Bab 1

5 1 0
                                    

Tempat tidur yang nyaman dan hangat dengan selimut sutra yang tertata rapi dipinggirnya. Disertai dengan kicauan burung yang terdengar nyaring, saat matahari mulai menunjukkan sinar hangatnya.

Aria Adelicia, gadis yang saat ini berumur delapan belas tahun. Di pagi buta, ia justru sudah bersemangat mengawali harinya itu.

Ia sedang membersihkan dan merapikan bulu yang ada pada burung peliharaannya. Walaupun tidak terlalu rapi, tetapi cukup untuk memanjakan mata miliknya. Benda yang ia gunakan pun, bukan barang yang sangat berharga. Karena itu, berupa sikat yang ia buat sendiri dengan bahan - bahan seadanya.

Batang kayu kering, yang telah patah karena perubahan cuaca. Diikat dengan serat kayu, bersamaan ranting kuat untuk menyisir bulu - bulu yang sangat keras tetapi sangat lembut.

Burung yang dirawat oleh Aria sendiri. Mereka memiliki beragam warna yang ada pada aura mereka. Phoenix sebutan ras mereka. Burung terbesar dan hanya ada pada mitos. Mitos yang biasanya diceritakan dibuku cerita bergambar anak - anak.

Dari sekian banyak, hanya satu phoenix yang cocok dengan Aria. Burung yang saat ini berada pada pelukannya. Berwana putih bersih dengan bulu yang terlihat kilap karena pantulan sinar matahari.

"Nah, apa yang akan kita lakukan sekarang, Shina?" Tanya Aria pada burung kesayangannya.

Sudah delapan tahun sejak kejadian tragis ibunya berlalu. Aria tidak akan pernah melupakan hari yang bagai neraka saat itu.

***

"Cepat, cari anak kecil itu! Jangan biarkan dia lolos."

Suara teriakan para pembunuh bergema di hutan. Aria berlari sekuat tenaga agar tidak terkejar oleh mereka. Ibunya telah menitipkan sesuatu padanya, yang ia tahu pasti berharga.

Akar pohon yang mencuat keluar, berhasil membuat Aria jatuh untuk kesekian kalinya. Ia tidak penah melepaskan benda yang ada pada tangannya. Darahnya mengalir deras, dari setiap luka - luka yang muncul akibat jatuh.

Nafasnya tersengal - sengal, dan hutan yang sangat dingin. Membuat embun keluar dari mulut dan hidungnya ketika berlari. Aria tidak tahu kemana lagi, arah yang akan ia tuju. Hanya berlari ke arah sembarang, mengikuti kakinya melangkah. Ia sudah merasa tidak berdaya, sampai mendengar sebuah bisikan kecil.

Ke depan.

Aria mengikuti apa yang telah ia dengar, sampai ia melihat terdapat sebuah cahaya kecil. Satu - satunya tempat dimana, diterangi cahaya bulan. Saat Aria hampir menggapainya, kakinya sudah tidak dapat menahan beban yang dibawanya.

Tangannya terus berusaha untuk menggapainya. Dari arah cahaya, Aria melihat sepasang kaki yang berukuran besar dan memiliki cakar.

Sudah tidak ada harapan lagi, aku akan mati.

Satu kalimat itu terus terngiang di benaknya. Bahkan sampai, ia menutup matanya.

'Beraninya, seseorang memasuki kawasan kami! Buang dia keluar.'

Hewan bercakar besar dengan aura kuat yang menyelimutinya, bersuara dengan nada marah. Dari baliknya, muncul sesosok yang sama.

'Ketua, kau tidak bisa memutuskannya secepat itu. Lihat apa yang dibawa oleh makhluk itu. Ini bukan sembarang benda, juga telinganya.' tegas hewan berbulu putih.

Angin berhembus kencang, daun berguguran meskipun masih berwarna hijau. Daun yang bergugur itu berkumpul menjadi satu dan membawa semerbak aroma embun.

"Benar. Kau tidak boleh melakukan hal tidak sopan kepadanya. Dia pemimpin, dan pegatur diseluruh dunia immortal." Seorang wanita cantik berambut panjang dengan aura yang sangat tenang diantaranya. Dryad.

'Ia memiliki aroma yang sama dengan penyihir hitam jahanam!' teriak yang diketahui sebagai ketua dari ras.

"Ia adalah Elf yang tersisa. Kau tidak boleh menyerahkannya pada penyihir hitam, atau dunia atau hancur. Ratu elf! Kalian para phoenix, sebaiknya menjaga dirinya dengan baik. Jangan biarkan ia berada disisi gelap," perempuan itu meletakkan tangan di dadanya dan menunduk dalam.

