#Chapter 34

17.6K 478 2
                                    

Happy Reading

Dengan celana jeans dan hoodie hitam yang dikenakan terlihat menyempurnakan penampilan cowok itu. Siang ini, dia sudah bersiap untuk menjemput Ellin, sesuai janjinya kemarin pada kekasihnya untuk menemani membeli beberapa buku.

Lagu someone you love yang dinyanyikan Lewis Capaldi mengalun sepanjang perjalanan mampu mengingatkannya pada sosok Lea, dimana setiap mereka pergi berdua, cewek itu selalu memutar lagu yang menjadi favoritnya itu.

Milo menghembuskan nafasnya dengan kasar. Yang dipikirkan selama ini mengenai istrinya ternyata berbanding terbalik. Awalnya dia mengira kalau Lea akan merubah sifat dan sikapnya, namun ternyata tidak sama sekali.

Sudah satu hari semenjak dia menyuruh istrinya untuk tidak menampakkan wajah di hadapannya, kini hidupnya terasa bebas. Namun, dia masih tidak menyangka jika Lea benar-benar pergi, padahal saat itu dia tidak mengatakan dengan serius.

Milo sama sekali tidak mengkhawatirkan keadaan Lea, karena dia sudah tahu keberadaannya dari Bulan. Bahkan, Bulan tiba-tiba menghubunginya lewat via telepon pada malam itu juga dan memarahi Milo penuh dengan emosi.

Tidak terasa mobil yang dikendarainya berhenti tepat di pekarangan rumah Ellin yang terlihat sederhana. Dia memperhatikan lingkungan sekitarnya, lalu membunyikan klaksonnya beberapa kali agar Ellin menyadari kedatangannya.

Ellin keluar dari balik pagar, lalu berlari kecil kearah mobil miliknya.

"Hah," Ellin menghembuskan nafasnya sambil menyender di kursi penumpang, "maaf ya nunggu lama. Ada kendala sedikit sama adik."

Milo menggeleng-gelengkan kepala seraya tersenyum. "Enggak kok, aku juga baru datang."

Kemudian, kakinya menginjak pedal gas dengan perlahan meninggalkan kediaman Ellin, menyusuri jalanan yang agak lenggang.

Tibanya di gramedia, mereka berjalan di antara rak-rak buku yang menjulang tinggi. Sudah kedua kalinya Ellin mengelilingi rak, namun hingga detik ini belum menemukan buku apapun sesuai keinginannya.

Karena tak ingin berlama-lama di tempat itu, dengan amat terpaksa dia memilih buku lain untuk dibacanya. Walaupun hatinya masih menginginkan buku itu.

"Sini biar aku aja yang bayar," kata Milo sambil merampas buku dari tangannya.

"Itu kan buku aku, kenapa kamu yang harus bayar?" balas Ellin.

"Gak apa-apa, kan kamu pacar aku," kata Milo.

"Ya tapi kan-"

Milo pergi dari hadapannya hingga membuat Ellin mendengus kesal melihat tingkah pacarnya.

Setelah membayar buku mereka di kasir, mereka pun meninggalkan gramedia. Akan tetapi, sebelum pulang, mereka akan menghabiskan waktunya, karena setelah ini mereka tidak akan pergi berdua lagi sebab akan melaksanakan ujian.

Karena keasyikan bercanda dengan Ellin, membuat Milo tidak sadar jika dia menabrak bahu seseorang.

"Eh, maaf-maaf," kata Milo.

"Ya!"

Orang itu pergi begitu saja.

"Itu Lea kan?" tanya Ellin yang dibalas anggukan kepala.

"Bukannya dia pacarnya Alex ya, kok dia malah jalan sama cowok lain. Pantes aja si Devina bilang kalau dia cabe," kata Ellin.

"Mereka udah putus, Lin," balas Milo memberitahu kebenarannya.

"Kok kamu tau?"

"Dia yang...," Milo menjeda perkataannya, "udahlah gak penting juga."

....

