SEMBILAN

1.2K 29 0
                                    

Aku kembali menangis didalam lift, beruntung saat ini adalah jam kerja jadi aku menuju lobby seorang diri. Aku masih tidak menyangka Mike tega berbuat seperti itu kepadaku. Aku masih merasakan perih ketika aku menggerakkan kakiku untuk berjalan.

Aku menghapus air mataku saat pintu lift terbuka, aku melangkah keluar tanpa memperhatikan siapapun yang ada dilobby. Aku segera menghentikan taksi yang kebetulan lewat didepanku. Setelah aku menyebutkan alamat apartemenku taksi langsung bergerak menembus jalanan ibukota.

Kulihat Mike berlari dari arah lobby saat taksiku sudah bergerak menjauh. Aku menghela nafas lega mengetahui Mike tidak mungkin menyusulku sampai apartemen. Ya benar, walaupun dia kesana dia juga tidak tahu aku tinggal dilantai dan pintu nomor berapa karena aku tidak pernah memberitahukannya. Aku harus segera memberi tahu security yang berjaga dipintu masuk agar tidak ada yang memberikan letak tempat tinggalku kepada siapun nanti.

Tigapuluh menit berlalu akhirnya aku sampai dilobby apartemenku. Aku mengucapkan terima kasih setelah membayar ongkos taksiku. Seperti yang aku rencanakan tadi, aku meperingatkan security yang berjaga agar tidak memberikan informasi apapun tentangku kepada orang asing.

Keluar dari lift aku berjalan dengan tergesa menuju pintu coklat yang berapa diujung lorong. Namun seseorang yang susah payah kuhindari sedang berdiri bersandar sambil memperhatikan setiap langkahku.

"Mau apa kamu disini?!"

Aku kesal, dari mana dia tahu tempat tinggalku lebih jauh. Sepengetahuanku Mike memang pernah mengantarku beberapa kali tapi hanya sebatas lobby. Aku memandang tidak suka melihat seringainya itu.

"Minggir, aku mau masuk ! Eh, Mike kamu mau ap..."

Belum sempat aku memarahinya dia menarik kunci yang sedang kupegang. Ia membuka pintu dengan mudah kemudian menarikku masuk kedalam.

"Siapa yang suruh kamu masuk?! Mike pegilah..."

"Dinda..." Mike menatapku sedih.

Kuharap Mike sadar dengan perlakuannya tadi kepadaku. Tapi sayangnya aku sudah tidak peduli lagi dengan apa yang akan dia katakan saat ini.

"Dengar Dinda..."

"No ! Kamu yang harus dengarkan aku" Aku berteriak kepadanya.

"Adinda DIAM" Dia mendekatiku kemudian mencengkeram bahuku erat.

Wajah Mike syarat akan kemarahan. Yang benar saja, kenapa malah dia yang marah. Seharusnya aku yang merasa direndahkan habis - habisan, seharusnya aku sudah mencakar wajahnya hingga tidak berbentuk, seharusnya juga aku melaporkannya ke Polisi atas tindakan pelecehan seksual. 

"Kumohon Mike, pergilah..." Aku menaruh kedua tanganku didepan dada, air mataku kembali tumpah.
Dia masih mencengkeram bahuku, aku meringis kesakitan. Kulihat kilatan amarah kembali terpancar dari matanya. 

"Kumohon Mike, lepaskan aku"

Mataku terus waspada. Mike berhenti tepat didepanku, dia menunduk hingga wajah kami sejajar. Aku menahan nafas, berusaha tidak menjerit dan memukuli wajah tampannya itu.

"Mike..." Aku melirik kearah tangannya yang mencengkeramku.

"Diamlah Dinda, jangan membuatku semakin kesal"

Aku menuruti kata - katanya, diam dan berharap semoga Mike memiliki belas kasihan kepadaku hari ini.

"Kau tahu, aku tidak pernah bermaksud menyakitimu" dia mengelus rambutku lembut, wajahnya dekat sekali dengan wajahku.

