Prolog

47.6K 3.2K 99
                                    

Tomi, sang asisten produser, mengistirahatkan kepalanya di atas meja, "Sar," ia menoleh pada Sarah Gautama, bu produser yang duduk di seberang, "Lo yakin kita bisa sukses pakai konsep audisi semacam ini?"

Sarah menghela napas panjang. Bukan hanya Tomi, kru lainnya juga menunjukkan kepesimisan yang tak jauh berbeda, "Selama satu semester ini Soma TV cuma fokus dengan program itu-itu aja. Sekarang waktunya kita bikin gebrakan baru. Formula baru, pakem baru, plot baru... all brand new!"

"Tapi mbak," Tasya, staf junior itu meringis kecil, takut-takut mengutarakan opininya, "bukannya lebih bagus kalau kita tetap ngelanjutin tema dating show? Rating acara Sang Ratu Pilihan kemarin 'kan tinggi banget, satu persen lebih tinggi dari program kita sebelumnya—"

Lirikan tajam Sarah sontak membungkam Tasya. Oh, ini adalah masalah yang sangat sensitif baginya. Tanpa perlu dijabarkan panjang lebar, ia tahu acara SRP yang diproduseri oleh Yuni—rival abadinya di Soma TV—telah berhasil mengalahkannya, bahkan sebelum show itu memasuki episode terakhir.

Dan kini Sarah mendapat perintah untuk menciptakan program baru yang nantinya akan menggantikan SRP dua bulan lagi. Meski ekspektasi dari orang-orang membuatnya stres sekaligus tertekan, tapi itu juga memacu semangatnya.

"Gue tahu lo semua khawatir dengan format docusoap* yang gue ajuin." tutur Sarah diplomatis, berusaha meyakinkan anak-anak buahnya, "Di sini kita memang dituntut untuk keluar dari zona nyaman, tapi gue harap kalian selalu ingat motto kita. High risk high return."

(*Singkatan dari documentary Soap Opera: program hiburan yang menceritakan tentang kehidupan orang-orang dalam kehidupan nyata dalam kurun waktu tertentu, dan dikemas dengan gaya seperti sebuah drama televisi.)

Hening sejenak. Mereka tampak meresapi ucapan Sarah baik-baik.

"Gue setuju kalau kita bikin program yang nggak melulu tentang perjodohan." Jefri, sang sutradara, akhirnya buka suara, "Tapi gimanapun juga kita nggak bisa mendiskreditkan apa yang paling mudah menarik penonton—cinta dan drama." ujarnya sambil menatap Sarah penasaran, "Apa show terbaru kita ini bisa mengangkat elemen-elemen itu?"

"Love happens. Drama happens." jawab Sarah serta merta, "Meski fokus utama program kita berkutat pada proses audisi, tapi apa pun bisa terjadi selama ada banyak kepala dalam satu ruangan."

Kali ini mereka manggut-manggut, tak pelak terpengaruh oleh keoptimisan pemimpin mereka.

"Selamat siang." suara lembut dan pintu ruang pertemuan yang terbuka dari luar membuat mereka serempak berdiri dari kursi, dengan hormat menyapa wanita tinggi yang diantar masuk oleh seorang kru Soma.

"Mbak Gisel!" Tasya semringah, tampak sangat senang bertemu muka dengan penulis favoritnya yang juga merupakan sahabat sekaligus kakak ipar Sarah, "Gimana persiapan buat film terbarunya?"

"Masih dalam tahap pengembangan skenario." jawab Gisel ramah, sebelum duduk di sebelah sang produser.

"Thanks Gis, lo dan kru film Estuaria udah mau berpartisipasi." Sarah menepuk pundak Gisel, penuh rasa terima kasih, "Dengan antusiasme pembaca novel lo, ini benar-benar akan mendongkrak kepopuleran program kami."

Gisel mengangguk sambil tersenyum lebar, "Finding Estuarian—jadi pakai judul itu buat program kalian?"

"Ya." Sarah dan timnya menjawab bersamaan.

"Great. Gue yakin dengan kerja sama yang solid dari tim ini, Finest nggak akan kalah dari acara-acara sebelumnya."

Semangat mereka langsung berkobar ketika mendengar dukungan dari Gisella Antoinette Burhan, penulis yang sudah beberapa kali mencetak novel-novel mega best seller. Kali ini, salah satu karyanya yang paling laris manis akan segera diadaptasi ke layar lebar.

Begitu berita tentang Estuaria movie diumumkan, publik seketika heboh. Selama tiga hari berturut-turut, Estuaria dan nama Gisel menjadi trending topic di berbagai media sosial. Fans militannya pun tak ketinggalan memberikan saran tentang siapa saja aktor yang dirasa pantas memerankan karakter-karakter favorit mereka.

Dengan tingginya minat masyarakat terhadap Estuaria, sebuah gagasan cemerlang terlintas di otak Sarah. Tanpa mengulur waktu, ia cepat-cepat menghubungi Gisel dan Black J—rumah produksi yang membeli hak cerita Estuaria, guna mengajukan tawaran yang dapat menguntungkan kedua belah pihak.

Finding Estuarian, atau lebih sering disingkat sebagai Finest, merupakan program eksklusif yang bertujuan meliput segala proses pemilihan cast film berbudget tinggi tersebut.

"Untuk peran Grisha, ada berapa orang yang lo lolosin ke babak pre-cast?" Sarah bertanya pada Gisel, "Kebanyakan nama-nama lama atau ada bibit baru?"

"Tiga orang. Semuanya udah punya nama di dunia entertainment." jawab Gisel sambil mengedikkan bahu, "Tapi kami tetap butuh persetujuan Elgar. Sebagai leading actor, opini dia perlu gue pertimbangkan baik-baik."

Sarah mengangguk-angguk setuju. Di sinilah awal keseruan akan terjadi. Sejak awal, Elgar Birendra merupakan satu-satunya pilihan Gisel untuk memerankan Vino, sang protagonis di Estuaria. Nantinya, pria yang sering dijuluki sebagai one of the most versatile actors of all time itu juga akan muncul di program Finest sebagai salah satu juri. Ia memiliki hak untuk menentukan siapa pemeran utama wanita yang pantas menjadi lawan mainnya.

"Feeling gue sih, lo bakal senang dengan orang-orang yang lolos ke babak pre-cast."

Kerlingan jahil dari Gisel langsung membangkitkan rasa penasaran Sarah, "Kenapa?"

"Hampir semuanya punya satu dari tiga hal yang selalu lo cari-cari dalam menghidupkan reality show—sifat kompetitif, percaya diri, dan jangan lupa... ambisius."

"Dan orang-orang seperti itu biasanya memiliki bakat alami untuk mengundang konflik." dengan seringaian lebar, Sarah kemudian mengitarkan pandangan ke arah timnya, "Finest akan menjadi program unggulan baru. Let's get rolling!"

***

The Paragon Plan (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang