi dan beberapa info yang ditemukannya di internet, namun kebanyakan tentu saja membahas mengenai kehidupan istana di abad pertengahan.

Melihat dengan mudahnya mereka masuk ke dalam pelataran istana itu, Sakura merasa, 'Ayah'nya pasti orang dengan posisi penting. Karena tentu saja jika bukan pejabat tinggi atau tamu khusus tidak mungkin mereka bisa masuk dengan mudah. Sakura tersadar saat mobil yang ditumpanginya berhenti, pria di sampingmya segera melepaskan sabuk pengaman dan membuka pintu mobil.

Sakura dengan gugup segera keluar setelah seorang pria dengan jas rapi dan kacamata hitam membukakan pintu untuknya. Gadis berambut merah muda itu tersenyum ramah pada pria berjas tersebut dan ia segera melenggang mengikuti langkah sosok sang 'Ayah' yang menatapnya. Keduanya melangkah menuju dalam istana yang nampak indah dengan sentuhan klasik yang khas.

Sakura sempat terpana, namun ia segera menyusul pria paruh baya itu. Hingga kemudian setelah lama berjalan keduanya berhenti di sebuah pintu besar dengan ukiran yang begitu khas. Saat pintu itu terbuka, sebuah aula besar dengan sebuah singasana mewah nampak di depan sana.

"Suatu kehormatan dapat berjumpa dengan anda, Yang Mulia Kaisar?" Sapa pria berambut ungu itu. Sakura menatap sosok pria berambut putih yang nampak tua itu dengan raut gugup, namun ia ikut membungkuk seperti yang dilakukan 'Ayah'nya sebagai tanda penghormatan.

"Ah, rupanya itu kau, Ketua Perwakilan Ardyn Izunia?" Sapa sosok pria berambut putih itu, wajahnya yang menunjukkan garis-garis penuaan nampak tegas dan angkuh dalam kebesarannya.

Sakura melirik laki-laki berambut ungu kemerahan yang sejak kemarin ia panggil sebagai 'ayah' itu, ah, akhirnya setelah seminggu lamanya ia tahu nama pria itu. Selama seminggu ini ia sungkan untuk bertanya siapa nama lengkap pria itu.

Ardyn Izunia, ya?

"Ya, Yang Mulia?" Sahut Ardyn dengan senyuman yang nampak khas.

Solitude Were We AloneWhere stories live. Discover now