Dear Sobat Halu,
Bagi yang udah lupa sama ceritanya, mending dibaca lagi aja dulu sebelum baca ini yak! Biar gak bingung hehe...
Selamat membaca!Sambil mendorong trolley yang isinya kopor-kopor segede dosa, Tama fokus mencari orang yang udah ditunjuk untuk menjemput kami berdua yang bikin dia ngedumel karena nggak nemu-nemu.
Sepanjang perjalanan tadi Tama terus mewanti-wanti agar gue segera memakai atribut musim dingin setibanya di Jepang. Dia nggak mau dengar alasan apapun seperti waktu dulu karena dia udah paham betul bagaimana reaksi tubuh gue kalau udah gak kuat dengan hawa dingin.
Business trip kali ini Tama mengajak gue untuk ikut dengannya. Rencananya dia mau bikin project gitu untuk Mahameru Travel dengan geng anak sastra Jepang dulu (Alvin dan Andika). Gue sih gak begitu paham apa projectnya, tapi yang penting bisa lah kerja sambil liburan. Masih boleh nyebut honeymoon nggak sih kalau usia pernikahan udah tiga bulan tapi masih bisa travelling gini? Hehehe.
Eh kok tau-tau udah nikah? Singkat cerita gini... Tama memang gak pernah main-main soal pernikahan. Setahun setelah pernikahan Vivi, gue berhasil mematahkan mitos yang berkembang di masyarakat bahwa gak ada pengaruhnya soal jodoh kakak yang didahuluin menikah oleh adiknya. Iya, gue resmi menikah sama Tama. Tepuk tangan dong!👏🏻👏🏻
Perjalanan kali ini gak pake ada drama ketahan di imigrasi lagi dong karena kan ada guidenya yang mana adalah ehem.. suami gue sendiri.. jadi semuanya aman. Enak cuy nyebutnya, suami! Hahaha.
Seorang laki-laki datang menghampiri kami kemudian membungkuk. Dia bicara dalam bahasa Jepang dan tentunya gue hanya bisa senyum-senyum aja membiarkan Tama berinteraksi dengan orang ini yang kayaknya bakalan nganter kami ke tempat tujuan.
Orang itu mempersilahkan gue dan Tama memasuki sebuah mobil van.
"Kamu istirahat deh. Aku khawatir waktu sampai nanti kamu nggak akan bisa istirahat. Perjalanan masih jauh. Kita mau ke luar kota, sekitar tiga jam dari Tokyo." Ucapnya sambil memainkan anak rambut di dahi gue.
Gue hanya bergumam nurut, lalu bersender di dada Tama. Gak terlalu excited meskipun di luar tengah turun salju karena gue emang belum tidur juga sih di pesawat.
Trip ini juga salah satu usaha Tama mewujudkan mimpi gue untuk main di hamparan salju yang gak kesampean waktu pertama kali gue ke Jepang. Sebetulnya gue sudah pernah merasakan hujan salju waktu travel ke Australia, tapi salju disana itu lebih ke es yang padet padet gitu. Sedangkan dari informasi yang beredar ada salah satu daerah di Jepang yang saljunya itu lembut, powdery snow ya istilahnya? Aw gak sabar!
Mobil yang membawa kami ini akhirnya berhenti di sebuah resort dengan pemandangan yang hampir semua permukaannya tertutup salju. Gue langsung sadar seratus persen. Gak mau ketinggalan momen sedikit pun dan langsung minta Tama mengambil gambar diri gue di setiap sudutnya untuk diabadikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
TOKYO, The Unexpected Guy
ChickLitSebagai seorang backpacker, Hani sudah tidak asing lagi dengan yang namanya liburan. Gadis itu berharap di tengah hiruk-pikuknya kota Tokyo dia dapat menyelesaikan misi rahasianya . Tapi justru saat liburannya ke Jepang, dia menemukan perbedaan dari...