#Chapter 37

19.4K 531 7
                                    

Happy Reading

Milo sudah siap untuk berangkat sekolah. Ini adalah hari pertamanya melaksanakan ujian nasional. Jujur saja hatinya merasa was-was, takut jika pertanyaan-pertanyaan yang tercantum pada lembar soal terlalu rumit untuk dipecahkan.

Tapi, bagaimana pun dia harus berpikir positif dan tetap semangat supaya nilainya bisa sesuai dengan harapannya. Lagi pula tidak ada yang perlu dicemaskan, toh dia sudah mempelajari materi tiap materi yang diberikan setiap guru.

Setelah sarapan selesai, Milo beranjak dari duduknya seraya mengulurkan tangan di hadapan Lea dengan maksud tertentu. Namun, istrinya sama sekali tidak peka akan maksudnya ini, hingga membuatnya mendengus kesal.

"Katanya mau menjalani kehidupan kita yang baru. Nah, kalau suami mau berangkat itu harus ada ritualnya. Gue yakin lo udah tau ritualnya seperti apa. Dan ini wajib!"

"Baru tau gue kalau ada ritual."

"Okay, gue bakal sebutin satu per satu. Yang pertama, lo harus cium punggung tangan gue. Yang kedua, lo harus bilang saranghae ke gue. Dan yang terakhir, lo harus bilang hati-hati di jalan ya sayang dan jangan lupa makan."

"Ritual macam apa itu," Lea tertawa kencang, "coba gue cari di google ya."

"Eh, jangan. Gak perlu, gak bakal ada juga."

"Hah, untung gue anaknya googling banget."

"Ya udah cepetan."

"Apanya?"

"Ini, salim dulu biar berkah."

Milo pun tersenyum senang karena istrinya mau menurutinya, lalu dia pun pergi meninggalkan Lea.

Tidak butuh waktu lama, kini Milo sudah tiba di SMA Brawijaya School. Suasana di sekolahnya benar-benar terasa sepi seolah tidak ada penghuninya, mungkin ini juga faktor karena kelas sepuluh dan sebelas tidak mengikuti pelajaran.

Cowok itu duduk di pojok depan sebelah kiri. Dan sialnya di belakangnya ini merupakan tempat Angga, orang yang paling Milo hindari ketika akan ujian. Secara temannya ini selalu membuatnya hampir terjebak dengan suara yang berisik.

Bel berbunyi tiga kali menandakan ujian pada jam pertama akan segera berlangsung. Buru-buru Milo mengeluarkan alat tulis dan kartu peserta ujian. Bertepatan itu, seorang guru perempuan masuk ke kelasnya dengan tangan yang memegang map cokelat berisi lembar soal dan jawaban.

...

Hal yang paling indah dalam hidupnya hanyalah ketenangan, tanpa ada gangguan dari siapapun termasuk geng Devina dan Via. Ya, dua hari ke depan dia akan bersantai-santai di apartemen menikmati waktu yang selalu terbuang sia-sia.

Dengan cemilannya di tangan dan matanya itu disuguhkan oleh acara kartun yang disiarkan salah satu stasiun televisi. Dia benar-benar merindukan momen langka seperti ini, dia merasa kehidupannya kembali ke masa saat dia berusia tiga belas tahun.

Sedang asik-asiknya menonton, tiba-tiba saja suara ketukan pintu mengganggunya. Berhubung dia sudah berada di zona paling nyamannya, dia mengabaikan setiap gangguan sekecil apapun dan memilih melajutkan aktivitasnya itu.

"Lea, buka pintunya!"

Dia terdiam sejenak, tangannya terulur untuk mengambil remot TV, lalu mengecilkan volume tersebut supaya suara yang berada dari luar terdengar lebih jelas. Karena jujur saja suara itu begitu familiar di telinganya.

"Ini mama, Brylea."

Lea membelalakkan matanya terkejut. Tanpa babibu dia langsung bangkit dari duduknya, lalu berjalan tergesa. Sebelum membuka pintu dia mengatur nafas dan mengontrol wajahnya agar tidak terlihat seperti kucing yang terjepit.

Pintu terbuka dari dalam hingga menampilkan dua sosok perempuan yang tengah menyilangkan rangan di dada. Dua orang itu tak lain dan tak bukan adalah Resa dan Sarah. Dia mempersilakan para mama untuk masuk.