"Kau tahu, hari ini aku baru saja mendarat dari Singapura"

Dia menjeda kata - katanya beberapa detik kemudian menuntunku agar duduk disofa kemudian dia juga duduk disebelahku. Dia terlihat kesusahan untuk mengungkapkan entah apapun itu yang sedang ada dikepalanya. Aku tahu, mungkin karena kami selama ini tidak pernah terlibat obrolan seperti orang normal.

Kami memang dekat, sangat dekat tapi itu hanya sebatas fisik. Kami berdua sama - sama membutuhkan sebuah pelampiasan dan kami berdua juga sama - sama tahu kalau melibatkan sebuah perasaan apapun itu akan merusak segalanya.

Maka dari itu kami tetap menjadi dua orang asing yang selalu bertemu ketika kami hanya membutuhkan pelampiasan. Tapi jauh didalam lubuk hatiku, aku begitu menginginkannya secara utuh. Fisiknya juga perasaannya.

Diam - diam aku sering memikirkannya sebelum tidur. Aku memikirkan bagaimana tangannya dengan mudah membuat pertahananku selalu runtuh dibawah tubuhnya. Diam - diam aku juga merindukan pesan juga suaranya di telpon saat dia membutuhkanku.

Beberapa kali aku pernah menghubunginya terlebih dahulu agar kami bisa bertemu. Jujur aku malu tapi apapun aku lakukan demi menuntaskan rinduku padanya. Dan dua bulan terakhir dia benar - benar sudah menjauh dari hidupku, semua keinginanku agar bisa lebih dekat dengannya sirna begitu saja tanpa penjelasan apapun.

Aku bersyukur Daniel hadir kembali kehidupku sekarang. Dia sudah berhasil mengisi kekosongan hatiku beberapa minggu ini dan aku juga sedang mempertimbangkan ajakannya untuk kebali bersamaku lagi. Aku mendengar pengakuannya tadi setelah makan siang.

Dia mengakui perasaannya masih sama seperti dulu terhadapku dan yang mengejutkanku dia mengajakku untuk mencoba lagi dari awal. Sebenarnya aku tidak perlu lagi memikirkan apapun lagi untuk menjawab "ya", tapi kemudian terlintas wajah Mike yang mendadak membuatku gelisah.

"Dinda..." Suara Mike memecah lamunanku.

"Aku mau kita berhenti" potongku sebelum Mike menggoyahkanku kembali.

"Apa?!" Mike terlihat kaget.

"Iya, aku mau kita mengakhiri hubungan ini"

"Apa kau bilang?" Dia terlihat kesal dengan kata - kataku.

"Apa masih kurang jelas Mike, aku ingin mengakhiri perjanjian kita. Aku ingin menjalani kehidupan normal, aku ingin memiliki kekasih. Dan aku..."

"Dan kau sudah menemukannya?" Dia memotong penjelasanku.

"Y...ya! Iya aku sudah menemukannya, jadi kumohon lepaskan aku" Jawabku cepat.

Memang benar kan kalau aku sudah menemukannya, Daniel adalah semua hal yang kubutuhkan demi kehidupan normalku. Dia tampan, baik, peduli kepadaku, begitu lembut, begitu menyayangiku dan kupikir dia juga memiliki pekerjaan yang lumayan.

Jadi apalagi yang harus kupertimbangkan, aku harus segera menghubunginya. Mike terlihat biasa saja mendengar pengakuanku, dia bahkan tertawa geli disebelahku. Aku mengernyit heran melihat ekspresinya yang kelihatan dibuat - buat. Aku terus memandanginya ketika dia bangkit dan berjalan menuju pintu keluar. Dia berjalan sambil menggeleng dan sesekali tertawa kecil.

"Baiklah, Aku memberimu kesempatan untuk menikmati kehidupan normalmu Dinda, dan kuharap kau segera menemuiku setelah kau bosan bermain - main"

Dia menatapku sebentar kemudian keluar dengan tertawa. Aku tidak tahu apa yang dianggapnya lucu dan terserahlah aku sudah tidak peduli. Aku senang Mike melepaskanku dan aku harus segera menemui Daniel.

Aku berlari menuju tasku, meraih ponsel dan langsung menelpon Daniel. Dering pertama Daniel langsung menjawab panggilanku.

"Daniel..."

I WANT MORETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang