Episode 4 Disaster

182 34 1
                                    

Terkadang, apa yang kaurencanakan seringkali tak sesuai dengan kenyataan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Terkadang, apa yang kaurencanakan seringkali tak sesuai dengan kenyataan. Itulah yang terjadi. Aku sudah sangat ingin, cuti hingga awal tahun, mungkin seminggu atau dua minggu, tapi tentu saja ada yang terjadi.

Pada tanggal 31 Desember, event terakhir yang diselenggarakan Lituhayu, tiba-tiba saja ada gangguan teknis yang cukup fatal. Anya memang sangat bagus untuk menyusun rencana, tetapi dirinya mudah gugup jika ada situasi yang terjadi mendadak. Gadis itu hampir menangis saat mengabariku, menjadikan aku tergopoh-gopoh memesan mobil via aplikasi ojek, membawa segudang perlengkapanku dan berdandan sepanjang perjalanan, mengabaikan tatapan sopirnya yang aneh melalui spion.

Tamu yang datang di luar perkiraan tuan rumah, padahal makanan sudah disiapkan tiga kali lipat. Katering tak sanggup lagi memasak karena lokasi mereka jauh. Rupanya ada kesalahpahaman di sini, di mana klienku satu ini menganggap saudara dan kerabat mereka yang dari luar kota itu bukan undangan, tetapi sama sekali tak mempersiapkan apapun untuk kedatangan mereka. Aku nyaris mengunyah ponselku, manakala mereka memohon agar aku bisa menyelesaikan masalah ini, bahkan rela membayar dua kali lipat jasaku.

"Anya, kenapa kamu nggak confirm mengenai keluarga, kerabat dan saudara yang diperkirakan hadir? I've told you so many times!" Aku segera mengecek kesediaan stok makanan yang segera habis, sementara tamu masih berdatangan.

"Maaf, Mbak. Tetapi saya sudah ngecek berkali-kali, mereka bilang undangan hanya 600 orang, makanan 1800 porsi, tetapi ternyata itu hanya undangan dari pihak pengantin. Pihak orang tua baik pengantin pria maupun wanita, belum." Anya membuntuti langkahku yang tergesa, menghampiri Endik, koordinator katering yang menangani acara yang diadakan di rumah pengantin wanita.

"Ndik, suruh tiga anak buahmu, cari warung chinese food di dekat sini. Kalau bisa berpencar. Jangan beli banyak dalam satu warung. Menu hari ini : nasi goreng, cap cay dan mie goreng. Beli tiap menu dua puluh porsi. Quick!" instruksiku segera.

Kemudian kubuka ponsel, mencari nama anggota tim yang sedang bertugas sekarang. "Man, tolong kamu cari tukang bakso keliling sekitar sini, panggil ke sini, kita borong semuanya. Atur isiannya dalam tiap mangkok, lalu tata di meja. Sekarang!"

Kulirik Anya yang masih mengatur napas. Tampak lega karena kehadiranku, padahal aku sempat terantuk pintu rumah saat tergesa kemari. Damn. Bahkan waktu untuk bersedih saja tidak ada.

"Nya, kamu ngapain masih di sini? Koordinasi anak buahmu yang bisa bantu agar bisa ngurusin konsumsi, sekarang!" Aku mendelik ke arah gadis berusia dua puluh tahun itu.

"Oh? Oh iya ya, Mbak!" tukasnya sembari berlari ke arah meja prasmanan. Aku menghela napas, kemudian memindai sekitarku mencari setidaknya segelas air mineral. Tetapi rupanya antrian tamu masih mengular, sementara gelas air mineral kemasan hanya tinggal dua kardus. Totally, sialan!

"Permisi, Mbak?" Suara itu mengejutkanku. Aku menoleh lalu mendapati sepasang netra indah yang cukup membuatku terpana. Sedetik, dua detik, lima detik, aku hanya berdiri memandanginya. Hingga sosok di hadapanku menjentikkan jarinya.

Kapan Nikah? (Tamat)Where stories live. Discover now