Entah mengapa hari ini dia begitu bersyukur karena sudah kembali ke apartemennya setelah beberapa hari belakangan menginap di rumah temannya, Bulan. Memang firasat seorang anak terhadap ibunya ini selalu benar, dan sebaliknya.

Sarah berdeham beberapa kali hingga Lea harus menolehkan kepala.

"Santui, Lea paham kok," kata Lea yang lantas melangkahkan kaki menuju dapur untuk mengambil beberapa makanan ringan dan minuman.

Saat membuka kulkas, dia bingung harus memilih yang mana. Pasalnya makanan yang ada di dalam sana merupakan kesukaannya dan butuh penjuangan sekali untuk mendapatkannya. Tapi, tidak apa-apa, dia akan membeli lagi bersama Milo.

"Suamimu mana?" tanya Resa, mama mertuanya.

"Sekolah," jawabnya.

"Kamu bolos?" Kali ini yang bertanya adalah Sarah.

"Orang lagi ujian. Suudzon aja nih," kata Lea dengan sebal.

...

Milo keluar dari ruangannya lebih awal dibandingakan siswa dan siswi lainnya. Angga sempat mengajaknya untuk berkumpul dengan teman saat dia masih bersekolah di SMA Garuda, namun dia menolaknya karena alasan besok masih ujian.

Dia berjalan menuju parkiran melewati lorong-lorong kelas sambil bersiul seperti burung. Namun, langkahnya itu harus terhenti ketika seseorang dari arah belakang menyerukan namanya berulang kali. Dan ternyata itu adalah mantannya, Ellin.

"Kenapa, Lin?" tanyanya sambil memasukkan kedua tangannya ke saku celana.

"Hmm ... kamu gak serius kan mutusin aku demi cewek itu?" Ellin menatap matanya.

"Maksudnya?" Kali ini biarkanlah Milo berpura-pura tidak paham dengan maksud mantan kekasihnya ini.

"Masalah tempo hari di cafe," kata Ellin.

"Oh itu, iya aku serius Lin," balas Milo.

"Kamu bohong kan? "

"Aku gak bohong. Aku merasa emang seharusnya kita gak melanjutkan hubungan ini, karena aku sudah punya istri. Dan, aku gak mau menyakiti dia," kata Milo.

"Tapi kamu udah janji gak bakal ninggalin aku apapun alasannya. Sekarang aku menagihnya," kata Ellin.

"Maaf Lin untuk semua janji yang pernah aku ucapkan," kata Milo. Cowok itu langsung meninggalkan Ellin yang masih diam mematung.

Ketika dia masuk setelah memasukkan password, dia cukup terkejut ketika mendengar suara perempuan-perempuan yang tengah tertawa. Padahal Lea di rumah seorang diri dan sebelumnya dia tidak menginjinkan Bulan maupun Anatasha untuk berkunjung ke apartemennya.

"Sejak kapan kalian disini?" perkataannya itu sontak saja terucapan dari bibirnya.

"Kayak jailangkung lo," celetuk Lea.

"Makanan dari siapa tuh?"

"Mama, mau?" Milo menganggukkan kepalanya dengan semangat.

"Aaaa." Milo membuka mulutnya.

"Kamu udah begituan kan terus kapan ngasih cucu?" Resa bertanya.

Uhuk ... uhuk ... uhuk

"Ma, frontal banget sih," kata Milo sambil mengambil tisu di meja.

"Lah, salahnya mama apa? Mama kan cuma nanya aja. Kita ini udah gak sabar loh gendong bayi," kata Resa.

"Aduh," Lea memegang perutnya. "Lea permisi dulu ya. Panggilan alam tiba-tiba."

"Ah, besok kan hari terakhir, jadi harus belajar. Oke para ibu, Milo ke kamar dulu ya. Nikmati aja ya hehe."

"Loh loh, belajarnya nanti malam aja emangnya gak bisa?"

"Enggak, kalau malam suka begadang."

"Buat apa begadang kan besok kamu mau ujian?" tanya Sarah.

"Minum kopi sama nonton bola. Ya udah, Milo balik ke kamar ya."

Arranged Marriage With My SeniorWhere stories live. Discover now