Sang Mega

756 28 0
                                    

Kepulan asap menutupi arah pandang. Batang berwarna putih yang semula menempel dengan bibir, perlahan menjauh dan beralih posisi menjadi sebatas paha.

Langit tampak kosong tanpa bintang. Membuat malam semakin terasa dingin hingga membekukan jiwa. Hanya lampu-lampu dari pencakar gedung yang menghiasi langit jika dilihat dari bawah sini.

Hidup di kota dengan segala kemewahan seperti mimpi hampir semua manusia. Pergi dari satu kota ke kota lain, atau satu negara ke negara lain seperti memperlengkap mimpi. Ditambah pakaian yang selalu menjadi sorotan banyak mata, membuat bintang bahkan enggan menyaingi sang mega.

Jaket bulu yang lebih sering disapa coat ini menempel sempurna di tubuh atletis yang proses pembuatannya menguras banyak tenaga. Celana bahan bludru memperlengkap penampilan. Tanpa sorotan kamera, semua tahu bahwa saya adalah sang Mega.

Api itu sudah membakar lebih dari setengah cerutu. Begitu bagian yang digenggam sudah mulai terkena abu, batang itu dilempar ke tanah. Kaki dengan balutan derby cokelat mengkilat menjadi tersangka kematian cerutu.

"Paris Fashion Show dimulai 2 jam lagi. Kita harus jalan sekarang, takut jalan macet." Pria dengan setelan kaos dan jeans itu muncul dari balik pintu.

Mata yang semula asik menatap cerutu di aspal kini beralih ke arahnya. Menghela napas sembari memutar bola mata jengah. Dengan berat hati, kaki pun mulai melangkah.

Langkah yang membawaku keluar dari gedung dengan dua orang bodyguards dan pria tadi yang diperkerjakan sebagai manajer.

Click. Cekrek. Cekrek. Click. Cekrek.

Lampu kilat dari kamera menyambut begitu langkah pertama berhasil menempel di jalan. Mata yang semula tidak kuat akan silaunya, kini mulai terbiasa. Teriakan-teriakan di bagian kiri dan kanan terdengar riuh saat aku mulai memunculkan diri dari dalam hotel.

Hanya jalan kaki 2,5 meter saja akan memunculkan ratusan foto di sosial media keesokan harinya. Mengambil gambar tanpa membayar dan izin. Merusak seluruh privasi hanya demi sebuah foto yang akan menjadi trending di sosial media. Tidakkah mereka merasa berdosa?

Perjalanan yang lumayan jauh ditambah sedikit tersedat, membuat rasa lelah semakin terasa. Tidur seperti sebuah keinginan terbesar yang selalu sulit didapatkan. Alih-alih memejamkan mata dengan tenang di atas kasur, aku lebih sering tidur dengan posisi duduk di mobil dan jongkok di elevator gedung tempat konser dari tour diselenggarakan.

Terbang dari satu negara ke negara lain dengan kesibukan yang menanti begitu mendarat, membuatku lupa bagaimana menikmati hidup. Semua terasa seperti mimpi indah untuk lima tahun pertama, namun tidak lagi impian begitu memasuki tahun-tahun berikutnya. Dibandingkan sebutan pekerjaan, hal seperti ini terasa seperti gaya hidup. Gaya hidup yang sudah melekat menjadi kehidupan tak terhindarkan.

Limousin hitam ini berhenti. Mata yang semula terpejam dari tidur tak pulas pun terpaksa dibuka. Kepala sudah terasa ingin pecah. Pening.

Pintu mobil terbuka.

Wajah bahagia tanpa lelah otomatis dalam daya hidup.

Senyum, bergaya, menjadi ramah itu kewajiban. Tidak peduli apapun yang ditanyakan, apa yang sedang dirasakan, selelah atau setertekan apapun, tiga hal itu harus selalu hidup berbarengan dengan kamera yang menyala.

"Kau tampak tampan."

"Kau menawan sekali."

"Beri kami gaya."

Teriakan dari gerombolan orang dengan kamera dan setelan rapih yang menghiasi pintu masuk acara pagelaran fashion terdengar seakan saling saut. Jika hanya sautan seperti itu, hanya satu cara menanggapi, berterimakasih dan tersenyum.

"Bintang, bagaimana pendapatmu tentang pasangan baru mantanmu?" seorang pria paling depan dengan kamera yang memiliki moncong itu mulai membuka sesi tanya jawab dadakan yang harus mau tidak mau diladeni.

"Mereka serasi. Aku tidak ada pendapat lain."

"Love is Dust keren sekali. Apakah kau sengaja menciptakan untuknya?" tanya salah seorang wanita yang berada di gerombolan itu sembari sedikit berteriak.

"Tentu tidak hahaha." Jawabku dengan tawa di bagian akhir.

"Kau tidak menghadiri awards kemarin, kenapa?"

"Aku masih ada satu negara lagi yang ada didaftar tour."

"Bukan karena kau tidak ingin bertemu dia dan kekasih barunya?"

"Hahaha apa ia sebegitu menyakitkanku sampai aku tidak menghadiri acara agar tidak melihatnya? Tentu saja tidak." Lagi-lagi aku menanggapi dengan santai walaupun hati mulai terbakar emosi.

Karena tidak sanggup berbasa-basi, aku langsung melangkah masuk ke dalam gedung. Tentu saja dengan senyum ramah terlebih dahulu dan mengucapkan terimakasih.

Tiba-tiba saja terbayang akan sosok wanita dan kekasihbarunya yang memiliki profesi sama denganku. Wanita yang sudah menjalin hubungan denganku selama tiga tahun belakangan ini dengan mudahnya menggantikan posisi Mega Bintang dengan bintang baru. Seharusnya mudah untuk sang Mega melupakannya, tapi foto-foto yang diambil  pihak-pihak tidak bermodal seperti tadi muncul di setiap sosial media. Seakan memancing kenangan itu untuk terus hidup.

Bukan hanya soal sikap di publik, tapi hal privasi seperti hubungan pun seakan diawasi juga oleh mereka. Bahkan hal semanis ciuman saja yang tidak menyakiti pihak manapun bisa menjadi pemancing peperangan di media sosial.

Sungguh, jika reinkarnasi benar ada, aku minta untuk dilahirkan sebagai orang biasa.

The End

Jangan lupa vomments

Xo 💋

One Sip Where stories live. Discover now