"tolong jaga dirinya, jangan beritahu anak ini tentang hamba. Biarkan waktu yang memberitahunya. Saya tidak bisa berlama-lama lagi. Tolonglah." mohonnya sebelum akhirnya hilang.

Seluruh hewan tersebut terkesima, mereka melihat ke arah perempuan mungil yang sedang terbaring di atas tanah. Menunduk hormat kepadanya.

'Bawa Yang Mulia ke dalam, cepat!' perintah sang pemimpin.

---

Semua terasa cepat untuk Aria. Ia mendengar suara gemerisik dari daun - daun yang diterpa oleh angin. Dengan udara menyejukan mengelus pipinya pelan. Padahal tubuhnya terasa hangat, dan tempat tidur yang sangat halus dan berbulu banyak ini.

Halus dan berbulu?

"Eh?" teriaknya.

Bersamaan dengan suara pekikan sedikit nyaring dari belakangnya.

"AAAHH!"

"KIIKKHH!" Hewan itu mengepakkan sayapnya lebar.

Aria terlihat kaget, begitupun dengan hewan yang sebelumnya dianggap tempat tidur baginya. Burung berwarna putih dengan jambul panjang di kepalanya, dan ekor yang panjang menjutai.

Mereka terdiam, saling melihat satu sama lain lalu tertawa.

***
Begitulah sebuah awal dari pertemuam mereka dan dimana Aria diselamatkan.

Aria tahu itu adalah salah satu spesies burung terlangka. Bahkan burung yang terdapat pada mitos dan buku bergambar anak yang hanya dimiliki keluarga beradab.

Phoenix.

Mereka memiliki berbagai macam warna dan kekuatan api sebagai  lambang dan ciri spesiesnya. Bersamaan sifat arogan yang mereka miliki sebagai ciri khas mereka. Salah satu alasan ia bisa akrab dengannya hanya satu.

"Putri Aria, kami belum menemukan adanya tanda - tanda dari ibunda ratu." ucap salah satu phoenix tertinggi berwarna merah terang.

"Begitukah ...." Aria menundukkan kepalanya dalam, hanya sebentar. Ia kembali mengangkat kepalanya. 

Aria menatap dirinya pada pantulan cermin tua yang berada di kamarnya. Mahkota indah berwarna kuning keemaasan, dengan bentuk bunga yang melilit berada di kepalanya dan jubah sutra yang halus. Kedua benda yang dapat menunjukkan bahwa ia adalah orang yang dicari oleh seluruh bagian dunia immortal.

"Ibu, kau dimana ... Aria rindu," lirihnya.

"Aria akan keluar mencari informasi keberadaan Ibu, dan mencari apa yang sebenarnya terjadi saat ini." akhirnya.

Aria menemui burung yang menjadi salah satu bagian dari keluarganya. Burung phoenix berwarna putih dengan aura senada, yang telah ia beri nama Shina.

Shina adalah phoenix yang menyelamatkan dirinya saat itu. Seperti yang telah dikatakan, phoenix adalah hewan yang sangat arogan. Mereka tidak mengizinkan adanya penghuni luar yang memasuki kawasan mereka, terutama manusia.

Jika bukan Shina yang menemukan benda yang dibawa oleh Aria, mungkin ia sudah habis di tangan para pembunuh itu. Karena, Aria pasti dilempar keluar kawasan dan terdeteksi keberadaannya.

"Shina, temani aku ke hutan dalam." ajak Aria.

Oke. jawab phoenixnya.

Shina melebarkan sayap putih bersihnya dan merendahkan tubuhnya. Agar Aria bisa menaiki tubuhnya. Dalam sekali sentakan pada tanah, Aria dapat menaikinya lebih mudah.

Shina mengepakkan sayapnya dengan kuat dan membawa Aria cepat memasuki hutan.

Ia kembali ke tempat dimana terakhir kalinya melihat ibunya. Hanya tersisa puing - puing kecil dari kecelakaan mobil. Tidak ada lagi yang tersisa disana. Aria menuruni tubuh Shina dan mengelusnya perlahan.

Aria menghela napasnya dengan berat. Ia menegakkan kembali tubuhnya dan melihat sekitarnya. Hanya pepohonan yang menjadi saksi mati atas apa yang telah terjadi. Ia membalikkan badannya dengan pasrah.

Tetapi, ada sesuatu yang menempel pada bibir ranumnya. Mendekap tubuhnya dengan rapat dan melumatnya.

Siapa?!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 26, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Reinventing LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang