Chapter 2 - Ketika Hujan

38 8 0
                                    

Kazime berjalan ke arah ruko yang bertuliskan "Choco Cafe" dengan tergesa gesa. Gadis itu baru sampai di pintu belakang kafe. Dia disambut oleh temannya, Hinka. Gadis bersurai silver, yang kini sudah memakai seragam kerja ala kafe itu.

"Kazime? Kok baru sampai?" Tanya Hinka.
"Maaf... tadi dompetku ketinggalan" jawab Kazime.
"Hah? Ketinggalan dimana?"
"Di loker gor sekolah ehehe..." jawab Kazime cengengesan.
"Uuhh dasar ceroboh... kebiasaan!" Oceh Hinka.
"Ngomong-omong... Hinka..." Kazime kepikiran akan sesuatu. Dia berjalan mendekati Hinka.
"Yaa?" Sahut Hinka.
"Kenapa benda ini bisa ada di dompetku?" Kazime menunjukan agate yang berada didalam dompetnya. Bentuknya seperti berlian dan warnanya kuning, berada dalam kubus berwarna biru transparan. Benda itu seakan telah beku.
"Loh? Mana aku tau" Jawab Hinka, dia heran kenapa Kazime malah bertanya padanya.
"Bukankah benda ini harusnya berada dalam laci? Apa kamu yang memindahkannya ke dompet?" Tanya Kazime.
"Laah mana mungkin aku? Dompetmu itu bukan urusanku" gerutu Hinka. Menurutnya itu pertanyaan yang aneh.
"Bukannya semalam kamu sendiri yang ngotak atik laci untuk mengambil uang?" Hinka mengingatkan.
"Oh iyaa yaa"
"Kebawa mungkin" tambah Hinka.

"Sudah yuk sebentar lagi kita buka kafe" kata Hinka.
"Tapi aneh sekali" kata Kazime dia merasa masih ada yang tidak beres.
"Apa lagi?" Kata Hinka. Gadis itu agak kesal, pembicaraannya tidak kunjung selesai.
"Sebenarnya tadi ada yang menemukan dompet ini"
"Lalu??"
"Ketika itu, agate ini memancarkan cahaya kuning, menakjubkan tapi sekaligus aneh" kata Kazime. Hinka menatap Kazime serius.
"Benarkah?" Hinka kepikiran sesuatu. Dia mencoba mengingat-ingat tentang agate itu.
"Lalu ketika aku pergi menjauh dari cowo itu, cahayanya meredup dan lenyap" lanjut Kazime menjelaskan.
"Kenapa bisa begitu? Apa kamu tau sesuatu?" Kazime khawatir itu merupakan sesuatu yang buruk. Hinka berusaha berpikir dan mengingat.
"Maaf, aku juga tidak mengerti gimana bisa begitu" jawab Hinka jujur. Dia sedikit menghela napas beratnya.
"Ini baru pertama kalinya"
"Kau benar" kata Kazime.
"Gimana nihh?? Aku khawatir akan terjadi sesuatu" rengek Kazime. Dia pikir itu bukan hal yang enteng.
"Nanti akan kutanyakan kepada Amaru, mungkin dia tau sesuatu" kata Hinka. Kazime hanya mengangguk.
"Ya.."

"Nah sekarang, ayo ganti baju, sebentar lagi kafenya akan dibuka" suruh Hinka. Kazime lekas mengganti bajunya agar seragam dengan pakaian Hinka. Lalu mereka membuka kafenya.

Kafe ini buka kira kira dari pukul 6 sore sampai pukul 11 malam. Kafe yang terletak dipinggiran kota Metrocity, dikelola oleh mereka dan beberapa orang lainnya yang hari ini tidak masuk dan shift kerjanya yang berbeda. Mereka semua adalah anggota group Nebula. Ya, group user (pengguna agate), yang dipimpin oleh seorang yang bernama Amaru. Pemuda itu mendirikan kafe ini untuk tujuan perbaikan modal dan rumah yang sekaligus dijadikan markas pertahanan mereka. Markas yang dulu telah hancur karena peperangan yang melibatkan mereka. Kafe inilah markas kedua mereka.

Bicara soal group Nebula. Nebula adalah salah satu lightgroup (penentang darkgroup). Mereka memang pernah terlibat pertarungan hebat dengan darkgroup, alias group yang menyalahgunakan agate untuk suatu tujuan yang buruk dan merugikan. Setelah pertarungan hebat itu terjadi, pertarungan kecil para user baik dari darkgroup atau lightgroup kini makin terlihat. Dikhawatirkan terjadi perang besar. Semua umat manusia terancam. Maka dari itu, group Nebula dibentuk untuk mencegah hal itu terjadi.

---

Disebuah rumah dipinggiran kota, bergaya minimalis, seorang pemuda tampaknya sedang menghampiri temannya yang berada diruangan pribadi. Pemuda itu memiliki surai hitam dan memakai kacamata. Dia kini tengah membawa sebuah alat berbentuk seperti senapan. Ukurannya tidak terlalu besar ataupun kecil. Desainnya unik, seperti terbuat dari perak namun itu bukanlah perak murni.

"Hey... bagaimana menurutmu? Apa kau menyukainya?" Tanyanya sambil menunjukan senapannya.
"Mengesankan, kurasa senjata itu akan menjadi senjata andalan kita" jawab temannya itu, kedua tangannya dimasukan kedalam kantung hodienya yang berwarna hitam.

The Agate : Magic Book [END]Where stories live. Discover now