26.

1.5K 77 4
                                    

Dzun Nun (Tsauban bin Ibrahim) rahimahullahu berkata, “Ada empat perkara buruk yang menghasilkan buah: tergesa-gesa yang buahnya adalah penyesalan, kagum pada dirinya sendiri yang buahnya adalah kebencian, keras kepala yang buahnya adalah kebingungan, dan rakus yang buahnya adalah kemiskinan”.

💗💗💗

"Astagfirullah" Zahra menutup mulutnya, tak menyangka dengan isi surat yang baru saja diantar oleh petugas pos
"Kak Alvin ingin menceraikan aku? Hanya karna hal ini? Ya Allah.."

Zahra menghela nafas dan menahan air matanya yang hendak keluar lagi. Tak sanggup rasanya jika Zahra harus memberitahu bunda dan abinya saat ini.

"Siapa yang datang, zah?" Suara Refan membuat Zahra tersentak, Zahra yang tadinya memasang wajah khawatir sambil menggigit bibir bawahnya sontak merubah ekspresinya sebiasa mungkin, dengan gerakan cepat dirinya menyembunyikan surat gugatan perceraian itu.

"Hmm, tadi tukang pos Bi, ngantarin surat untuk Zahra."

"Surat apa? Kenapa mengantar kesini? Bukan ke rumah kamu.."

"Ini surat dari kampus bi, surat untuk ujian, mungkin karna alamat Zahra kan masih disini" Zahra menutup matanya selama beberapa detik, beristifgar dalam hati karena dirinya telah berbohong kepada abi-nya sendiri.

"Oh, yaudah, Abi mau berangkat kerja dulu. Kamu sama bunda di rumah baik baik ya. Jangan lupa hubungi Alvin, jangan lama lama meninggalkan rumah, Zahra. Kalaupun ada masalah, cepat selesaikan"

"Iya Bi.." Zahra menadahkan tangannya dan mencium punggung tangan Refan, Ira melakukan hal yang sama, tak lama setelah itu Refan pergi melaju dengan mobilnya.

Dan kini hanya Ira dan Zahra di dalam rumah.

"Bunda, Zahra ke kamar dulu ya. Pekerjaan rumah sudah selesai, kan?" Zahra pamit kepada Ira dengan wajah yang amat lesu

"Kamu kenapa zah?" Tanya Ira merasa janggal dengan raut wajah Zahra.

"Zahra gak kenapa napa Bun, Zahra ke kamar dulu."

Ira mengangguk menyetujui permintaan Zahra.

***

Zahra mengunci pintu kamarnya rapat rapat, di dalam, dia memikirkan banyak hal, menumpahkan air mata yang dari tadi dia tahan, kenapa Alvin bisa membuat keputusan secepat ini, keputusan yang bahkan tidak Alvin inginkan, apa sekecewa itu? Apa Alvin benar benar tak bisa lagi memaafkannya? Bahkan tidak ingin berbicara dan berbagi tentang apa yang terjadi?

Dengan penuh kesesakan Zahra mengambil ponselnya dan memberanikan diri untuk menelpon Alvin, tapi seperti dugaannya, Alvin sama sekali tidak mengangkat teleponnya, atau membalas salam yang dia kirimkan lewat pesan singkat.

Allah, apa ini akhir dari hubunganku? Andai aku bisa memberitahu kak Alvin lebih cepat, pasti sekarang takkan ku terima surat perceraian yang membuatku semakin sesak.

"Alifia,,, Mama rindu kamu nak, mama rindu sama ayah kamu, mama gak tau bagaimana keadaannya jika mama benar benar akan berpisah dari kalian, mama gak tau harus apa.."

Tok tok tok..

"Zahra. Bunda mau masuk nak.." suara itu milik Ira, apa Ira mendengar suara zahra? Ini gawat.

Imam Impian {Next Part}Where stories live. Discover now