Evano masih berusaha membujuk temannya untuk pulang bersama. Ini bukan semata-mata karena Lea sudah menolongnya membantu mencari kemeja dan jas yang akan digunakan nanti saat pernikahan kakak laki-lakinya. Hanya saja dia terlalu mengkhawatirkan Lea yang pulang bersama ojek online.

"Gak apa-apa, Van, percaya deh sama gue. Lagi pula udah lama juga gue gak naik ojol. Bisa aja kan dapat supirnya yang ganteng apalagi masih muda," kata Lea yang masih bisa tertawa. Padahal hatinya sudah cenat-cenut gak tenang.

Jika Lea sudah berkata seperti ini, Evano tidak berbuat apa-apa lagi selain menghargai keputusan cewek yang ada di hadapannya. Meskipun dia tahu kalau Lea bisa menjaga dirinya sendiri secara fisik, tapi tetap saja di matanya, dia seorang perempuan yang mempunyai titik kelemahan dan perlu ada yang menjaganya.

"Gue balik duluan ya, kalau lo perlu bantuan gue, tinggal calling-calling," kata Evano.

"Hati-hati, Van, jangan ngebut kayak tadi," kata Lea diakhiri kekehan.

Semakin jauh cowok itu melangkah, semakin menghilang juga tubuh Evano dari penglihatan Lea. Bertepatan dengan itu, dia melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Dia merutuki kesalahannya karena menolak ajakan Evano, karena tanpa dia sadari sekarang sudah pukul setengah sepuluh malam.

Sambil melangkah mencari jalan keluar dari tempat ini sebesar ini, dia menggerakan jari-jarinya di layar ponsel. Sudah beberapa kali dia memesan ojek online, namun terus menerus di cancel. Entah itu karena sudah larut malam, jarak dari tempat mereka jauh, atau justru mereka sudah kaya dan enggan menerima orderan ini.

Lea berjingkrak-jingkrak seperti anak kecil yang mendapatkan mainan baru dari orang tuanya. Dia merasa begitu senang, sebab usahanya tidak menghianati hasil. Sungguh, Lea akan berterima kasih pada ojek tersebut karena sudah menerima orderannya, bahkan dia akan membayar uang dua kali lipat.

Seketika tubuhnya menegang kala ada seseorang menepuk pelan pundaknya. Dia tidak berani untuk menolehkan kepala, dia benar-benar merasa takut. Berhubung dia jago bela diri, tanpa aba-aba Lea membanting tubuh orang tersebut ke depan, hingga terbaring lemah di aspal sambil meringis kesakitan.

"Aduh, sorry-sorry. Gue sengaja," kata Lea yang tidak tampak bersalah.

Lea membantu orang itu untuk bangkit, namun setelah melihat cowok itu baik-baik saja, tidak ada luka serius, dia pun meninggalkannya karena ojek pesanannya sudah tiba.

"Kak Lea?" tanya si abang ojek.

"Iya bang," jawab Lea.

Kenapa sih ganteng banget, kata Lea membatin.

Si abang ojek memberikan helm untuk dipakai Lea.

"Maaf gak jadi." Lea menolehkan kepala ke sumber suara.

"Jadi kok bang," kata Lea.

"Gak jadi," kata Milo.

"Jadi," kata Lea.

"Maaf ya bang, istri saya gak bisa ikut abang. Sebagai gantinya nih ambil uangnya," kata Milo menyerahkan selembar kertas berwarna merah.

"Saya gak mau tau, abang harus antar saya sampai ke rumah dengan selamat," kata Lea menatap tajam abang ojek.

"Ambil uang saya!" perintah Milo.

"Hmm ... kalau gitu saya permisi ya kak," kata si abang ojek. Kemudian melajukan motornya.

"PULANG!"

Lea menyunggingka bibirnya sebelah. "Lo gak ada otak ya? Buat apa gue pulang sedangkan lo gak mengharapkan gue ada!" katanya.

Milo gemas melihat tingkah istrinya. Dia pun menggendong Lea bak karung beras, tidak peduli jika Lea memberontak keras dan minta diturunkan.

Arranged Marriage With My SeniorWhere stories live. Discover now