1

52.9K 2.1K 148
                                    

Mas Bayu benar-benar membantuku membereskan barang-barangku. Sebenarnya tidak terlalu banyak, hanya pakaian yang kebanyakan casual dan santai. Selain baju ada juga gitar. Aku tak pandai memainkannya memang, aku membeli alat itu karena menurutku keren saja jika laki-laki bisa memainkannya.

Di mobil, Mas Bayu menanyakan soal gitar itu. "Kamu bisa main gitar, Ji?"

Aku terkekeh. "Cuma bisa chord yang benar-benar dasar, Mas Bayu. Kayak chord Am, C, Em, D, Dm, F sama G. Itu pun bukan yang gantungnya."

"Mau Mas ajarin sampe bisa?"

"Mas bisa musik?"

"Nggak bisa."

"Lah?"

"Mas bisanya main gitar."

Aku tersenyum. "Ya gitar kan musik juga, Mas Bay bisa aja."

Sejujurnya aku punya obsesi terselubung sama Mas Bayu. Semisal ingin memilikinya, ingin selalu berduaan dengannya, ingin selalu bisa membuatnya tersenyum hingga bahagia. Namun, itu hanya obsesi dalam pikiranku. Aku tak pernah merealisasikannya dalam tindakan. Waktu aku kelas 1 SMA obsesi itu sudah ada tapi tak pernah sedikit pun aku berani bertindak berlebihan.

Sekarang pun aku masih terobsesi. Lagi-lagi, untungnya aku sadar diri. Dia seorang guru, ada kode etik yang harus aku jaga sebagai siswa. Setidaknya jika aku harus merasa senang sekarang, itu karena aku bisa melihat Mas Bayu setiap hari, bahkan mungkin berbincang dengannya di pagi hari.

"Anj**g!" umpatku saat tiba-tiba saja mobil berguncang karena melewati kubangan air. Ups. Dasar bodoh! Kuberanikan diri menatap Mas Bayu. Reaksinya? Tak bisa kuartikan! "Maaf, Mas Bay. Tadi aku kaget makanya ngomong kasar." Ya beginilah aku, si anak serba biasa. Gak baik gak juga nakal. Aku sering berkata kasar, namun aku juga tak tega kalo harus curi barang orang meski sedikit.

"Sekarang kita ke BEC dulu, Ji, baru setelah itu pulang ke rumah."

"Iya Mas Bayu, Panji mah ngikut saja."

Di Bandung Elektronik Center, Mas Bayu membeli perangkat komputer lengkap dengan WiFi dan juga speaker-nya. Selama perjalan ke sana jalanan macet, pulangnya pun sama. Akhirnya aku sampai rumah Mas Bayu itu sekitar jam 6, berbarengan dengan adzan maghrib.

"Ayo, Ji. Ayah sama Ibu Mas Bayu udah nunggu di dalam."

Langkahku langsam masuk ke dalam, membuktikan keraguanku saat ini. Di ruang tamu ada bingkai foto yang cukup besar. 3 orang laki-laki dan 1 orang perempuan. Di salah satu foto itu ada Bayu dan juga ... loh Tante Rara?

Jangan-jangan ....

"Bu, Bayu pulang."

Karena langkah kakiku pelan, Mas Bayu menggenggam tanganku kemudian menarikku ke ruang tengah. Ternyata benar, di meja makan itu ada tante Rara!

Kedatanganku langsung disambut hangat oleh tante Rara dan juga suaminya. "Ya Allah Panji, Ibu khawatir loh kamu menolak ajakan Bayu buat tinggal di sini. Sini duduk."

"Loh jadi Mas Bayu itu putranya tante Rara?"

"Lah kamu belum tahu?"

Aku menggeleng. Tante Rara adalah orang yang suka datang ke rumah nenek setiap akhir pekan. "Iya gak tahu, tante. Nenek gak pernah cerita. Mas Bayu juga gak pernah main ke rumah."

"Kata siapa?" Kali ini suaminya yang berbicara. "Dulu waktu kamu sakit DBD, Bayu kan datang ke rumah kamu buat nemenin kamu semalaman."

Eh masa sih? Kok aku gak inget? Atau saat itu aku tidur?

"Dia lagi tidur, Bu," sahut Mas Bayu.

"Pokoknya tante senang kamu mau tinggal di sini, Ji. Waktu kemarin-kemarin tante gak enak ngomong soal ini sama kamu, jadi nunggu waktu yang pas."

Di meja makan sudah terhidang begitu banyak masakan lokal kesukaanku. Salah satu di antaranya adalah rendang dan sayur nangka.

"Panji beneran boleh tinggal di sini, tante, om?"

Mereka berdua tertawa. "Tante malah seneng kalo kamu mau tinggal di sini, Ji. Kamu tahu? Si Bayu sampe bersihin gudang di samping kamarnya selama seminggu. Dia pindahkan semua barangnya sendirian, bahkan dia mengecat kamar, beli kasur, beli karpet, beli lemari sendirian pas tahu tante mau ngajak kamu buat tinggal di sini." Mendengar hal itu, sungguh, hatiku rasanya dipenuhi kupu-kupu. "Dia juga beli keyboard, beli gitar, beli biola, beli—"

"Bayu mau salat dulu," tukas Mas Bayu sambil beranjak pergi.

"Kamu tahu, Ji. Setiap tante pulang dari rumahmu, si Bayu selalu nanyain kamu loh. Gak tahu kenapa. Kalo kata suami tante sih karena dia pengen punya adik, jadi, terima kasih banyak. Tante gak bisa punya anak lagi soalnya, rahim tante sudah gak ada."

"Sudah nanti lagi ngobrolnya, mending kamu salat dulu baru habis itu makan. Om sudah salat sebelum kamu datang, Ji. Jadi kamu salat gih sama Bayu."

"Iya, Om."

Di jalan menuju kamar mandi aku berpikir, pantes saja Mas Bayu sangat tampan orang Bapaknya aja seksi gak ketulungan.

Baiklah ada satu fakta yang membuat bibirku saat ini senyum-senyum sendiri. Jadi Mas Bayu pengen punya adik tapi gak bisa karena rahim tante Rara sudah diangkat? Lalu apakah itu artinya Mas Bayu telah menganggapku sebagai seorang adiknya? Kok aku merasa senang ya, namun di saat yang bersamaan aku ... merasa sedih karena itu artinya hubunganku dengan Mas Bayu tak akan pernah lebih dari seorang adik terhadap kakaknya.

Vote!

Guru Seksi [MxM] [Re-make]Where stories live. Discover now