Prolog

6 1 0
                                    

Langit yang gelap ditambah oleh aroma anyir yang tak sedap memenuhi wilayah disana. Bangunan yang ada pun hampir diratakan seluruhnya.

Banyak manusia tergeletak bersimbah darah. Daging setiap manusia terkoyak, dengan organ mereka yang berhamburan di tanah.

"Beraninya kau!"

Para werewolf mengerang, menunjukkan gigi runcing dan bulu mereka yang naik karena merasa terancam.

"Jangan salahkan kami, iblis! Makanan kami telah habis tak bersisa. Salahkan raja kalian yang tidak becus dan para elf yang begitu mudah dilenyapkan!"

Semua pemberontak telah terkepung. Terdapat puluhan werewolf dan beberapa orang menggunakan jubah hitam. Yang mereka ketahui adalah penyihir gelap.

Wayne mengarahkan pedang berwarna biru terangnya ke arah para werewolf.
Dengan gerakan yang sangat cepat, ia telah membunuh habis seluruh serigala.

Hanya tersisa penyihir gelap yang masih berdiri tegang disana. Seorang pria berjalan angkuh melewati panglima yang telah melakukan tugasnya.

Pria itu hanya diam menatap benci seluruh penyihir. Sampai mereka semua jatuh terduduk, menatapnya.

"H-hah, jangan harap ini sebuah akhir untuk kalian. Mereka telah menemukannya! Elf sialan terakhir itu!"

Pria itu menegang mendengar apa yang telah dia katakan. Tangannya mengepal kencang. Sebuah pedang muncul dari tangannya, dan diarahkan ke kepala penyihir yang angkat bicara tadi. Pedang yang telah menembus sampai ke tempurung kepalanya, diputar dan ditarik dengan cepat.

"Kau urus sisanya."

Sepasang sayap muncul dari balik punggungnya. Dengan sekali kepakan, ia telah meninggalkan tempat yang telah ternodai dengan darah.

***

"Ibu, kita akan kemana sekarang?"

"Ke sebuah desa di sebelah kota, nak. Tempatnya berada di balik hutan ini."

Seorang anak perempuan mendekap erat lengan ibunya, yg tertampak masih sangat muda. Mereka berada di mobil tua dengan koper yang terus bergetar, karena jalanan yang tidak rata.

Matahari telah tenggelam, langit telah berubah menjadi indigo. Berada di tengah hutan, cahaya rembulan telah tertutupi dengan lebat pohon -pohon yang ada.

Anak itu menoleh ke arah luar kaca, dengan tangannya yang masih mengapit erat lengan tangan ibunya yang sedang menyetir.

"Ibu, ada orang yang berdiri disana," dengan satu tangannya menunjuk ke arah kaca. "Bertudung hitam dan tersenyum."

Ibunya menoleh ke arah yang ditunjukkan anaknya. Benar saja, di sana terdapat sekelompok orang bertudung hitam berdiri menyeringai.

"Aria, pegang sabuk pengamanmu dengan erat."

Belum sempat ia bertanya, Ibunya menginjak penal gas dengan kencang. Mobil tua itu bergerak cepat di jalanan yang sepi.

Tak henti - henti sang ibu menoleh ke arah sepion mobilnya. Seseorang dari mereka berhasil menyusul dan melompat badan mobil. Orang bertudung itu mencoba memecahkan kaca mobil tua itu dengan batu besar yang tiba - tiba saja muncul.

"Sial."

Perempuan itu membanting stir kemudinya ke pohon, berhasil membuat orang bertudung itu jatuh.

Ibunya menarik anak itu keluar dari mobilnya, dan mengeluarkan sesuatu dari tangannya. Ia memberikan sebuah jubah dan mahkota yang cukup besar kepada Aria.

"I-Ibu ... apa ini? Aku takut."

Darah mengalir dari pelipis Aria, dengan luka yang cukup besar akibat terbentur dengan kaca mobil.

"Dengar Aria, apapun yang terjadi, jangan pernah berhenti berlari ataupun menoleh ke belakang."

"Tidak ibu, jangan tinggalkan Ria sendirian. Ayo bersama Ria, Ibu." jawabnya sesenggukan.

"Tidak ada waktu lagi, Ria. Bawa kedua benda ini lari bersamamu. Jangan sampai kau tinggalkan. Sekarang lari!"

Aria masih menangis dengan kencang, tetapi kakinya sudah melangkah meninggalkan ibunya. Ia berlari memasuki hutan.

Berlari dan terus berlari.

Sudah keberapa kali Aria terjatuh karena akar pohon yang menjalar di permukaan tanah. Ia tidak pernah berhenti berlari dan terus membawa kedua benda yang telah dititipkan oleh Ibunya itu.

Kakinya sudah lemas, jantungnya telah berdetak kencang karena kelelahan.

"Tidak, aku tidak boleh berhenti berlari disini. H-harus mencari tempat ya--"

Tubuhnya yang sudah kotor dan bersimbah darah terjatuh kembali dan tidak sadarkan diri.

Reinventing LoveWhere stories live. Discover now