25_ Geram

47 13 8
                                    

Kesal itu saat kita mulai jengah harus menomorsatukan seseorang, yang bahkan selalu menomorsekiankan kita.

~Anonim

🌸 🌸 🌸

Faldi

Sejujurnya Faldi sudah sangat bosan mendengar ocehan yang terus dikeluarkan oleh sahabatnya, Clarisa. Bayangkan saja, dia harus merelakan satu jam berharganya hanya untuk mendengarkan omelan dari gadis itu sampai-sampai telinganya terasa pengang.

Oh, ayolah. Kesalahannya tidak begitu besar, bahkan sejujurnya ia sama sekali tidak menganggap tindakannya sebagai suatu kesalahan. Hanya karena ia tidak memberitahu pada gadis itu ketika perform-nya yang pertama kali.

"Fal, lo dengerin gue nggak sih?" Teriak Clarisa emosi. Kalau boleh jujur kali ini ia sungguh tersinggung dan merasa kurang dianggap sebagai seorang sahabat.

"Udah dong Ris, pengang nih telinga gue denger suara cempreng lo. Lagian lo nggak bosan apa ngulangin kata-kata yang sama terus dari tadi?" Faldi menjawab ogah-ogahan.

"FALDIII ..." Clarisa kembali berteriak kesal, bahkan kali ini tanpa merasa bersalah ia langsung menimpuk bahu Faldi membuat laki-laki itu buru-buru menangkap tangannya pelan.

"Iya-iya, gue minta maaf." ujar Faldi akhirnya yang memilih mengalah kemudian menjawil hidung sahabatnya itu. Mungkin karena kehabisan energi setelah mengoceh hampir satu jam lamanya membuat gadis itu memilih menyerah dan tersenyum.

"Nah, gitu dong. Asal lo tau ya Fal, dari tadi itu gue emang lagi nungguin lo minta maaf sama gue." ujar Clarisa kemudian tertawa lepas saat melihat ekspresi Faldi yang telah berubah kesal.

"Seharusnya lo selalu ingat Fal, kapanpun dan dimanapun lo, dan nggak peduli lo lagi sama siapa, lo harus tetap jadiin gue yang nomor satu." Sambungnya lagi seraya tersenyum lepas, bahkan nada bicaranya terdengar begitu menuntut.

Untuk sejenak, Faldi kembali menatap Clarisa dari posisinya. Entah kenapa laki-laki itu justru menghela napas berat, bahkan tanpa ia sadari tangannya mengepal menahan gejolak emosi yang entah kenapa tiba-tiba menguasainya. Padahal dulu ia akan dengan tegas menyanggupi semua permintaan sahabatnya itu, meskipun harus ada yang ia relakan. Entah itu waktu ataupun hobinya.

Clarisa yang merasa ucapannya telah diabaikan sontak menoleh cepat dan yang ia temukan justru Faldi yang sedang melamun, namun ada satu hal yang menarik perhatiannya, mata laki-laki itu seperti menyiratkan rasa kesal dan, emosi?

Entahlah, kali ini Clarisa merasa gagal untuk memahami tatapan Faldi.

"Fal, Faldi, lo denger kan apa yang barusan gue omongin?" ujar Clarisa kembali menarik atensi laki-laki itu.

"Iya, gue denger." Balas Faldi singkat.

"Lo taukan alasannya kenapa gue dari dulu selalu mengingatkan lo hal yang sama?" Tanyanya lagi.

"Hmm, karena lo sahabat gue." Lagi, Faldi menjawab hal yang sama untuk pertanyaan yang  sama yang dilontarkan oleh Clarisa pada dua tahun yang lalu, tepatnya ketika Faldi terkesan lebih mementingkan pacarnya saat itu.

"Bener, gue itu nggak mau ada yang lebih lo prioritasin dari gue Fal." Clarisa kembali menatap jauh ke dalam netra Faldi, seolah menyampaikan keinginannya untuk selalu jadi yang diutamakan.

Akhirnya Faldi yang terlebih dahulu memutuskan pandangan Clarisa darinya. Tanpa permisi, Faldi beranjak dari kursi yang tadi ia duduki dan berada di teras rumah nenek Clarisa dan ia memilih pulang.

About Us (Spin Off Ilusi Hati)✔ CompletedWhere stories live. Discover now